bakabar.com, BARABAI – Aspirasi para kepala desa atau pembakal se Hulu Sungai Tengah (HST) melalui Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (Apdesi) terhalang aturan.
Sebanyak 150 dari 166 pembakal di HST sepakat meminta kebijakan Pemkab setempat agar masa jabatannya yang habis 22 Oktober 2020 nanti diperpanjang hingga Juni 2021. Atau sebelum memasuki masa Pemilihan Pembakal atau Kepala Desa yang diundur akibat Covid-19 dan masa Pilkada HST 2020.
“Masih belum final. rencana Selasa depan duduk bareng sama pak bupati dan anggota dewan, Pak Alamsyah dan yang lainya,” kata Wakil Ketua Apdesi HST, Abdurrahman yang saat ini menjabat pembakal Desa Awang Besar Kecamatan Barabai kepada bakabar.com, Sabtu (29/8).
Dalam audiensi yang dilakukan perwakilan Apdesi dengan Pemkab HST, kemarin (27/8), Abdurrahman, Asisten I Bidang Pemerintahan, H Ainur Rafiq mengatakan permohonan para pembakal akan disampaikan kepada bupati dan akan dipertimbangkan.
“Mudahan ada jalannya,” kata Abdurrahman
Ada 3 tuntutan yang disampaikan perwakilan Apdesi HST kepada Pemkab. Yakni, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga turut diperpanjangnnya masa jabatan sejalan dengan masa jabatan pembakal dan tidak ada pengangkatan pejabat pembakal dari ASN.
Kemudian, jika hal tersebut tidak disetujui atau diterima, para pembakal sepakat untuk meminta tali asih di akhir masa jabatan sebesar Rp50 juta.
“Jika memang ini tidak bisa dikabulkan karena aturan (undang-undang maupun perda), kami memohon waktu Pilbakal dipercepat,” terang Abdurrahman.
Permintaan dari para pembakal itu disebabkan banyaknya waktu kosong hingga masa Pilbakal yang diisukan pada Juli 2021 nanti.
Apalagi kebanyakan pembakal, bakal mencalon lagi.
Kendati demikian, para pembakal sadar sudah ada aturan, mekanisme tentang masa jabatannya. Namun, mereka menghendaki, jika ada kemungkinan diperpanjang.
“Kalau bisa diperpanjang. Karena waktu Pilbakal juga terlalu lama. Sekitar 8 bulan kami menunggu kami merasa diberhentikan,” tutup Abdurrahman
Sementara itu, menanggapi pernyataan Apdesi yang melakukan audiensi saat itu, Asisten I, Ainur Rafiq menyebutkan hal itu terbentur dengan undang-undang, Permendagri dan Perda maupun Perbup.
“Kita belum berani mengambil kebijakan yang diminta Apdesi. Karena ada aturan Perda dan Undang-Undang Desa. Kita berpegang pada peraturan itu,” kata Rafiq.
Terkait tali asih, lanjut Rafiq, sampai saat ini pemerintah belum menganggarkan. Hal itu juga bertentangan dengan aturan.
Namun untuk hal itu sudah ada solusinya sejak 2 tahun lalu. Para pembakal dimasukkan ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Hanya saja karena baru 2 tahun, dari sisi pencairan tidak sebanyak yang dipinta para pembakal. Tetapi sudah mengcover asuransi para pembakal yang berhenti dari jabatannya.
“Harapannya dengan itu bisa menjadi tali asih. Karena desa yang mengeluarkan dananya,” kata Rafiq.
Sementara permintaan agar Pilbakal dipercepat, Ainur menjelaskan akan diusahakan secepat mungkin pelaksanaannya. Tentunya sesuai dengan aturan terkait tahapan Pilbakal yang berlaku.
“Untuk proses tahapan Pilbakal, kami mencoba untuk mencari jalan keluarnya dengan Dinas PMD HST dan akan kita upayakan agar tidak terlalu lama. Paling tidak setelah selesai Pilkada, sesuai aturan Mendagri,” terang Rafiq.
Rafiq menerangkan penundaan Pilbakal itu diakibatkan pandemi Covid-19. Pilbakal yang seharusnya digelar pada Oktober 2020 molor hingga 2021.
Terlebih Pilkada yang digelar pada September 2020 juga molor hingga Desember 2020. Karena tahapan Pilkada dijadwalkan mulai September, maka Pilbakal diundur hingga 2021.
“Pihak pengamanan dari kepolisian tidak berani mengambil sikap untuk penagamanan dua kegiatan sekaligus karena tahapan Pilkada dimulai September ini. Ini yang menjadi penyebabnya hingga diundur. Dan ini juga sesuai dengan surat Mendagri Pilbakal serentak di 2021. Namun belum ditentukan kapan tepatnya,” tutup Rafiq.
Sementara itu Kepala Dinas PMD HST, H Fahmi mengatakan sesuai ketentuan aturan, tidak ada peluang bagi para pembakal untuk memperpanjang masa jabatannya.
Sebab, apabila berakhir masa jabatan pembakal maka diberhentikan oleh bupati. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
Kemudian, mengacu pada PP Nomor 43 Tahun 2014. Dijelaskan dalam PP itu, apabila terjadi penundaan Pilbakal maka Bupati mengangkat penjabat pembakal dari pegawai negeri.
“Ini berlaku sampai masa pemilihan nanti. Tidak ada peluang karena aturannya jelas,” terang Fahmi.
Perlu diketahui untuk mengisi 150 jabatan pembakal yang kosong hingga 2021 nanti, saat ini Pemkab HST mengupayakan mencari ASN sebagai pejabatnya.
Editor: Fariz Fadhillah