bakabar.com, BANJARMASIN – Praktisi Hukum Kalsel Muhammad Pazri meminta Kemenkumham membentuk tim khusus untuk memantau lembaga permasyarakatan (lapas).
Tim inilah yang nantinya bekerja secara independen merazia setiap lapas yang dihuni oleh para gembong narkotika.
“Karena menjadi sia-sia pemidanaan terhadap narapidana narkotika, apabila Lapas menjadi sarang narkotika,” ujar Pazri, Presiden Direktur Borneo Law Firm ini kepada bakabar.com, Rabu (26/8) sore.
Maulida, seorang warga binaan di Lapas wanita Martapura, Kabupaten Banjar sebelumnya kepergok mencuci uang hasil narkotika atau money laundering.
Maulida, narapidana kasus narkotika ini dijemput oleh Tim BNN dari sel yang dihuninya sejak 2016 silam, Selaasa (26/8).
Dari penelusuran sejumlah aliran dana ke Maulida, BNN menemukan sejumlah aset mewah berbentuk rumah, sepeda motor, hingga mobil.
Aset yang ditaksir bernilai Rp5,2 miliar itu diduga hasil transaksi narkotika.
“Lembaga permasyarakatan kini telah bertransformasi menjadi pusat kendali peredaran narkoba. Ini harus ada perubahan sistem dan pengawasan yang diperketat,” ucap Pazri, Presiden Direktur Borneo Law Firm ini kepada bakabar.com, Rabu (26/8) sore.
Lewat tim khusus itu, Pazri mengusulkan adanya rotasi rutin per6 bulan untuk para bandar narkoba ke Lapas lain.
“Juga dipasang CCTV di ruangan tersebut. Agar merekatidak menjadi ‘pangeran’ dan ‘ATM’ oknum tertentu di Lapas,” jelas Pazri.
Pelayak sinyal, kata dia, perlu ditempatkan di setiap ruangan Lapas agar para bandartak bisa lagi menggunakan ponsel, skype maupun internet untuk menjalankanbisnis haram dari balik jeruji.
“Operasi penggerebekan rutin setiap bulan juga harus dijalankan. Dan, usulan saya copot Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang di LP-nya ada peredaran narkoba. Serta hukum seberat-beratnya sipir yang berkolusi atau bekerja sama dengan bandar narkoba,” pungkasnya.
Diwartakan sebelumnya, Kantor Wilayah Kemenkumham Kalsel sudah buka suara terkait kasus tersebut.
“Mohon maaf kami masih dalam tahap pemeriksaan dan belum final. Sementara warga binaan pemasyarakatan (WBP) tersebut masih di Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat,” ucap Kadivpas Kanwil Kemenkumham Kalsel, Abdul Karim kepada bakabar.com via WhatsApp, Rabu (26/8) siang.
Sebelum penggerebekan, diakuinya memang sudah surat penangkapan dari BNN.
Ia langsung memerintahkan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Martapura, untuk memfasilitasi.
“Dalam penangkapan itu juga ada ditemukan barang bukti 2 unit handphone,” katanya.
Bagaimana seluruh barang bukti tersebut bisa masuk ke dalam Lapas?
Karim mengatakan banyak cara dilakukan pelaku. Namun, ia enggan menyebutkan satu per satu cara tersebut.
“Banyak cara mereka itu,” tegasnya singkat.
Saat ditanya, apakah ada jaminan petugas Lapas tidak ‘bermain’ dalam kasus ini?
Karim tidak berani menjamin.
“Mana bisa saya jamin, Pian (kamu, red) ini bagamana? Tidak ada satupun manusia yang bisa menjamin pikiran dan tindakan orang lain. Adapun arahan dan bimbingan kepada petugas, tidak kurang-kurang diberikan oleh saya dan pimpinan lainnya,” jelas Karim.
Menurutnya, jika petugas taat terhadap pimpinan, maka cara kerja yang dilakukan pasti sesuai standar operasional prosedur (SOP).
“Tugas saya sebagai Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas), yakni pembinaan, monitoring, pengawasan dan pengendalian. Saya bukan penjamin. Apa bisa bapak menjamin anak bapak itu tidak nakal?,” tanya Karim.
Ia menegaskan, usahanya dan pimpinan lain sudah cukup maksimal untuk memperoleh kinerja yang baik.
“Terkait pelanggaran, dari ratusan pegawai yang melakukan itu, hanya satu dua orang. Jadi kembali ke individu itu sendiri,” tandasnya.
Belakangan, laku lancung Maulida dibongkar oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Penelurusan BNN menemukan sejumlah aset miliaran rupiah milik Maulida berbentuk rumah mewah, kendaraan roda dua, hingga empat.
“M ini adalah seorang napi di lapas perempuan Martapura, Kalsel. Ia di penjara karena terlibat kasus narkoba sejak 2016 silam,” ujar Kepala Biro Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Pol Sulistyo Pudjo Hartonokepada bakabar.com melalui sambungan telepon, Selasa (25/8).
BNN menyita semua aset senilai miliaran rupiah milik perempuan berambut ikal itu dengan sejumlah alasan.
“M mengaku telah menggunakan uang tersebut untuk membeli beberapa barang (aset miliknya yang tengah disita petugas) serta mencukupi kebutuhannya selama di Lapas,” bebernya.
Terbongkarnya kasus pencucian uang hasil bisnis terlarang itu usai Tim Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang BNN RI yang dipimpin Bahagia Dachi menemukan sejumlah aliran dana ke Maulida.
“Modus yang dilakukan M adalah meminjamkan sejumlah rekening miliknya atas nama orang lain ke beberapa narapidana narkotika lainnya untuk melakukan transaksi narkotika,” ungkapnya.
Maulida mendapat fee dari hasil transaksi narkotika tersebut sebanyak 15% persen setiap kali transaksi. M meminjamkan lima rekening miliknya atas nama orang lain yang tak lain merupakan keluarganya.
“Dua rekening di antaranya menggunakan nama sepupunya, satu rekening menggunakan nama ibu kandungnya, satu rekening menggunakan nama keponakannya dan satu rekening lainnya menggunakan nama orang lain,” tutur Sulistyo.
Selasa (25/8) Tim BNN RI juga melakukan penggeledahan di dalam Lapas Martapura yang dihuni Maulida. Sedikitnya dua unit handphone, lima bungkus plastik klip berisi kalung emas, serta uang tunai sebesar empat juta rupiah ditemukan. Maulida pun dijemput Tim BNN untuk dilakukan pengembangan kasus.
“M patut diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyimpan, mentransfer, menerima, dan menikmati uang hasil kejahatan narkotika,” jelas jenderal bintang satu yang baru saja berulang tahun pada 22 Agustus 2020 lalu itu.
BNN menjerat Maulida dengan Pasal 137 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 3,4,5 ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Ancaman penjara 20 tahun.
Editor: Fariz Fadhillah