bakabar.com, BANJARMASIN – Jelang pemungutan suara ulang, Denny Indrayana kembali melakukan ikhtiar politiknya.
Tak tanggung-tanggung, calon gubernur Kalsel itu memasukan laporan ke empat instansi sekaligus. Antara lain, KPK, Ombudsman, OJK, hingga Bawaslu.
Kedatangan Denny siang tadi, Selasa (25/5), untuk memasukan serentetan laporan. Mulai dari dugaan korupsi, kasus perbankan, pemilu hingga perpajakkan.
Pertemuan awal dilakukan pukul 9 pagi di OJK, selaku pengawas lembaga jasa keuangan dan perbankan tersebut,
"Kami melaporkan berbagai persoalan, di antaranya kredit bermasalah, yang terindikasi menyalahi aturan perbankan diberikan kepada grup usaha yang terafiliasi dengan oligarki politik tambang di Kalimantan Selatan dan Sulawesi. Lebih detail soal ini tidak bisa disampaikan karena menyangkut kerahasiaan informasi perbankan dll," ujar pendiri Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada itu.
Selanjutnya, Denny melaporkan permasalahan politik uang dan pelibatan unsur pemerintahan desa, termasuk RT, di wilayah PSU kepada Bawaslu RI.
Denny mafhum ada tantangan soal pembuktian karena banyak saksi yang takut untuk memberikan keterangan.
Meski begitu, ia tetap membawa isu politik uang dan pelibatan aparat pemerintahan ini kepada Bawaslu RI.
"Laporan tidak dilakukan ke Bawaslu Kalsel karena sejauh ini mereka terbukti hanya mendiamkan berbagai pelanggaran tersebut. Tidak profesionalnya Bawaslu Kalsel juga sudah terbukti dengan putusan DKPP RI Nomor 83-PKE-DKPP/II/2021, tanggal 19 Mei 2021, yang memutuskan semua Komisioner Bawaslu Kalsel melanggar etik sebagai pengawas pemilu," tegas Guru Besar Hukum Tata Negara ini.
Denny menambahkan bahwa pelanggaran politik uang dan pelibatan aparat pemerintahan yang TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif) diduga dilakukan oleh Paslon Nomor 1 Sahbirin-Muhidin, sejak lama.
"Karenanya seharusnya sudah sejak awal didiskualifikasi sebagai paslon Cagub-Cawagub Kalsel. Kami sekali lagi melaporkan persoalan ini ke Bawaslu RI sebagai ikhtiar ke sekian untuk tetap menjaga Pilgub Kalsel yang jujur, adil, dan demokratis," ujarnya.
Selanjutnya Denny juga melaporkan beberapa dugaan korupsi di Kalsel ke KPK.
Ia mempertanyakan laporan sebelumnya terkait korupsi program penghijauan oleh Dinas Kehutanan, Pemprov Kalsel pada tahun 2017, yang telah dilaporkan pada tahun 2019, namun belum ada perkembangannya.
Denny juga mempertanyakan dugaan korupsi yang melibatkan PT Johnlin Baratama sehubungan dengan penggelapan pajak, yang belum menyentuh pemberi suap.
"Kami juga melaporkan banyaknya dugaan korupsi lainnya di Kalsel, salah satunya di kawasan Kiram dan Gunung Mawar, Kabupaten Banjar. Kawasan wisata yang infrastruktur dan fasilitasnya sangat bagus tersebut, terindikasi korupsi karena banyaknya benturan kepentingan," tukas mantan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum bentukan Presiden SBY ini.
Menurutnya, lahan di situ seharusnya kawasan hutan lindung, tetapi dialihkan menjadi pariwisata.
Bahkan dibangun masjid bambu dengan anggaran hampir Rp12 miliar meskipun kebutuhan masjid demikian di wilayah yang sepi penduduk tersebut tentu patut dicurigai dan menimbulkan banyak pertanyaan.
"Singkatnya, kami melihat ada dugaan tindak pidana korupsi, perbankan, pemilu bahkan perpajakan yang masif di Kalimantan Selatan yang melibatkan oligarki politik setempat, yang berkait erat dengan harus terjaganya PSU Pilgub Kalsel yang jujur dan adil pada tanggal 9 Juni nanti. Kami meminta aparat berwenang, KPK, Bawaslu, dan OJK untuk mengambil langkah penindakan hukum yang tegas dan efektif, demi menyelamatkan alam dan masyarakat Kalimantan Selatan," ujar pria kelahiran Pulau Laut, Kotabaru ini. (*)