Hot Borneo

Bau Amis Fee Proyek HSU Setelah OTT KPK, Polisi Turun Tangan!

apahabar.com, AMUNTAI  – Operasi tangkap tangan (OTT) KPK rupanya tak membikin jera sebagian kontraktor dalam bersaing…

Featured-Image
Kantor Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Foto – apahabar.com/Muhammad Al-Amin

bakabar.com, AMUNTAI – Operasi tangkap tangan (OTT) KPK rupanya tak membikin jera sebagian kontraktor dalam bersaing mendapatkan proyek di Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara (HSU).

Dugaan adanya kongkalikong antara oknum kontraktor dengan pejabat pemerintahan di lingkup Pemkab HSU kini kembali mencuat.

Informasi sumber terpercaya media ini, modusnya masih tetap sama; pembagian fee proyek. Antara pejabat dengan kontraktor pelaksana.

Komitmen gelap antarpejabat-pengusaha itu umumnya dilakukan sebelum tender dilakukan.

Besaran fee mencapai 15 persen. Berkaca kasus Wahid, 10 persen jatah bupati, dan sisanya Maliki.

Adapun pembayarannya dilakukan setelah kontraktor dinyatakan menang lelang.

Sidang Korupsi HSU: ‘Grup Barabai’ Setor Fee Miliaran ke Wahid

Seiring waktu, modusnya kini bertambah: menakut-nakuti para pejabat di Pemkab HSU.

Mereka mendaku diri sebagai pihak yang membocorkan informasi ke KPK hingga berhasil menjaring Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, Maliki.

Sebagai pengingat, Maliki ditangkap KPK di kediamannya, Rabu 15 Desember 2021.

Selain Maliki, KPK juga menangkap Direktur CV Hanamas, Marhaini dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi terkait suap proyek irigasi Banjang dan Kayakah.

Lantas, bagaimana respons KPK? Sampai berita ini diturunkan, Juru Bicara KPK Ali Fikri belum merespons upaya konfirmasi yang dilayangkan media ini sejak kemarin.

Terpisah, desas-desus isu permintaan fee proyek rupanya sudah sampai ke telinga Kapolres HSU, AKBP Afri Darmawan. Afri mengatakan penyelidikan tengah dilakukan.

“Benar. Polres HSU sedang melaksanakan penyelidikan,” ujar Afri dihubungi bakabar.com, Jumat (6/3).

Dua kasus jadi perbincangan hangat di masyarakat. Selain fee proyek, juga dugaan gratifikasi jabatan di Pemkab HSU.

Yang mana yang sedang ditangani pihak kepolisian? Afri belum bersedia menjabarkan.

"Tunggu, masih lidik, semua informasi masuk kami tindak lanjuti,” ujarnya.

Secara tersirat, Afri meminta masyarakat jangan takut melapor jika mengetahui masih adanya praktik fee proyek atau gratifikasi.

“Informasi dari masyarakat akan membantu kami,” ujarnya normatif.

Pemkab Harus Tegas

img

Satu per satu saksi memberatkan Abdul Wahid yang tak lain bekas anak buahnya sendiri kembali dihadirkan oleh majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Wahid sendiri mengikuti jalannya sidang dari Lapas Banjarmasin. bakabar.com/Syahbani

Fakta persidangan kembali menguak praktik gelap setoran ke Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid.

Setelah duet kontraktor Fachriadi dan Marhaini, dan segelintir pejabat aktif Pemkab HSU, kini giliran mereka yang mendaku diri sebagai ‘Grup Barabai’.

Kritik kemudian datang dari luar parlemen. Ketua Partai Demokrat Hulu Sungai Utara, Emma Rivilia mendesak Pemerintah Kabupaten bersikap tegas.

“Plt bupati sekarang harus mengevaluasi kinerja bawahannya pasca-OTT KPK,” ujar Emma dihubungi, Rabu (6/1).

Yang paling kentara, juga kata Emma, masih adanya sejumlah kerabat Wahid di posisi strategis pemerintahan. Dari sekretaris daerah yang notabene adik kandung Wahid, hingga sang istri yang menjabat kepala dinas.

