bakabar.com, JAKARTA – Tanggal 13 Maret diperingati sebagai Hari Perhiasan. Memang tidak semua negara merayakan momen ini, hanya Amerika Serikat yang saban tahunnya mengenang National Jewel Day.
Lahirnya Hari Perhiasan sendiri tak diketahui secara pasti. Meski begitu, orang-orang di Negeri Paman Sam memanfaatkan momen ini sebagai ajang untuk mengubah cara pandang terhadap perhiasan.
Sebagaimana dilaporkan National Today, pada abad pertengahan, perhiasan melambangkan status sosial seseorang. Ini berarti, seberapa tinggi ‘derajat’ orang dapat dilihat dari perhiasan yang dikenakannya.
Kalangan borjuis mengenakan perhiasan yang terbuat dari emas, perak, dan bahan berharga lainnya. Sementara, mereka yang termasuk dalam kelas sosial ‘rendahan’ memakai aksesoris berbahan timah atau tembaga.
Penilaian status sosial berdasarkan perhiasan yang digunakan, sejatinya, sudah melanggeng sejak zaman prasejarah. Kala itu, aksesoris berbahan batu, tulang, serta kerang, disesuaikan dengan status masing-masing individu.
Zaman kian canggih, namun pola pikir tak kunjung berganti. Barangkali berangkat dari situlah, lahir Hari Perhiasan guna memaknai aksesoris sebagai karya seni nan indah, bukan penanda status sosial belaka.
Karya Seni ‘di Luar Nalar’
Sejurus dengan tujuan Hari Perhiasan, aksesoris idealnya dipandang sebagai karya seni yang lahir dari kreativitas pembuatnya. Daya cipta itu pun mencakup berbagai aspek, tak terkecuali bahan dasar perhiasan.
Berbicara tentang bahan, selama ini perhiasan umumnya terbuat dari logam, seperti emas. Namun, rupanya ada sederet aksesoris yang memanfaatkan bahan unik bahkan tak lazim. Sebut saja, perhiasan rambut.
Di Inggris, sejak abad ke-17 hingga abad ke-20, rambut digunakan sebagai bahan pembuat perhiasan. Rambut yang bakal diubah jadi perhiasan pun tak bisa sembarangan, melainkan berasal dari orang yang sudah meninggal.
Meski terdengar nyeleneh, rupanya ada makna filosofis di balik perhiasan rambut. Bahan ini dipandang sebagai penyimbolan sesuatu yang kekal, di mana warisan seseorang yang tetap tidak akan hilang sekalipun orangnya sudah berpulang.
Layaknya rambut, gigi dianggap memiliki makna mendalam yang membuatnya juga dijadikan bahan perhiasan. Di Catal Huyuk, Turki, arkeolog menemukan perhiasan berusia 9.000 tahun yang terbuat dari gigi manusia.
Bukan hanya di masa lampau, perhiasan berbahan gigi pun masih digeluti hingga kini. Adalah seorang seniman asal Australia, Polly Van Der Glas, yang mendedikasikan dirinya untuk membuat perhiasan berbahan gigi manusia.
Selain rambut dan gigi, abu jenazah juga menjadi bahan perhiasan unik. Berkat teknologi nan canggih, peninggalan orang tercinta ini dapat diubah menjadi batu mulia yang lantas dibentuk sedemikian rupa menjadi perhiasan.
Itulah sejumlah bahan unik lagi tak lazim yang dijadikan perhiasan. Tertarik membuat salah satunya?