bakabar.com, JAKARTA - Anak yang menggunakan internet berlebihan, berpotensi alami gangguan perilaku. Masalah kesehatan lain juga mengintai anak.
Anak yang kecanduan dan tak mengendalikan impulsifnya untuk terus bersentuhan dengan gawai berpotensi mengalami bermacam gangguan dalam proses tumbuh kembangnya.
Pakar kejiwaan subspesialis anak dan remaja lulusan Universitas Indonesia dr Anggia Hapsari, Sp.K.J, Subsp. A.R.(K) mengatakan anak rentan mengalami adiksi perilaku bila menggunakan internet berlebihan. Disebut berlebihan jika anak menggunakan internet lebih dari empat jam sehari.
"Anak sulit mengendalikan dorongan dalam diri mereka untuk misalnya setop main game," ujar dr. Anggia dalam diskusi yang digelar daring bersama awak media, Jumat (21/7).
Baca Juga: Jelang Tahun Ajaran Baru, Simak Tips Siapkan Mental Anak ke Sekolah
Anggia yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia juga mengatakan, anak-anak yang mengakses internet berlebihan juga rentan terkena gangguan pengendalian impuls. Gangguan tersebut biasanya muncul dalam bentuk gerakan psikomotor atau vokal yang tak disadari. Dampaknya, ini akan membuat anak-anak terlihat berbeda dari anak-anak seusianya.
Masalah kesehatan lain yang juga bisa dialami anak adalah gangguan subtipe obsesif kompulsif (ODC). Dia mencontohkan, anak-anak yang terbiasa bermain gim daring kemudian karena suatu sebab tak bisa memainkannya, akan terus menerus memikirkan hal ini. Anak kemudian menyikapi dengan perilaku-perilaku tertentu untuk meniadakan pikiran tersebut.
Risiko Eksploitasi dan Kekerasan secara Daring
Hal berbahaya lain yang berpotensi terjadi pada anak akibat kemudahan mengakses internet dan gawai tanpa memiliki kemampuan penilaian dan pengendalian yang baik bisa menjebak anak pada risiko terkena eksploitasi dan kekerasan secara daring.
Anggia lalu menyebut bentuk baru kekerasan dan eksploitasi pada anak yang mungkin tak disadari orangtua antara lain interaksi terkait kekerasan seksual berupa sexting atau praktik mengirim pesan, foto atau video yang eksplisit secara seksual melalui pesan teks, serta live video.
"Dampaknya terhadap anak kalau mengalami kekerasan secara online bisa mereka menjadi malu terhadap apa yang mereka alami," ujar Anggia menjelaskan.
Baca Juga: Penting! Perhatikan Pemenuhan Gizi Anak Sebelum Usia Lima Tahun
Anggia menambahkan, anak korban kekerasan yang merasa malu dengan apa dialami pasti akan menyalahkan diri sendiri. Mereka juga rentan disalahkan orangtua atau guru dan orang-orang di sekitarnya, merasa tertuduh hingga dikhianati oleh orang yang telah dipercayainya.
Ini, kata Anggia, pada akhirnya dapat memunculkan gangguan psikologis lain seperti kecemasan, gangguan perilaku dan suasana hati seperti depresi.