bakabar.com, BANJARBARU – Sebelum menjadi hacker dan ditangkap FBI dan Interpol di Banjarbaru, ternyata pemuda berinisial RNS (22) ini sudah mengenal bahasa pemrograman sejak kecil.
Diceritakannya, sejak duduk di sekolah dasar, ia tertarik dengan bidang ilmu teknologi. Pada 2012 atau saat menginjak bangku kelas 6 SD, ia mulai belajar komputer.
Ketagihan, RNS mencoba belajar bahasa pemrograman saat kelas 1 SMP hingga masuk SMK di Amuntai.
“Masuk SMK jurusan TKJ [Teknik Komputer Jaringan], waktu kelas 2 SMK itu mewakili Kalimantan lomba web dising bahasa pemrograman tadi. Abis itu ya belajar terus bahasa pemrograman secara otodidak,” jelasnya kepada bakabar.com, saat ditemui bakabar.com secara langsung di rumah tahanan Polres Banjarbaru, Rabu (9/3) siang.
Bertahun-tahun belajar pemrograman, akhirnya ia berhasil menciptakan program yang fungsinya meretas data. Program itu pun pertama kali ia jual kepada temannya pada 2018 lalu. Dan itu awal dari terkenalnya program buatan RNS hingga ke penjuru dunia.
“Ternyata dia [temannya] punya teman orang luar negeri dan orang luar negeri itu minat juga dengan alat itu, lalu saya menjualnya lewat media sosial,” jelas RNS.
Melalui penjualan alat peretasan itu, ia mulai mengantongi pundi-pundi uang. Pembelinya bukan hanya Asia melainkan hingga Eropa, terbanyak Amerika.
“Yang paling banyak itu Amerika, lalu China sama Hongkong,” ungkapnya.
Patokan harga di Asia dan Amerika sendiri sebutnya berbeda. Untuk di Asia semisal di Indonesia dipatok dengan harga Rp900 ribu hingga Rp1 juta rupiah.
Sedang di Amerika, semisal, Amerika Serikat itu Rp1,5 juta.
“Total semua pembeli hingga 400 orang,” katanya.
Namun ditegaskannya jika dirinya hanya menjual program atau alat peretasan. Sedang yang melakukan phising adalah orang-orang yang membeli programnya.
“Awalnya beli program di saya lalu mereka membobol data orang. Para pembeli menyebarkan jutaan email, lalu korbannya mengklik email itu. Lalu mengisi data-data di email itu,” ucap RNS menjelaskan cara main program ciptaannya.
Adapun, kata RNS, data yang didapat berupa informasi pribadi, kartu kredit, foto KTP, foto paspor dan lainnya.
RNS sendiri menyadari bahwa apa yang dilakukannya salah, namun ia termotivasi untuk memperbaiki kehidupannya melalui pekerjaan ini.
“Saya [anak] broken home. Jadi ingin bisa membiayai kuliah sendiri lalu jual alat itu,” tuturnya kepada bakabar.com.
Selain itu, curhatnya bahwa selama ini ia kesulitan mencari pekerjaan yang bisa menampung bakatnya.
“Awalnya dulu kenapa terjun ke dunia ginian ya karena ga ada kerjaan, gak ada yang menampung bakat saya,” katanya.
Lantas, pernahkah menyangka bahwa pekerjaannya itu membuat kehebohan skala internasional?
“Enggak nyangka akan seheboh ini,” ucapnya.
Sehingga ia sendiri mengaku menyesal melakukan pekerjaan tersebut.
“Ya menyesal, ninggalin anak istri dan meninggalkan kuliah,” katanya lirih.
Seperti diketahui, RNS masih berstatus mahasiswa hingga ditetapkan menjadi tersangka kasus kejahatan siber.
Lalu, pernahkah terpikir untuk berhenti menggeluti pekerjaan ilegal ini?
Pemuda kelahiran Banjarmasin itu menjawab dengan tegas: pernah. Itu setelah dirinya menikah tahun lalu.
“Setelah menikah itu sudah mau berhenti total cuma situsnya masih aktif,” akunya.
Diterangkannya, selain pandai di bidang IT (Informasi Teknolgi), ia juga menyukai fotografi. Sehingga fotografi menjadi aktivitas lainnya selain menjual alat peretasan.
“Setelah ini saya ingin lanjutin kuliah, menekuni komputer tapi dalam hal kebaikan, dan ini buat pembelajaran saya,” tuntasnya.
Sebelumnya, praktisi IT Kalsel, Ahmad Fakhrizal Harudiansyah penyebutan RNS sebagai hacker tidak tepat, melainkan hanya seorang scammer yang melakukan aktivitas phising.
Pasalnya, dosen IT Politeknik Hasnur ini mengatakan aktivitasnya hanya sekadar menciptakan sebuah aplikasi, bukan hacker yang butuh kemampuan khusus lebih dari itu.
Segera Disidangkan, Hacker Amuntai Menolak Didampingi Penasihat Hukum
“Perlu kita mengetahui perbedaan definisi hacking dan phising. Apakah definisi ini perlu? Memang sangat diperlukan, dengan memahami definisinya terlebih dahulu kita akan tahu tindak kejahatannya, ini masuk kategori hacking atau phising,” kata dia.
Lebih jauh ia memaparkan, sekilas kegiatannya memang tampak sama, tapi berbeda metode. Pada umumnya hacking lebih kepada mengeksploitasi dan menguasai sistem tanpa izin menggunakan beberapa exploit.
Simak, Praktisi IT Kalsel Bicara Kasus Pemuda Amuntai Ditangkap FBI dan Interpol