bakabar.com, BANJARMASIN – Sejak BBM jenis premium ditiadakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disusul dengan kenaikan harga Pertamax, Pertalite kemudian menjadi opsi pilihan utama masyarakat.
Akademisi Universitas Lambung Mangkurat, Dr. Noor Rahmini, menilai kebijakan menaikan harga BBM merupakan keputusan sulit bagi pemerintah.
Tapi dengan harga Pertalite sebesar Rp14.700 per liter, jauh lebih tinggi dibanding harga jual saat ini sebesar Rp7.650 per liter, maka kebijakan menaikkan harga pertalite menjadi pilihan yang logis. Kenaikan tersebut, kata dia, akan mengurangi beban subsidi pada APBN.
Sekretaris Prodi Magister Ekonomi Pembangunan tersebut mengatakan di sisi lain, penggunaan BBM subsidi juga masih belum tepat sasaran.
Data yang diungkap oleh Menteri Keuangan, anggaran subsidi dan kompensasi energi yang ditetapkan sebesar Rp. 502,4 triliun yang mencakup alokasi subsidi pertalite sebesar Rp 93 triliun dan untuk solar sebesar Rp 143 triliun.
Namun, kenyataannya alokasi sekitar Rp 83 triliun untuk Pertalite dan Rp127 triliun untuk Solar masih dinikmati oleh kelompok mampu.
"Jika nantinya harga BBM subsidi menjadi naik, maka pengalihan anggaran subsidi bisa dialihkan untuk pembangunan sektor lain yang vital dan hal-hal yang produktif, seperti sektor Kesehatan dan pendidikan,” ucapnya.
“Di sektor pendidikan, pengalihan subsidi BBM digunakan untuk peningkatan jaminan layanan kesehatan untuk masyarakat miskin misalnya. Lalu, di sektor pendidikan, pengalihan alokasi subsidi bisa diarahkan untuk pembangunan dan renovasi sekolah, serta beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa, sehingga berdampak pada kemajuan Sumber Daya Manusia Indonesia ke depannya,” tambahnya.
Dr. Noor Rahmini mengakui kenaikan harga BBM akan berdampak negatif pada rakyat kecil, terutama di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.
Oleh karena itu, perlu adanya skenario pemulihan ekonomi pasca-berlakunya kebijakan kenaikan harga BBM.
Kenaikan harga BBM, kata dia, jangan dibuat terlalu tinggi, dan lebih baik dilakukan secara bertahap, sehingga masyarakat memiliki waktu untuk menyesuaikan pengelolaan pengeluaran rumah tangganya.
Selain itu, pemerintah juga harus betul-betul matang dalam menetapkan kenaikan harga BBM, yakni dengan melakukan pengalihan alokasi subsidi ke pos-pos anggaran yang tepat, sehingga bisa berdampak langsung kepada masyarakat miskin.
Jadi kenaikan harga BBM ini, menurut dia, menjadi solusi terakhir untuk bisa mengurangi beban anggaran pemerintah.
"Pemerintah juga perlu mencari cara untuk menekan konsumsi BBM, seperti dengan mengembangkan teknolongi terbarukan seperti kendaraan listrik. Dengan begitu, diharapkan bisa mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil yang kurang ramah lingkungan," tambahnya.