Tak cukup di lingkar eksekutif, dinasti Wahid juga merambah ke lingkup legislatif. Putra Wahid, Almien Safari saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD HSU.

“Ini yang menjadi pembicaraan hangat di warung-warung,” ujarnya.

“Seharusnya pasca-OTT KPK, mereka mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, dan menghilangkan kesan dinasti,” sambungnya.

Emma meminta KPK segera memproses hukum pihak-pihak yang terlibat praktik setoran fee proyek ke Bupati Wahid.

Lantas, apa yang mendorong tumbuh suburnya praktik setoran fee proyek ke Bupati HSU? Faktor ancaman masih menjadi yang utamanya.

“Jika tidak memberi fee, jangan harap dapat proyek, ‘kan begitu,” ujarnya.

Emma melihat Badan Pengawas Keuangan daerah perlu proaktif mengawasi setiap pelaksanaan proyek.

Dari awal, cara lelang proyek mesti sesuai. Setelahnya, pemenang lelang diumumkan ke publik.

“Misalnya proyek jalan A pakai CV si A ikut lelang dan menang. Akan terlihat di papan pengerjaan. Itu saja tidak cukup. Kadang, yang bermain proyek ini adalah ‘orang-orang kuat’. Yang pakai CV lain, jadi sudah banyak potongan,” ujarnya.

“Jadilah potong bebek angsa. Kalau ketahuan semuanya dimasak dikuali,” sambung Emma merujuk kasus tertangkapnya Maliki Cs.

Emma meminta pelaksana bupati HSU bersikap tegas. Minimal, mem-blacklist nama-nama kontraktor yang terlibat dalam skandal suap Abdul Wahid.

“Pimpinan sekarang mestinya tegas. Kalau kontraktor lama sudah melakukan pungli, haram hukumnya terlibat,” ujarnya.

Pernyataan Plt Bupati Husairi Abdi sebelumnya yang menyebut jika Pemkab minim proyek pasca-OTT KPK mengundang atensi Emma.

“Katanya proyek sedikit kontraktor banyak. Tapi nyatanya kontraktor luar dari Barabai, Tanjung, yang masuk. Ini yang jadi pertanyaan,” ujarnya.

Terpisah, anggota DPRD HSU, Syaibani tak menampik jika praktik korup seakan sudah mengakar sampai level terbawah.

Ke depan sangat tergantung komitmen pimpinan dan seluruh penegak hukum. Untuk penerapannya, jangan hanya semboyan dan pamflet.

“Jangan hanya semboyan, dan pamflet. Tapi kenyataannya nego di belakang meja,” ujarnya.

Setelah OTT KPK, klaimnya, DPRD HSU telah melakukan sederet evaluasi. Di antaranya mengenai promosi pejabat.

Pernyataan menarik kemudian keluar dari Syaibani. Politikus Gerindra ini menyatakan jika proses promosi jabatan di HSU telah bebas pungli.

Apa buktinya? “Ya dari beberapa orang pejabat eselon 2 dan 3 yang sudah dilantik ataupun yang masih Plt setahu kami tidak ada yang setor uang. Kalau dulu hampir semuanya setoran,” ujarnya.

“Promosi kenaikan pangkat dan jabatan sudah bebas dari pungli dan lain sebagainya, tender-tender proyek sudah mulai dan transparan, tapi bagaimana pun belum bersih sepenuhnya,” ujarnya.

Oleh karenanya, Syaibani mengajak semua pihak mengambil peran untuk mengembalikan marwah Kota Bertakwa dari stigma negatif akibat OTT KPK.

“Kita semua harus mengambil peran menjadikan HSU bebas dari korupsi dan gratifikasi,” ujarnya.

Korupsi HSU: Ketika ‘Jongos-Jongos’ Abdul Wahid Bermunculan di Persidangan, Bagaimana KPK Meresponsnya?



Komentar
Banner
Banner