bakabar.com, BANJARMASIN - Presiden Direktur Borneo Law Firm (BLF), Muhammad Pazri, menyoroti kasus foto mesum oknum kepala desa (kades) Tambak Anyar Ulu, Martapura Timur.
Sebelumnya, Pemkab Banjar telah memberikan sanksi administratif kepada oknum kades berinisial RM tersebut.
Namun apabila kembali melanggar, maka Pemkab Banjar tak segan-segan mencopotnya.
Meski tak membuat warga puas, Pemkab Banjar menilai keputusan itu sudah sesuai dengan Pasal 30 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam belied itu disebutkan, kades yang melakukan larangan sesuai Pasal 29 diberikan sanksi administratif berupa teguran lisan maupun tertulis.
Kemudian dalam Pasal 30 ayat 2 berbunyi, jika teguran tidak dilaksanakan dengan mengulangi lagi perbuatan tersebut, maka kades dapat diberhentikan sementara dan dapat dilanjutkan pemberhentian tetap.
"Berdasarkan amanat UU, bupati harus memberikan sanksi secara bertahap. Artinya bupati tidak boleh langsung memberhentikan. Jika langsung memberhentikan, malah bupati yang melanggar aturan dan bisa digugat," ucap Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Banjar, Syahrialuddin, belum lama tadi.
Baca Juga: Resmi, Bupati Banjar Keluarkan Sanksi Soal Kasus Foto Mesum Oknum Kades di Martapura Timur
Selain itu, jelas dia, berdasarkan Pasal 41, kepala daerah dapat memberhentikan sementara jika ditemukan 2 masalah.
Pertama, apabila menjadi tersangka pidana korupsi. Kedua, jika terlibat tindak pidana yang tuntutannya di atas 5 tahun.
Lantas apakah keputusan yang diambil Pemkab Banjar ini sudah sesuai?
Muhammad Pazri pun buka suara.
Menurutnya, oknum kades yang bersangkutan bisa saja diberhentikan jika mengacu pada Perda Kabupaten Banjar Nomor 7 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Pembakal.
"Tetapi melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD)," kata Pazri.
"Karenanya warga harus melalui mekanisme rapat atau mengusulkannya ke BPD terlebih dahulu," lanjutnya.
Pasalnya, jelas Pazri, oknum kades itu terbukti melanggar Pasal 29 huruf a, b, c, e dan k Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam aturan itu, kades dilarang merugikan kepentingan umum; membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan atau kewajibannya; melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa; melanggar sumpah atau janji jabatan.
Ihwal kasus ini, ia mengusulkan agar pemerintah bisa lebih spesifik membuat perda yang mengatur tentang kesusilaan.
"Meski sudah melekat di sumpah jabatan, pemerintah bisa mempertimbangkan untuk diatur detail BPMPD pemerintah daerah setempat," tandasnya.
Berikut isi Perda Kabupaten Banjar Nomor 7 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Pembakal:
Pasal 43
(1) Pembakal berhenti apabila:
a. Meninggal dunia
b. Permintaan sendiri
c. Diberhentikan
(2) Pembakal diberhentikan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c pasal ini karena:
a. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai pambakal
d. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan
e. Tidak melaksanakan kewajiban pambakal dan/atau
f. Melanggar larangan bagi pambakal
(3) Usulan pemberhentian pembakal sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b pasal ini diusulkan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ke bupati melalui camat, berdasarkan keputusan musyawarah BPD
(4) Usulan pemberhentian pembakal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f pasal ini diusulkan oleh pimpinan BPD ke bupati melalui camat berdasarkan musyawarah BPD yang dihadiri 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota BPD
(5) Pengesahan pemberhentian pembakal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan bupati
(6) Setelah dilakukan pemberhentian pembakal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pasal ini, bupati mengangkat penjabat pembakal.
Pasal 47
(1) Pembakal yang diberhentikan sementara oleh bupati tanpa melalui usulan BPD, apabila dinyatakan melakukan tindak pidana yang diancam dengan penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap
(2) Pembakal diberhentikan oleh bupati melalui usulan BPD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(3) Apabila berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan, sedangkan pembakal yang bersangkutan melakukan upaya banding maka selambat-lambatnya 1 (satu) sejak putusan pengadilan tingkat pertama dan sedangkan upaya banding dimaksud belum selesai, bupati memberhentikan pambakal tersebut.
Pasal 48
Pembakal diberhentikan sementara oleh bupati tanpa melalui usulan BPD karena berstatus sebagai tersangka melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.
Pasal 49
(1) Pembakal yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud Pasal 47 dan Pasal 48 peraturan ini, setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lama 30 hari sejak ditetapkan putusan pengadilan, bupati harus merehabilitasi dan/atau mengaktifkan kembali pembakal yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatan
(2) Apabila pembakal yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, telah berakhir masa jabatannya, bupati hanya merehabilitasi pembakal yang bersangkutan.
Pasal 50
Apabila pembakal diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud Pasal 47 ayat (1) dan 50 peraturan ini, maka sekretaris desa melaksanakan tugas dan kewajiban pembakal sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.