bakabar.com, BANJARMASIN – Gugatan kelompok atau class action terhadap pemerintah atas banjir yang melanda Kalimantan Selatan (Kalsel) akhirnya memasuki tahap pelimpahan.
Tim Advokasi Korban Banjir Kalsel sebelumnya telah memperpanjang posko pengaduan selama 14 hari, dari 14-28 Februari.
Koordinator Tim Advokasi M Pazri mengatakan formulasi gugatan Class Action akan diselesaikan hingga Rabu (3/3) mendatang.
“Rabu kami tim hukum rapat dulu untuk strateginya. Pada intinya gugatan tetap maju terus,” ujar Presiden Borneo Law Firm itu, Senin (1/3).
Sebagai pengingat, Pemprov Kalsel bakal digugat. Mereka dianggap lalai mengeluarkan early warning system (EWS) atau peringatan dini ketika banjir melanda Kalsel awal Januari lalu hingga mengakibatkan banyaknya korban jiwa maupun materil.
Dari 13 kabupaten/kota di Kalsel, kata Pazri, sudah tujuh daerah mengirim perwakilan korban banjir. Mereka nantinya sebagai pemberi kuasa gugatan Class Action.
Tujuh daerah tersebut, meliputi Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Tengah (HST), Tanah Laut, Barito Kuala, Balangan, Kota Banjarbaru dan Banjarmasin.
“Dari 66 warga yang menyerahkan KTP, 27 sudah tandatangan surat pelimpahan kuasa. Sampai Rabu kami masih menunggu yang lain. Karena ada yang masih berhalangan,” kata Pazri.
Para korban banjir yang paling banyak melimpahkan kuasa datang dari Kabupaten Banjar. Dengan nominal kerugian bervariasi dari Rp10 juta hingga Rp100 juta/orang.
“Karena di sana juga ada dari kelompok tani. Dan warga. Ini yang membuat banyak di Kabupaten Banjar,” ungkapnya.
Setelah dikaji secara seksama, lanjut Pazri, ada perubahan terkait pengadilan yang akan menangani gugatan Class Action korban banjir Kalsel ini.
Jika sebelumnya akan dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN), kini beralih ke Pengadilan Urusan Tata Negara (PTUN).
Perubahan, kata Pazri, menyusul terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Badan/Pejabat Pemerintahan.
Langkah-langkah ini diambil selain hasil dari kajian bersama para ahli administrasi, juga bercermin dari pengalaman gugatan Class Action korban banjir DKI Jakarta.
Tim Advokasi Korban Banjir Kalsel tampak tak mau sembarangan melangkah. Formulasi gugatan terus memperbaiki. Agar tak bernasib sama dengan gugatan Class Action banjir Jakarta.
Di mana penggugat korban banjir Jakarta harus mengambil langkah banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, setelah gugatan mereka kandas di PN Jakarta Pusat.
“Penyebabnya di putusan sela itu bahwa dalam kewenangan absolutnya PN tak berwenang mengadili adanya perbuatan melawan hukum oleh pemerintah setelah adanya PERMA Nomor 2 Tahun 2019. Kewenangannya ada di PTUN,” bebernya.
Inilah yang menjadi acuan mengapa gugatan Class Action banjir Kalsel ini harus dilakukan ke PTUN.
Selain itu, sebelum melayangkan gugatan ke PTUN, surat keberatan juga harus disampaikan ke Pemprov Kalsel yang ditujukan ke Presiden Joko Widodo selaku pimpinan tertinggi gubernur.
Isi surat keberatan itu terkait belum adanya ganti rugi bagi para korban banjir. Seusai Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Pemprov Kalsel diberikan waktu 10 hari untuk membalas surat keberatan itu, sebelum gugatan dilayangkan ke PTUN.
“Karena dalam undang-undang administrasi pemerintahan sebelum gugatan ke PTUN itu ada batasan kita mengajukan keberatan terlebih dahulu ke Pemprov,” jelas Pazri.
Sedikit ia beberkan, adanya surat keberatan ini agar tak ada lagi celah Pemprov Kalsel melakukan eksepsi terhadap gugatan Class Action yang dilayangkan nantinya.
“Supaya dalam substansi enggak tanggung. Enggak asal-asalan. Supaya memenuhi unsur-unsur yang ada,” imbuhnya.
Lantas berapa banyak nominal kerugian yang harus diganti Pemprov andai gugatan ini dimenangkan? Meski masih belum pasti namun angkanya tentu banyak.
Pasalnya, Tim Advokasi ini juga menyiapkan dua opsi soal ganti rugi tersebut. Bisa diprioritaskan bagi pelimpah kuasa. Bisa juga korban lain di daerah yang diwakilinya.
“Kalau menang, otomatis karena di PTUN arahnya ke kebijakan. Misal majelis hakim memerintahkan ke Pemprov menganggarkan ganti rugi di APBD perubahan 2021. Atau APBD 2022,” pungkasnya.
Posko pengaduan yang berlokasi di Jalan Brigjen Hasan Basry, Nomor 37, Alalak Utara, Banjarmasin Utara itu sejatinya sudah dibuka sejak 1 Februari 2021 lalu.
Posko itu sengaja dibuka untuk menampung aspirasi sekaligus mendata kerugian korban banjir yang hendak menggugat.
Terkai peringatan dini, memang tidak ada persiapan khusus dari Pemprov Kalsel akan potensi banjir akibat hujan deras yang melanda Kalsel mulai 9-13 Januari lalu.
Pemerintah sejatinya memiliki delapan EWS di enam kabupaten namun sebagian besar di antaranya tak berfungsi.
BMKG mencatat hujan yang mengguyur Kalsel pada 9-13 Januari menjadi hujan dengan intensitas tertinggi dalam catatan sejarah. Curah hujan periode itu, berturut-turut 125 milimeter (mm), 30 mm, 35 mm, 51 mm, 249 mm, dan 131 mm.
Kamis 14 Januari 2021 Pemprov Kalsel baru menetapkan status siaga darurat banjir sebagai langkah tanggap darurat.
"Status darurat melihat dampak, dan durasi air pasang yang melanda," ujar Kepala BPBD Kalsel Mujiyat.
Pemprov sendiri sudah menyatakan kesiapannya menghadapi gugatan korban banjir.
"Kalau kita sih siap-siap saja. Kalau mau digugat class action ya silakan," ujar Kepala Bagian Hukum Setdaprov Bambang Eko Mintharjo dihubungi bakabar.com, Rabu (27/1) lalu.