Kalsel

Aksi Tolak Omnibus Law di Kalsel, Mahasiswa Ancam Duduki Gedung Dewan

apahabar.com, BANJARMASIN – Mahasiswa se-Kalimantan Selatan bereaksi dengan turun ke jalan atas disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja…

Featured-Image
Para mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kalsel berkumpul di halaman Gedung KNPI Kalsel, Selasa (6/10) sore. Foto: apahabar.com/Ahya Firmansyah

bakabar.com, BANJARMASIN – Mahasiswa se-Kalimantan Selatan bereaksi dengan turun ke jalan atas disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja alias Omnibus Law.

Mereka meminta Presiden Joko Widodo membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR RI, Senin (5/6) malam.

Para mahasiswa tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kalsel berkumpul di halaman Gedung KNPI, Selasa (6/10) sore.

“Kami merespons apa yang dilakukan DPR RI yang telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Kami akan melakukan aksi menduduki gedung DPRD Kalsel. Ini adalah bentuk kekecewaan kita sebab disahkannya Omnibus Law,” ungkap koordinator wilayah BEM se-Kalsel, Ahdiat Zairullah, Selasa (6/10) sore.

BREAKING NEWS: Massa Terus Mengalir ke KNPI Kalsel, Tolak Omnibus Law!

Tuntuan mereka sederhana….

Dikatakan Ahdiat, tuntutan mereka sederhana: meminta DPRD Kalsel dapat menyurati presiden agar dibuat Perppu untuk menghapus UU Omnibus Law.

“Kami harap ketika kami meminta, presiden bisa mendengarkan dan membuat Perppu itu keluar,” ujarnya.

Rencananya, para mahasiswa dari berbagai almamater kampus ini akan melakukan aksi mogok ke gedung DPRD Kalsel, Kamis (8/10) pagi.

Ahdiat mengatakan aksi mereka untuk menduduki DPRD Kalsel agar apa yang menjadi tuntutan mereka bisa benar-benar terpenuhi.

“Kita akan menduduki DPRD sampai Perppu itu keluar. Apabila belum keluar, kami akan terus melakukan aksi sampai dengan tuntutan kita dipenuhi,” ucapnya.

Ia menuturkan jika aksinya bersama mahasiswa akan ada 300 sampai 500 orang. Tak hanya mahasiswa, tapi juga gabungan elemen masyarakat.

“Kami tentu menghindari sikap anarkis. Kami akan berkoordinasi dengan pihak keamanan. Kami hanya akan melakukan aksi mogok dan berorasi serta melakukan teatrikal di sana sampai tuntutan itu dipenuhi Presiden Jokowi,” pungkasnya.

“Tolak RUU Cilaka”

Sore tadi, gelombang penolakan pengesahan RUU yang dulu bernama Cipta Lapangan Kerja atau Cilaka itu terus disuarakan.

Ratusan mahasiswa dan masyarakat dari penjuru Banua berkumpul. Mereka datang dari berbagai macam latar almamater, dan profesi.

Ada yang membawa nama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Ada juga aktivis lingkungan maupun golongan masyarakat.

Dari pantauan bakabar.com, mereka berkumpul di depan halaman gedung pemuda Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kalsel, Jalan Lambung Mangkurat, Kota Banjarmasin, sejak pukul 16.00 Wita, Selasa (6/10).

Jumlah mereka mulanya hanya puluhan. Seiring berjalannya waktu menjadi ratusan.

Mereka berkumpul dengan duduk membentuk lingkaran dan bersama-sama menyerukan penolakan tersebut.

Senin, 5 Oktober, malam tadi, DPR RI menggelar rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), salah satu organisasi yang paling menolak RUU sapu jagat itu menilai pengesahan dilakukan secara senyap dan tergesa-gesa.

“Ini menjadi puncak pengkhianatan istana dan parlemen terhadap kepentingan rakyat. RUU Cipta Kerja disahkan setelah mendapat persetujuan bersama pemerintah, DPR RI dan DPD RI,” ujar Direktur Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono, dalam keterangan tertulisnya.

“Suara penolakan dari berbagai elemen rakyat seperti organisasi buruh, petani, nelayan, akademisi, pegiat lingkungan hingga organisasi keagamaan nyatanya tidak menghambat mereka melanjutkan persekongkolan jahat melahirkan produk hukum yang akan melanggengkan ketimpangan dan laju kerusakan lingkungan hidup.”

Masifnya gelombang penolakan rakyat selama proses pembahasan RUU Cipta Kerja, kata dia, seharusnya membuat Presiden, DPR hingga DPD membatalkan proses pembahasan.

“Bukan malah bersepakat dan mengesahkan RUU Cipta Kerja. Pengesahaan RUU yang pada draft awal disebut dengan nama RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) menjadi cermin kemunduran demokrasi yang akan membawa rakyat dan lingkungan hidup pada keadaan cilaka sesungguhnya,” ujarnya.

Walhi mencatat beberapa hal krusial dalam ketentuan RUU Cipta Kerja terkait isu agraria. Beberapa hal krusial tersebut; penghapusan izin lingkungan sebagai syarat penerbitan izin usaha, reduksi norma pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban pidana korporasi hingga perpanjangan masa waktu perizinan kehutanan dan perizinan berbasis lahan.

“Mirisnya, RUU cipta kerja justru mengurangi dan menghilangkan partisipasi publik dalam ruang peradilan dan perizinan kegiatan usaha,” ujarnya.

Karenanya, Walhi, kata Kisworo, secara tegas menjatuhkan mosi tidak percaya dan mengambil sikap:

Mengecam pengesahan RUU Cipta Kerja. Menyatakan pengesahan RUU Cipta Kerja merupakan tindakan inkonstitusional dan tidak demokratis yang harus dilawan dengan sehebat-hebatnya.

Menyatakan pengesahaan RUU Cipta Kerja merupakan persekongkolan jahat proses legislasi yang abai pada kepentingan hak asasi manusia dan lingkungan hidup.

Menyatakan pengesahaan RUU Cipta Kerja merupakan bentuk keberpihakan negara pada ekonomi kapitalistik yang akan memperparah kemiskinan dan hilangnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Mengajak seluruh elemen rakyat untuk menyatukan barisan menolak serta mendorong pembatalan RUU Cipta Kerja.

Akhirnya, Banjarmasin Resmi Tinggalkan Zona Merah Covid-19!



Komentar
Banner
Banner