Sidang

Pinta 'Majid Hantu' Eks Bupati HST yang Kembali Diadili

Eks Bupati HST, Abdul Latif kembali diadili setelah diduga menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai puluhan miliar rupiah. 

Eks Bupati HST, Abdul Latif menyampaikan ekspresi secara pribadi. Dia menyatakan dakwaan Jaksa KPK terkait gratifikasi dan TTPU tidak benar. apahabar/Syahbani

apahabar.com, BANJARMASIN - Eks Bupati HST, Abdul Latif kembali diadili setelah diduga menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai puluhan miliar rupiah. 

Sidang pembacaan dakwaan baru saja digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Rabu (18/1) siang.

Dalam dakwaannya, jaksa KPK yang dimotori Ikhsan Fernandi mendakwa Latif pria yang akrab disapa 'Majid Hantu itu' telah menerima gratifikasi sebesar Rp41,5 miliar. 

Baca Juga: 'Majid Hantu' Eks Bupati HST Bakal Diadili Lagi!

Uang itu diduga diterima Latif dari sejumlah dinas di HST semasa ia masih menjabat sebagai bupati pada 2016 hingga 2017 silam.  

"Itu didapat dari rekanan di beberapa SKPD di masa jabatan dia (Latif) di 2016 sampai 2017," ujar Fernandi.

Atas tindakan tersebut, Latif didakwa dengan pasal 12 B juncto pasal 18 Undang-Undang tindak pidana korupsi tentang gratifikasi.

Selain itu, Latif juga didakwa telah melakukan TTPU. Dalam dakwaannya, Jaksa KPK menyatakan pencucian uang itu dilakukan dengan berbagai cara.

Di antaranya dilakukan dengan cara penyetoran melalui perbankan, pembelian surat berharga atau obligasi, tanah, rumah, termasuk kendaraan bermotor. Total sebesar Rp34,2 miliar.

Baca Juga: Korupsi Eks Bupati HST: KPK Periksa Pejabat Bank Kalsel

Adapun rinciannya, menyetorkan ke rekening Bank Mandiri dengan total Rp8.253.719.779,00,  menempatkan uang di rekening BTN atas nama Fauzan Rifani sebesar Rp2.500.000.000,00, dan menempatkan uang sebesar Rp1.000.000.000,00 dengan melakukan pembelian ORI Obligasi Ritel Indonesia) di BTN Cabang Banjarmasin.

Selanjutnya, membeli dua bidang tanah di Barabai HST dengan total transaksi sebesar Rp2.851.350.000,00. Serta membeli puluhan kendaraan dari mobil Lexus, Hummer, truk, hingga moge dengan total transaksi Rp19.722.126.000,00.

"Jadi dakwaan kami ada dua kumulatif. Pertama melanggar pasal 12 B gratifikasi undangan-undangan Tipikor, dan kedua melanggar undang-undang TTPU. Jadi ada dua dakwaan," jelas Fernandi.

Baca Juga: Reka Ulang Pembunuhan Sadis di Kotabaru: Detik-Detik Tewasnya Janda Muda Terungkap!

Bantahan Latif

Kasus mega korupsi ini pun sempat menggemparkan Kalsel kala itu. Pasalnya, KPK juga menyita puluhan mobil mewah hingga moge milik Latif yang diduga dibeli dari duit korupsi.

Latif yang mengikuti sidang dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Sukamiskin, Jawa Barat, langsung menyatakan keberatan atas dakwaan tersebut.

Didampingi kuasa hukumnya, OC Kaligis, keberatan itu dia sampaikan langsung secara pribadi di persidangan yang dipimpin James Simanjuntak selaku ketua majelis hakim. 

Dalam eksepsinya Latif menyatakan dakwaan yang ditujukan padanya tidak benar. Dia meyakini dirinya tak pernah melakukan gratifikasi mampu pencucian uang seperti yang didakwa Jaksa KPK kepadanya.

"Saya memohon kepada majelis hakim agar membatalkan seluruh dakwaan JPU dan memerintahkan jaksa untuk mengembalikan semua barang sitaan yang tidak termasuk dalam dakwaan," pintanya.

Baca Juga: Heboh! Anjing Liar yang Serang Warga Tapin Ternyata Positif Rabies

Sementara itu, penasihat hukum Latif yang mengikuti sidang secara langsung di pengadilan, Joni Politon dari Kantor Pengacara OC Kaligis SH & Associates, usai sidang menyatakan dakwaan JPU tidak jelas alias kabur.

Salah satunya JPU tak menyampaikan siapa saja yang memberikan gratifikasi. Kemudian, soal aset-aset yang disita juga merupakan harta yang diperoleh Latif sebelum dia menjabat sebagai bupati HST.

"Barang bukti itu ternyata dapat sewaktu dia (Latif) jadi pengusaha. Dulu dia punya uang, dia bisa beli aset-aset. Bukti pendukung objek yang disita itu semua di bawah 2015," katanya.