bakabar.com, BANJARMASIN – Ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) makin dingin. Suhu terendah mencapai 23 derajat saat pagi hingga 24 derajat celcius di malam hari.
Hal tersebut tak lepas dari guyuran hujan lebat yang terus mendera beberapa hari terakhir.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan telah merilis daftar wilayah berstatus siaga banjir.
Selain Banjarmasin, ada nama Kabupaten Barito Kuala, dan Banjar. Sementara Tapin berstatus waspada banjir.
BPBD Banjarmasin mulai bergerak menyiapkan sederet langkah antisipasi. Hujan dengan intensitas tinggi yang diprediksi terjadi hingga awal tahun mendatang dikuatirkan memicu luapan air sungai.
"Curah hujan diprakirakan dari November sampai Februari 2022 cukup tinggi. Artinya berkisar dari 20 hingga 70 persen," ujar Kepala BPBD Banjarmasin, Fahruraji, Senin (1/11).
Mengutip laporan BMKG peningkatan curah hujan, lebih karena dampak dari fenomena La Nina.
La Nina fenomena alam di mana suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah turun hingga menjadi lebih dingin daripada biasanya.
Mengantisipasi peningkatan permukaan air, program revitalisasi dan normalisasi sungai digalakkan. BPBD turut menggandeng Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Termasuk membersihkan saluran drainase yang mampet akibat serakan sampah.
Banjarmasin, kata dia, sebenarnya tak mengenal istilah kebanjiran. Melainkan 'calap' atau terendam akibat fenomena pasang surut air laut.
“Juga akibat kiriman dan limpahan air daerah hulu sungai menuju perbatasan kota,” ujarnya.
Sejumlah titik banjir telah dipetakan BPBD di bagian selatan dan timur Banjarmasin.
"Daerah rendah di sanalah yang tergenang pada awal tahun tadi, seperti itu kondisinya," ucapnya.
Kendati sederet upaya tengah diupayakan, BPBD sampai kini ternyata belum memiliki peta zonasi bencana.
Pihaknya baru merencanakan pembuatan peta kawasan rawan banjir tersebut pada tahun depan.
"Karena memang rencananya di APBD Perubahan pengen kami buat, tapi memang ada secara teknis tidak bisa dibuat. Insya Allah tahun 2022 semester awal selesai," pungkasnya.
Selain itu, ia juga meminta seluruh masyarakat bahu membahu mengantisipasi banjir. Minimal tidak membuang sampah sembarangan.
“Terutama di saluran air. Selain itu, perlu kesiapsiagaan dan kewaspadaan dari seluruh warga Banjarmasin," imbuhnya.
Fungsi Peta Bencana
Serangkaian bencana alam yang terjadi di Indonesia seharusnya membuat pemerintah mempertimbangkan penggunaan peta bencana.
Peneliti dari Bidang Informasi Geospasial (BIG) Arief Syafi’i, seperti dilansir CNN Indonesia, ada serangkaian tahap pra-bencana, saat bencana, hingga pascabencana yang memuat informasi di atas permukaan bumi berdasar bentuk koordinat.
Di tahap pra-bencana, peta manajemen yang disusun BIG memetakan ancaman bencana untuk langkah mitigasi.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Pemetaan tersebut diharapkan bisa membantu masyarakat di wilayah dengan status rawan bencana untuk siap siaga dalam melakukan langkah mitigasi.
“Supaya dalam mitigasi kita bisa minimalisir dampak,” ujarnya.
Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim BIG Ferrari Pinem mengatakan tahap pra-bencana erat kaitannya dengan proses mitigasi.
Dalam hal ini, tahap pra bencana mencakup pemetaan rawan bencana dan peta kontijensi. Berdasarkan data tersebut, nantinya pihak terkait bisa membaca daerah mana saja yang bisa mendapat fokus mitigasi bencana.
Ferrari mengatakan peta kontijensi bisa dipakai untuk mengurangi dampak ketidakpastian dengan melakukan pengembangan skenario dan proyeksi kebutuhan ketika dalam tahap darurat.
“Peta rawan bencana, ketika kita mengetahui lokasi rawan bencana , kita bisa mengantisipasi. Peta pra-bencana disiapkan untuk melakukan skenario agar saat terjadi bencana kita bisa mengantisipasi,” tutur Ferrari di kesempatan yang sama.
Saat terjadi bencana, pihak terkait yang terdiri dari BIG, LAPAN, dan BNPB bisa melakukan pemetaan tanggap bencana. Pemetaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dan rencana pemulihan pascabencana. Data pemetaan yang diperoleh juga bisa digunakan oleh pemerintah untuk mengirimkan bantuan dengan cepat dan tepat sasaran.
“Saat bencana yang dibutuhkan di sana berapa logistiknya, berapa yang terkena dampak, berapa keluarga yang terdampak,” ujarnya.
Sementara di tahap pascabencana atau pemulihan, seluruh data yang diperoleh saat pra-bencana dan saat terjadi bencana dikompilasi dan analisis untuk menghasilkan rekomendasi.
Hasil analisis bisa diterapkan dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk menentukan tingkat kelayakan lahan sebelum dibangun.
“Data yang dari peta rawan, kemudian peta dampak, peta tanggap bencana, kemudian diolah kembali untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan di dalam perencanaan tata ruang,” imbuh Ferrari.