bakabar.com, JAKARTA - Kurs rupiah sedang tak baik-baik saja. Bank Indonesia (BI) menyadari hal itu. Sayangnya, mereka tak berkutik.
Kata Gubernur BI Perry Warjiyo, pergerakan menuju Rp16.000 per dolar AS sulit dibendung. Apalagi kurs jual rupiah saat ini sudah berada di level Rp15.917,19.
Perry bersandar pada tingginya ketidakpastian global. Dinamika yang terjadi amat sangat cepat.
Baca Juga: Parah! Rupiah ke Dolar AS Nyaris Tembus Rp16.000
Ada lima perubahan global yang akan terjadi dengan sangat cepat. Merujuk pada hasil pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia 2023 baru-baru ini di Maroko.
Pertama, pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Durasinya diperkirakan dalam kurun waktu dua tahun ke depan.
Hal itu disebabkan divergensi pertumbuhan yang semakin lebar. Diprediksi baru stabil pada tahun 2025 dan 2026
"Kemungkinan dalam dua tahun ke depan, 2024 dan 2025 pertumbuhan ekonomi akan melambat," ungkap Perry dikutip, Jumat (20/10).
Kedua, tensi ketegangan geopolitik yang meningkat. Ini menjadi salah satu sebab terkereknya harga minyak dan pangan.
"Ketegangan geopolitik mempengaruhi harga minyak dan pangan memperlambat inflasi," ujarnya.
Ketiga, suku bunga AS diperkirakan akan melonjak dalam jangka panjang, dengan ketidakpastian tinggi. Perry memprediksi penurunan baru akan terjadi pada paruh kedua 2024.
Baca Juga: Hambat Penguatan Dolar AS, Bank Indonesia Naikkan Suku Bunga
"Suku bunga di negara maju termasuk Amerika Serikat (Fed Fund Rate) diperkirakan akan higher for longer hingga paruh pertama 2024," jelasnya.
Keempat, kenaikan suku bunga global. Termasuk dalam hal ini obligasi pemerintah. Serta yang kelima, disebabkan penguatan dolar AS dan melemahkan mata uang negara lain, termasuk rupiah.
Perry memprediksi penurunan tekanan terhadap rupiah baru akan terjadi tahun depan. "Penurunan mungkin baru akan mulai pada paruh kedua tahun depan. Jadi kemungkinan itu akan begitu," tutupnya.