bakabar.com, BANJARMASIN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif Abdul Wahid dengan tindak pidana pencucian uang selain perkara pokoknya dugaan korupsi suap proyek irigasi.
“Baik dugaan korupsi maupun pencucian uang akan disidang bersamaan,” kata Jaksa Penuntut Umum KPK Titto Jaelani di Banjarmasin, Senin (4/4).
Penyidik KPK sebelumnya telah melakukan penyegelan dan penyitaan sejumlah aset usaha milik Abdul Wahid di Kabupaten HSU.Pasalnya aset itu diduga terkait tindak pidana pencucian uang hasil korupsi.
Selain itu, KPK juga telah menyerahkan terkait penahanan Wahid. Bupati HSU dua periode itu saat ini tengah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I (Teluk Dalam) Banjarmasin.
“Waktu pelimpahan berkas ke PN Banjarmasin 29 Maret, terdakwa langsung dibawa dari Jakarta. Dan saat ini ditahan di Lapas Banjarmasin,” beber Titto.
Diketahui bupati dua periode tersebut menjadi tersangka dugaan perkara suap, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang yang diungkap KPK melalui serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pada 2021 lalu.
Wahid ditetapkan sebagai tersangka atas pengembangan kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Plt Kepala Dinas PUPRP HSU Maliki dan dua kontraktor Marhaini dan Fachriadi saat bertransaksi suap proyek irigasi di Kabupaten HSU.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Banjarmasin Aris Bawono Langgeng mengatakan, perkara terdakwa Abdul Wahid mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada Senin (11/4) mendatang. “Senin depan disidangkan di Pengadilan Tipikor. Agendanya pembacaan dakwaan,” kata dia
Ketua Pengadilan Negeri Banjarmasin sudah menunjuk majelis hakim pemeriksa dan pengadil perkara tersebut. Masing-masing Yusriansyah sebagai ketua, Achmad Gawi dan Arief selaku anggota majelis hakim.
Pada sidang perdana, agendanya pembacaan dakwaan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum KPK yaitu Titto Jaelani, Hendra Eka Saputra, Fahmi Ari Yoga dan Rony Yusuf.
Pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Banjarmasin, Penuntut Umum KPK mendakwa Abdul Wahid dengan sejumlah dakwaan alternatif.
Pertama Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Alternatif kesatu yang kedua, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Kemudian dakwaan alternatif ketiga yang kesatu, Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Lalu alternatif ketiga yang kedua, Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.