bakabar.com, MAGELANG - Sampah menjadi salah satu permasalahan masyarakat yang sulit diurai di berbagai daerah.
Bahkan, permasalahan sampah sudah menjadi isu masif sejak tahun 2015 hingga memunculkan wacana perluasan sejumlah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Magelang.
Berangkat dari kejadian tersebut, seorang warga Jurang Ombo Utara, Kota Magelang, Enti Sri Hardani memiliki ide untuk mengubah sampah agar menjadi lebih bermanfaat.
Akhirnya, pada 2015, Eti mendirikan Bank Sampah Bougenvile yang ia kelola bersama masyarakat sekitar tempatnya bermukim.
"Awalnya dikelola sekitar 10 orang warga dari kampung ini, sistemnya warga mengumpulkan sampah, lalu kami memberi uang ke mereka, seperti dibeli," kata Enti saat ditemui Apahabar.com, Selasa (6/6).
Sampah yang dikumpulkan kepada Eti selanjutnya dipilah berdasarkan bahannya, kardus, plastik, karet dan yang lain, untuk selanjutnya, sebagian diolah menjadi kerajinan tangan, sebagian dijual ke tukang rongsokan.
Melalui usaha tersebut, Eti dan rekan-rekannya mampu mengumpulkan 25 kg hingga 30 kg sampah per hari.
Di tangan ajaib Eti, sampah plastik dan kemasan makanan ringan bisa diolah menjadi tas, vas bunga, hingga hiasan dinding yang cantik, dan dijual dengan harga variatif.
"Di jual hanya saat pameran saja, mulai dari Rp50.000, tetapi untuk kerajinan tidak setiap saat produksi," sambung Eti.
Mantan pegawai Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Magelang itu mengaku, didirikannya bank sampah tak hanya membuat kampung tempat tinggalnya bersih, namun juga membantu perekonomian warga.
"Setiap warga bisa menjual, menabung, bahkan meminjam uang dan membayarnya menggunakan sampah," kata Eti.
Setiap sampah di bank tersebut harganya cukup variatif, yakni kantong plastik Rp800 per kg, botol plastik Rp1.000 per kg dan kardus Rp2.000 per kg.
Sekitar 2 tahun berselang setelah bank sampah itu berdiri, Eti dan rekan-rekannya berhasil menambah unit usaha berupa warung kelontong dengan modal ratusan ribu rupiah. Lantas selama 6 tahun, asetnya pun mencapai Rp 30 juta.
Tak sampai di situ saja, kelontong yang dinamai Warung Barter itu bahkan bisa memberikan modal pada usaha angkringan dan catering yang dijalankan anggotanya.
Sesuai namanya, Warung Barter bukan hanya menerima alat pembayaran berupa uang saja, namun juga sampah.
Enam tahun setelah mendirikan Bank Sampah Bougenville, Eti melebarkan sayap dengan usaha ternak maggot yang masih juga menggunakan sampah.
Pada tahun 2021, Eti mendirikan budi daya maggot hanya dengan bermodalkan bibit yang dipelihara dalam wadah plastik dan diberi makan sampah.
Larva pengurai sampah tersebut dipilihnya menjadi usaha lanjutan, lantaran dianggap masih satu garis dengan pemanfaatan sampah dan cara pemeliharaannya pun terbilang mudah.
Dari segenggam bibit, kini Eti memiliki puluhan basi yang berisi ribuan magot di rumahnya untuk dijual ke peternak lele hingga para pemancing.
Menurut Eti, pemeliharaan Maggot cukup mudah, yakni hanya dengan meletakkannya di basi dan diberi makan sampah basah seperti buah, atau daging.
"Maggot yang diberi makan daging biasanya akan lebih gemuk, kami mendapatkan limbahnya untuk pakan dari penjual bebek potong," kata Etik.
Hampir setiap hari, Eti bisa melakukan panen maggot untuk dijual kembali dengan harga mulai dari Rp7.000 per kg.
Dalam sebulan, usaha ternak maggot milik Eti bisa menjual kurang lebih 70 hingga 120 kg tergantung permintaan.
"Selalu habis dan selalu ada yang beli, pembeli dan pasarnya didapat dari gethok tular atau dari mulut ke mulut, mereka membelinya biasanya di atas 5 kilogram sekali ke sini," katanya.
Usaha Eti dalam mengolah sampah hingga budi daya maggot juga sudah mendapat berbagai penghargaan dari Pemerintah Kota Magelang.
"Pernah Juara 1 Lomba Pengelolaan Lingkungan Hidup Tingkat Kota, Juara 3 Lomba Bank Sampah, dan masih banyak lagi," bebernya.
Dengan adanya usaha ini, Eti berharap, kebersihan masyarakat bisa lebih terjaga dan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya.