bakabar.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyarankan agar daerah bisa meningkatkan produksi pangan lokal untuk mengatasi inflasi daerah.
Peningkatan produksi pangan lokal diperlukan lantaran terdapat beberapa daerah yang mengalami kenaikan inflasi di atas nasional. Sebut saja Jawa Barat yang mencatat angka inflasi sebesar 6,04 (yoy), Bengkulu 5,99 persen (yoy), Kalimantan Barat 6,3 persen (yoy), Sulawesi Tengah 5,97 persen (yoy), dan Maluku 6,28 persen (yoy).
Angka inflasi tersebut berada di atas rata-rata nasional sebesar 5,51 persen pada 2022 dibanding periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
"Terutama untuk daerah-daerah yang sedang mengalami defisit komoditas seperti beras, bawang, cabai merah, hingga ayam," ujar Tauhid dalam diskusi publik secara daring di Jakarta, Senin (30/1).
Baca Juga: INDEF Prediksi BI Tahan Suku Bunga Acuan pada Februari 2023
Untuk itu, daerah-daerah tersebut bisa melakukan penanaman ataupun beternak agar tidak mengimpor dari daerah lain. Hal ini berkaca dari tahun 2022, saat ditemukan setidaknya 18 provinsi (52,9 persen) di Indonesia yang mengalami defisit beras dan 24 provinsi (70,6 persen) yang mengalami defisit bawang.
"Juga ada 5 provinsi yang mengalami defisit cabai merah, serta 7 provinsi (20,6) persen daerah mengalami defisit daging ayam," ujarnya.
Menurut Tauhid, peningkatan produksi pangan lokal dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni melalui gerakan menanam komoditas tertentu, dukungan benih bermutu dan ketersediaan pupuk, pendampingan petani, serta akses ke pembiayaan dan kredit usaha rakyat (KUR).
Langkah tersebut bisa dilakukan melalui pengembangan kemitraan dengan lembaga terkait pembiayaan, pembelian, dan logistik, serta teknologi budidaya dan food losses 20 persen sampai 30 persen pada panen, pengangkutan, pengepakan, dan lain-lain.
Baca Juga: INDEF Prediksi Dominasi Oligarki di Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
Selain produksi pangan lokal, Tauhid menambahkan, efektivitas operasi pasar pun harus ditingkatkan dengan volume operasi pasar sesuai kebutuhan, memilah komoditas pilihan seperti cabai merah, telur ayam, daging ayam, dan beras, manajemen pemantauan dini pada pasar tradisional, serta membatasi gerak spekulan, penimbunan, dan permainan harga.
"Pengeluaran aturan kewenangan yang lebih tegas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengatur komoditas pemicu inflasi turut diperlukan agar tidak ada kenaikan harga komoditas secara bersamaan sehingga menyebabkan inflasi yang cukup tinggi baik di daerah maupun secara nasional," paparnya.
Pemangkasan rantai distribusi pangan juga diperlukan untuk mengatasi inflasi daerah, yaitu melalui Kerja sama Antar Daerah (KAD) untuk memastikan stok tersedia pada saat dibutuhkan, chanelling rantai distribusi dari luar provinsi langsung ke pedagang pengepul, serta koordinasi dan fasilitasi pedagang eceran untuk pengurangan beban kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Dia melanjutkan, peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam manajemen stok pangan pun penting untuk mengatasi inflasi daerah.
Baca Juga: INDEF: Pertumbuhan Ekonomi Pulih, Tapi Strukturnya Jomplang
"Peran tersebut seperti pengembangan sistem logistik dan kelancaran arus barang ke seluruh daerah, inovasi jaminan pembelian produksi lokal dengan harga wajar, serta perbaikan tata kelola BUMD sendiri," tuturnya.
Reformasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), sambung Tauhid, menjadi salah satu langkah penting lainnya dalam mengatasi inflasi daerah, yaitu terutama reformasi di kelembagaan, perencanaan dan penganggaran, serta pengawasan dan evaluasi.