Kalsel

Hari Anak Nasional: Kekerasan Anak Masih Hantui Banjarmasin

apahabar.com, BANJARMASIN – Momentum Hari Anak Nasional semestinya bisa menjadi momen introspeksi. Pasalnya, Kota Baiman, sebutan…

Featured-Image
Ilustrasi kekerasan anak. Foto-Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Momentum Hari Anak Nasional semestinya bisa menjadi momen introspeksi. Pasalnya, Kota Baiman, sebutan Banjarmasin, masih belum ramah anak.

Bagaimana tidak, hampir kuartal pertama 2019 saja tercatat 11 kasus kekerasan anak di ibu kota provinsi Kalsel itu.

Mayoritas kasusnya tersebar di tiga kecamatan. Mulai dari Banjarmasin Barat lima kasus, Banjarmasin Utara empat kasus dan Banjarmasin Timur satu kasus.

Saat ini penanganannya masuk ranah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Banjarmasin.

Hampir setengah tahun belakangan, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak P2TP2A Banjarmasin, Akhmadi menyebut kekerasan anak beraneka ragam kasusnya. Mulai dari kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan seksual.

“Berdasarkan catatan kami untuk kasus kekerasan seksual hanya dua orang,” terangnya.

Sekalipun demikian, kasus pelecehan seksual termasuk yang tertinggi dalam kurun waktu tiga tahun belakangan.

Pada 2016 misalnya, terjadi sebanyak 34 kasus. Sementara di 2017 turun menjadi 29 kasus, dan 2018 sebanyak 27 kasus. Hampir 80 persen di antara semua kasus tadi berhasil terkawal P2TP2A.

Di momen Hari Anak ini, dirinya kembali mengimbau masyarakat dan perempuan serta anak khususnya, jangan sungkan melapor jika menjadi objek kekerasan.

"Kita sangat terbuka, bisa langsung ke kantor. Kita juga ada hotline untuk jalur pelaporan," imbaunya.

Untuk diketahui P2TP2A memiliki peran sebagai wadah memberikan pelayanan kepada perempuan dan anak korban kekerasan.

Dalam bentuk pelayanan informasi, konsultan psikologi, dan hukum, pendampingan dan advokasi, serta pelayanan medis dan rumah aman.

Sebelumnya, Rini Handayani Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (PPA), menyebut kasus kekerasan khususnya seksual pada anak termasuk jenis pelanggaran HAM berat. Terlebih, pelakunya adalah orang dekat korban.

Secara keseluruhan, kata dia, Kalsel tergolong belum sebagai daerah yang ramah anak. Dari 13 kabupaten/kota, baru empat di antaranya berlabel KlA atau Kota Layak Anak.

KLA adalah sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Rini pun meminta pemerintah daerah berperan aktif dalam pendampingan anak korban kekerasan.

“Tak bisa dibiarkan begitu saja, mengingat ancaman tekanan psikis terhadap korban,” jelas dia di Banjarmasin, belum lama ini.

Baca Juga: Kekerasan Perempuan dan Anak di Kalsel Naik, Dewan: Kurang Sosialisasi

Baca Juga: Butuh Peran Dunia Hapus Kekerasan terhadap Anak

Reporter: Bahaudin Qusairi
Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner