Peluncuran Nusantaranomics

Andalkan Lokal, Nusantaranomics Bisa Dongkrak Ekonomi 8 Persen

Guru Besar Ekonomi Politik IPB Didin S. Damanhuri menyebut implementasi konsep Nusantaranomics akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen.

Featured-Image
Guru Besar Ekonomi Politik IPB, sekaligus salah satu pendiri lembaga kajian ekonomi Indef Didin S. Damanhuri ditemui di Simposium dan Lokakarya Nasional Nusantaranomics di Jakarta, Senin (27/2/2023). Foto: ANTARA/

bakabar.com, JAKARTA - Guru Besar Ekonomi Politik IPB Didin S. Damanhuri menyebut implementasi konsep Nusantaranomics akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen.

Didin mengungkapkan konsep Nusantaranomics akan lebih memprioritaskan ekonomi lokal yang saat ini sudah mulai dijalankan pemerintah meski konsepnya belum secara resmi diadopsi.

“Kalau sekarang kan belum diadopsi, jadi kita sampaikan tawaran ini tapi Presiden Jokowi ternyata sudah merespons bahwa ekonomi lokal, UMKM, semacam Nusantaranomics itu akan diprioritaskan sangat tinggi ke depan,” ujarnya di sela Simposium dan Lokakarya Nasional Nusantaranomics di Jakarta, Senin (27/2),

Pendiri lembaga kajian ekonomi Indef itu menuturkan ada tiga ciri Nusantaranomics yang dapat membentuk konstruksi perekonomian yang lebih tangguh ke depan. Pertama, tidak ada pertentangan antara pertumbuhan dan pemerataan; kedua, tidak ada pertentangan soal materialisme dan spiritualisme di mana nilai tradisi agama harus sejalan dengan capaian ekonomi.

Baca Juga: Nusantaranomics, Kebangkitan Ekonomi Daerah Jelang Indonesia Emas 2045

"dan ketiga, kepedulian terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan dan memperhatikan kelestarian ekologis,"ujarnya.

Ekonom senior itu menyebut ketiga ciri konsep Nusantaranomics mulai terimplementasikan di daerah-daerah. Konsep Nusantaranomics merupakan model pendekatan ekonomi politik heterodoks ala Indonesia yang memiliki kemiripan karakteristik dengan konsep ekonomi solidaritas (The Solidarity Economy).

“Menurut saya, kalau tidak ada kebocoran karena sangat memperhatikan amanah untuk tidak korupsi, tidak merusak lingkungan dan nilai tradisi keagamaan bisa jadi pendorong kemajuan, maka pertumbuhan yang rata-rata sekitar 5 persen di era reformasi, kalau ini diadopsi (Nusantaranomics) saya rasa bisa di atas 8 persen,” ungkapnya.

Dengan konsep itu, kebijakan ekonomi di setiap daerah tidak perlu seragam karena disesuaikan dengan potensi daerah. Misalnya daerah dengan potensi sumber daya alam, sumber daya entrepreneur, sumber daya politik hingga tenaga kerja.

Baca Juga: Berakar dari Lokal, IPB: Nusantaranomics Bukan Ide Final

“Jadi berbeda-beda. Oleh karena itu perlu disesuaikan. Akan tetapi, daerah tertentu dengan sumber daya yang kurang, butuh keterampilan atau sumber daya alamnya sangat miskin itu nanti ada subsidi silang,” imbuhnya.

Sebagai contoh, Papua dengan potensi emas, tembaga, kehutanan dan perikanan. Demikian pula Jawa Barat atau Jawa Tengah dengan potensi tenaga kerja dan entrepreneurnya.

Degan begitu, menurut Didin, pembangunan ekonomi akan memprioritaskan ekonomi lokal di daerah masing-masing. Selain itu, konsep Nusantaranomics sangat tidak suka dengan regulasi yang mencari keuntungan sendiri.

Hal itu pun sejalan dengan arahan Presiden Jokowi untuk mendorong ekonomi domestik agar bisa mengurangi impor.

Baca Juga: Bonus Demografi, IPB: Peluang dan Tantangan Nusantaranomics

“Kalau ini jadi gerakan nasional, yang kebocoran (akibat korupsi) selama ini hasil studi 30-60 persen, itu bisa dikurangi jadi hanya 10 persen saja," ungkap Didin.

Dia menambahkan, "Bayangkan itu dampaknya, multiplier effect terhadap perekonomian nasional. Itu yang saya bilang pertumbuhan bisa sampai di atas 8 persen.

Editor
Komentar
Banner
Banner