bakabar.com, MARABAHAN – Pencemaran Sungai Alalak yang disebabkan tumpahan minyak dari sebuah kapal, terus diivestigasi Polres Barito Kuala (Batola).
Kapal pengangkut minyak jenis HSFO atau High Sulphur Fuel Oil, kandas dan karam di Sungai Alalak, tepatnya di dekat Jembatan Alalak II, Kamis (11/8).
Adapun penyebab kejadian tersebut dipengaruhi pasang surut sungai, ketika kapal sedang tambat. Dalam posisi miring, minyak akhirnya tumpah dan mencemari sungai.
“Sebelumnya kapal terikat di tiang tambat, ketika air sedang pasang. Namun ketika air surut, buritan kapal mengikuti dasar tanah yang menjorok ke tengah,” papar Kapolres Batola, AKBP Diaz Sasongko, Jumat (12/8).
“Akibat beban yang berat, tali pengikat kapal putus. Selanjutnya posisi kapal miring ke kanan dan menumpahkan HSFO ke sungai,” imbuhnya.
Baca juga:Kapal Sarat Oli Karam, Sungai Alalak Banjarmasin Menghitam
Baca juga:Kapal Pengangkut Oli Karam di Sungai Alalak, Latihan Atlet Dayung Banjarmasin Terganggu
Selain perairan Sungai Alalak di Jalan Kompleks H Anang Maskur, Kecamatan Alalak, minyak juga mencemari beberapa kilometer ke arah hulu atau kawasan Banjarmasin Utara.
Meski sebagian besar penduduk di bantaran Sungai Alalak sudah menggunakan air dari PDAM, tetap saja pencemaran itu berdampak merusak
Terlebih HSFO yang biasa disebut minyak bakar merupakan bahan bakar mengandung residu dengan kandungan sulphur tinggi.
Bahkan untuk mereduksi residu, industri yang menggunakan HSFO harus dilengkapi dengan scrubber atau sistem pembersihan gas buang.
Penyebaran Eceng Gondok
Menindaklanjuti pencemaran yang disebabkan insiden tersebut, Polres Batola mulai melakukan investigasi dan berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batola.
Berbarengan dengan penyelidikan yang dilakukan Sat Polair, DLH Batola juga mengambil sampel air untuk pengujian di laboratorium.
“Sejumlah langkah penanganan sudah dilakukan. Mulai dari penelitian dokumen dan pengujian sampel air yang terkena tumpahan minyak,” jelas Diaz.
Terkait kemungkinan penindakan terhadap perusahaan pemilik kapal, Polres Batola akan menunggu rekomendasi DLH, terutama hasil pemeriksaan sampel air.
“Hal terpenting sekarang adalah menangani dampak pencemaran air. Salah satunya dengan menyebarkan tanaman eceng gondok di sekitar lokasi perairan kejadian,” beber Diaz.
“Berdasarkan masukan DLH, eceng gondok dapat menyerap logam berat, merkuri, nikel, dan residu pestisida,” tandasnya.
Sementara Kepala DLH Batola, Hj Fahriana, melalui Kabid Pengendalian Dampak Lingkungan, Ihsan Fahri, menjelaskan pemeriksaan hasil sampel diestimasi diketahui sepekan mendatang.
“Pemeriksaan sampel air menggunakan analisis Biological Oxygen Demand (BOD). Pemeriksaan ini membutuhkan waktu sekitar sepekan,” jelas Fahri.
Apabila nilai BOD tinggi, berarti kualitas air buruk. Adapun BOD maksimal 200 miligram per liter, sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16/1996.
“Untuk penanganan sementara, perusahaan sudah melakukan pengambilan sisa minyak di sungai dengan mediator tanaman ilung (eceng gondok),” tandas Fahri.