Tak Berkategori

Alasan Gelombang Panas Tak Ancam Indonesia Seperti di Eropa

apahabar.com, JAKARTA – Ancaman gelombang panas melanda sejumlah negara di Eropa. Meski begitu, BMKG yakin, fenomena…

Featured-Image
Pria mendinginkan tubuhnya di sebuah air mancur saat gelombang panas melanda New York City, New York, Amerika Serikat. Foto-Reuters

bakabar.com, JAKARTA – Ancaman gelombang panas melanda sejumlah negara di Eropa. Meski begitu, BMKG yakin, fenomena itu takkan terjadi di Indonesia.
“Di wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena cuaca yang dikenal dengan gelombang panas tersebut. Yang terjadi di wilayah Indonesia adalah kondisi suhu panas harian,” kata Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi Geofisika (BMKG), Herizal, Minggu (1/8) dilansir Antara.

Di wilayah Amerika Utara, gelombang panas bahkan memecahkan beberapa rekor suhu tertinggi.

Seperti di wilayah British Columbia Kanada setinggi 49,6 derajat Celcius dan 47,7 derajat Celcius di Phoenix Arizona.

“Pada pertengahan Juni 2021 telah berdampak luas pada kehidupan manusia maupun ekosistem.”

Pekan pertama Agustus 2021 suhu di Eropa Selatan bisa mencapai 40 hingga 45 derajat celcius.

Gelombang panas atau heatwave fenomena cuaca di mana suhu udara panas terjadi lebih tinggi 5 derajat celcius dari rata-rata suhu maksimum.

“Berlangsung selama lima hari atau lebih secara berturut-turut,” ujarnya.

Fenomena gelombang panas terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi. Seperti, wilayah Amerika, Eropa dan Australia, dan terjadi pada wilayah yang memiliki massa daratan yang luas.

Secara dinamika atmosfer, situasi itu dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah yang disebabkan anomali dinamika atmosfer yang berujung aliran udara tak bergerak pada wilayah yang luas. Misalnya, saat terbentuknya sistem tekanan tinggi dalam skala yang luas dan bertahan cukup lama.

“Secara geografis, wilayah Indonesia berada di wilayah ekuatorial, sehingga memiliki karakteristik dinamika atmosfer yang berbeda dengan wilayah lintang menengah-tinggi,” katanya.

Selain itu, kata Herizal, wilayah Indonesia juga memiliki karakteristik perubahan cuaca yang cepat.

“Dengan perbedaan karakteristik dinamika atmosfer tersebut, dapat dikatakan bahwa wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena cuaca yang dikenal dengan gelombang panas,” katanya.

Umumnya gelombang panas terjadi di wilayah tropis, yang disebabkan oleh kondisi cuaca cerah pada siang hari dan relatif menguat pada saat posisi semu matahari berada di sekitar ekuatorial.

Berdasarkan siklus tahunan, posisi semu matahari berada di Belahan Bumi Utara (BBU) pada Maret sampai pertengahan September.

Pada periode ini angin timuran yang identik dengan musim kemarau terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia.

Hasil amatan BMKG, suhu maksimum pada 30 Juli 2021 tercatat antara 24,0-35,5 derajat Celcius.

“Suhu maksimum sekitar 24 derajat celcius terjadi di bagian tengah Papua dan maksimum mencapai 35,5 derajat celcius terjadi di Kalimarau, Berau,” katanya.

Kondisi suhu maksimum dengan kisaran tersebut, menurut Herizal, masih berada pada kondisi normal. Di mana perubahan suhu maksimum harian masih dapat terjadi dalam skala waktu harian bergantung pada kondisi cuaca atau awan di suatu wilayah.

Sampai akhir Juli 2021, sebagian besar wilayah Indonesia atau lebih dari 73 persen zona musim berada pada musim kemarau.

“Walaupun hujan secara sporadis masih berpeluang terjadi di sebagian wilayah, secara umum situasi awan akan cukup rendah pada siang hari.

Herizal mengimbau masyarakat tetap mengantisipasi perubahan cuaca dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan diri, keluarga, serta lingkungan.



Komentar
Banner
Banner