bakabar.com, BANJARMASIN – Blokade jalan hauling 101 Tapin imbas sengketa dua raksasa tambang; PT Antang Gunung Meratus (AGM) dengan PT Tapin Coal Terminal (TCT) terus berlanjut.
Selain membuat ribuan sopir dan pekerja tongkang batu bara menganggur, penutupan jalan bawah tanah berpotensi menimbulkan masalah lain.
Teranyar, AGM berencana menggunakan jalan negara agar aktivitas batu bara mereka tetap beroperasi normal.
Direktur Utama PT AGM, Widada mengaku akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memuluskan rencana tersebut.
Hal tersebut dilontarkannya saat rapat dengar pendapat di Gedung DPRD Kalsel, Selasa (4/1) kemarin.
Namun, belum lama berembus, rencana ini langsung menuai sorotan. Praktisi Hukum dari Borneo Law Firm Muhammad Pazri bilang penggunaan jalan negara untuk aktivitas tambang telah menyalahi aturan.
"Jelas tidak boleh, selain mengganggu ketertiban umum, kita Kalsel punya peraturan daerahnya," ucapnya dihubungi bakabar.com, Rabu (5/1).
Yang dimaksud Pazri adalah Perda Provinsi Kalsel Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pengaturan Penggunaan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Angkutan Hasil Tambang dan Hasil Perusahaan Perkebunan.
Jenis larangan, sesuai pasal 3 ayat 1; setiap angkutan hasil tambang dan hasil perusahaan perkebunan dilarang melewati jalan umum.
Kemudian pasal yang sama di ayat 2; setiap hasil tambang dan hasil perusahaan perkebunan harus diangkut melalui jalan khusus yang telah ditetapkan oleh gubernur.
Adapun sanksi dalam pasal 9 ayat 1 menyebut ancaman pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp50 juta.
Ketua Young Lawyers Peradi Banjarmasin ini menyarankan agar AGM dan TCT bijak dalam menyelesaikan persoalan.
"Jangan sampai memunculkan masalah hukum baru serta merugikan masyarakat lebih luas," ujarnya.
Sampai berita ini selesai diketik, belum ada konfirmasi dari pihak AGM terkait rencana penggunaan jalan negara untuk aktivitas tambah batu bara.
TCT Tutup Jalan Hauling, Ratusan Mobil Batubara Menuju PT AGM Terhenti
Sebagai pengingat, police line dan penutupan jalan di KM 101 Tapin berawal dari laporan PT TCT terkait penggunaan lahan di jalan underpass Km 101 ke Polda Kalsel.
Padahal di lahan tersebut telah ada perjanjian yang melibatkan PT AGM dan Anugerah Tapin Persada (ATP), yang belakangan kepemilikannya beralih ke oleh TCT.
Perjanjian yang diteken 11 Maret 2010 itu adalah tukar pakai tanah antara PT AGM dan PT ATP. Di mana PT ATP berhak untuk menggunakan tanah PT AGM seluas 1824 m2 di sebelah timur underpass KM 101 untuk jalan hauling ATP.
Kemudian, PT AGM berhak memakai tanah PT ATP di sebelah barat underpass Km 101 untuk jalan hauling PT AGM. Sebagai bagian dari kesepakatan perjanjian 2010 tersebut, terdapat tiga poin yang mengikat kedua perusahaan. Pertama, perjanjian berlaku sepanjang tanah tukar pakai masih digunakan untuk jalan hauling.
Kedua, perjanjian tidak berakhir dengan berpindahnya kepemilikan tanah. Ketiga, perjanjian berlaku mengikat kepada para pihak penerus atau pengganti dari pihak yang membuat perjanjian.
Lantaran secara sepihak mengingkari adanya perjanjian yang sudah berlaku dan berjalan baik selama satu dekade ini, PT AGM menggugat PT TCT di Pengadilan Negeri Tapin pada 24 November 2021.
Gugatan terkait keabsahan perjanjian 2010 tersebut sudah masuk sidang perdana sejak 8 Desember lalu.
Respons Santai Dirkrimum Polda Kalsel Soal Praperadilan MAKI Cs