Buku Fossil Future

Bahan Bakar Fosil, Buku 'Fossil Future': Masa Depan Peradaban Manusia

Diskusi Juru.Buku edisi ke-33 bersama Remark Asia secara khusus membahas tentang buku fenomenal berjudul Fossil Future (2023) besutan Alex Epstein.

Featured-Image
Juru.Buku #33 bersama Re-Mark berbincang tentang buku Fossil Future (2023). 

bakabar.com, JAKARTA - Diskusi Juru.Buku edisi ke-33 bersama Remark Asia secara khusus membahas tentang buku fenomenal berjudul Fossil Future (2023) besutan Alex Epstein.

Bincang-bincang tersebut melibatkan Dwi Rahmad Muhtaman (pegiat sustainability Remark Asia) dan Yando Zakaria (antropologis independen) sebagai tuan rumah dengan narasumber IGG Maha Adi yang merupakan dosen komunikasi lingkungan.

Diskusi yang disiarkan langsung melalui akun youtube Re-Mark Asia pada Jumat (21/7) itu dimulai dengan telaahan mengenai buku Fossil Future. Buku itu dianggap kontroversi karena bersinggungan dengan energi tua peradaban manusia, yakni bahan bakar fosil.

"Buku ini kontroversial karena mengangkat pandangan yang agak berbeda tentang energi masa depan di Bumi ini" ujar Pegiat Sustainability Re-Mark Asia Dwi R Muhtaman, dalam siaran langsung  di akun youtube Re-Mark Asia, Jumat (22/7).

Baca Juga: PLN Kembangkan PLTP Ulumbu, Kurangi Ketergantungan Energi Fosil

Lanjut Dwi, pandangan umum mengenai masa depan di Bumi selalu mengarah kepada pengembangan energi baru yang lebih ramah lingkungan. Hal itu dianggap sebagai solusi untuk mengantisipasi kondisi lingkungan yang kian memburuk.

"Kini, orang-orang membayangkan sumber energi Bumi yang berwawasan lingkungan, lebih jernih, dan hijau" terangnya.

Tuduhan memburuknya lingkungan, lanjut Dwi, dilayangkan kepada para penggunaan bahan bakar fosil yang melimpah. Sedangkan dalam buku Fossil Future ditemukan adanya dampak poistif dari konsumsi bahan bakar fosil yang ternyata jauh melebihi dampak negatifnya.

Secara lugas, buku itu menjelaskan bahwa penggunaan bahan bakar fosil mampu mengurangi kematian karena pengaruh iklim ke tingkat paling rendah. Akibatnya, bisa dipastikan, manusia lebih aman dari dampak negatif perubahan iklim.

Baca Juga: Aktivis Iklim Geruduk Kedutaan Besar Jepang, Tuntut Setop Pendanaan Energi Fosil

"Manusia jauh lebih aman dengan penggunaan bahan bakar fosil untuk membangun infrastruktur dalam menghadapi perubahan iklim," ungkap IGG Maha Adi, Ketua Green Press Indonesia.

Lanjut Adi, bahan bakar fosil telah membawa manusia berhasil menemukan pemanas, penghangat ruangan, pendingin ruangan, bahkan mesin inkubator. "Hal tersebut mampu mengurangi angka kematian yang sangat signifikan," tegasnya.

Apa yang terjadi di masa depan, dalam Fossil Future, Epstein menerapkan 'kerangka pertumbuhan manusia' pada bukti terbaru. Menurut IGG Maha Adi, Epstein sampai pada kesimpulan mengejutkan bahwa manfaat bahan bakar fosil akan terus melebihi efek sampingnya, termasuk dampak iklim bagi generasi yang akan datang.

"Jalan menuju pertumbuhan manusia global, menurut Epstein adalah kombinasi dari penggunaan lebih banyak bahan bakar fosil," terang IGG Maha Adi.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi, IESR: Regulasi Setara Antara EBT dan Energi Fosil

Dengan begitu, menjadi lebih baik dalam 'penguasaan iklim', dan menetapkan kebijakan kebebasan energi yang memungkinkan nuklir dan alternatif lain yang benar-benar menjanjikan untuk mencapai potensi jangka panjang.

Sebagai informasi, Fossil Future merupakan buku karya Alex Epstein. Ia merupakan seorang konsultan cum aktivis yang mempromosikan kebebasan energi untuk manusia dan kemanusiaan.

Penulis buku laris New York Times itu mengacu pada data terbaru dan wawasan baru untuk menantang semua pemahaman yang beredar selama ini, utamanya terkait dengan masa depan energi.

Selama lebih dari satu dekade, pakar energi Alex Epstein telah meramalkan bahwa setiap dampak negatif dari penggunaan bahan bakar fosil pada iklim akan sebanding dengan manfaat unik bahan bakar fosil bagi perkembangan manusia.

Baca Juga: Masih Tergantung Energi Fosil, Begini ESDM Genjot Transisi Energi

Termasuk di dalamnya, kemampuan yang tak tertandingi untuk menyediakan energi yang andal dan berbiaya rendah bagi miliaran orang di seluruh dunia, terutama orang-orang termiskin di dunia.

Hal itu menjadi pertentangan dengan apa yang kita dengar dari 'ahli' tentang revolusi energi terbarukan dan kondisi darurat iklim saat ini.  Klaim luas hari ini tentang bencana iklim yang segera terjadi dan dominasi energi terbarukan secara masif, menurut Epstein, didasarkan pada apa yang disebut sebagai 'kerangka kerja anti-dampak'.

Kerangka kerja anti-dampak merupakan seperangkat metode yang salah, asumsi yang salah, dan nilai-nilai anti-manusia yang telah menyebabkan para ahli yang ditunjuk media untuk membuat prediksi yang salah tentang bahan bakar fosil, iklim, dan energi terbarukan selama lima puluh tahun terakhir.

Diteliti secara mendalam dengan cakupan yang luas, buku itu akan membuat pembacanya untuk memikirkan ulang semua yang telah diketahui tentang masa depan penggunaan energi, lingkungan, dan iklim.

Editor
Komentar
Banner
Banner