bakabar.com, MARTAPURA - Memasuki puncak musim kemarau, hujan masih mengguyur sebagian Kalimantan Selatan dalam sepekan terakhir.
Hal itersebut membuat sawah di Martapura Timur, Banjar, terendam banjir dan terancam gagal panen.. Para petani gelisah dan khawatir, sebab padi milik mereka sebagian belum siap dipanen.
"Kami takut jika nanti buah padinya terendam banjir, maka dipastikan tidak dapat dipanen," papar Aini, seorang petani di Martapura Timur, Senin (15/9).
Selain mengancam gagal panen, tingginya permukaan air di sawah para petani juga menyebabkan hama tikus menggrogoti padi. Hasil panen pun tentu akan berkurang.
"Jika air tinggi seperti ini, tikus juga naik memakan buahnya (padi)," lirihnya.
Aini mewakili petani lainnya mengharapkan pemerintah lebih serius dalam hal bantuan pertanian di Banjar agar kejadian serupa tidak lagi terjadi.
Dia bilang jika tahun lalu gagal tanam. Sebab setelah selesai proses menanam padi, banjir datang. Sementara kali ini, padi bisa tumbuh dengan baik. "Sayang, banjirnya datang menjelang panen," cerita Aini.
Menanggapi peristiwa itu, Kepala Dinas Pertanian Banjar, Warsita, menuturkan jika kondisi cuaca tidak menentu seperti ini terjadi tak hanya di Kalsel. Tapi juga di beberapa daerah lain.
Para petani juga diimbau agar segera memanen padinya jika memang sudah saatnya panen.
"Bagi para petani, jika kondisi sebagian besar memang sudah mesti dipanen, dipanen saja. Semoga banjir yang merendam sawah petani segera surut," tuturnya.
Jika memang terjadi banjir terus-menerus, maka Dinas Pertanian Banjar akan melakukan Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT)
POPT sendiri adalah petugas fungsional di bidang pertanian yang bertugas mengendalikan hama dan penyakit tanaman untuk melindungi produksi pangan.
Tugas utama mereka meliputi pengamatan rutin, pelaporan, peramalan, dan pelaksanaan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) serta penanganan penyakit tanaman.
Di sisi lain, Warsita bilang jika Martapura Timur merupakan daerah rawan bencana. Hal ini juga menurutnya di kecamatan tersebut banyak yang berhenti menjadi petani.
"Namun kami tetap berusaha dengan adanya optimalisasi lahan atau (oplah) dan semoga ini menjadi salah satu solusi agar masyarakat tetap semangat dalam bertani," tandas Warsita.