Opini

Palangka Raya: Jejak Rusia dan Kandidat Ibu Kota dari Masa ke Masa

Ibu Kota Indonesia bukan lagi Jakarta. Jika, kota ini jadi menggantikan posisinya. Oleh: Zulfikar DI tengah…

Featured-Image
Kota Palangka Raya. Foto:-Istimewa

Ibu Kota Indonesia bukan lagi Jakarta. Jika, kota ini jadi menggantikan posisinya.

Oleh: Zulfikar

DI tengah hiruk-pikuk Pilpres 17 April 2019, rencana pemindahan ibu kota ke luar Jawa kembali mencuat. Isu ini berhasil mengalihkan sebagian perhatian publik, terutama masyarakat Kalimantan.

Dari presiden ke presiden, wacana pindah ibu kota negara kerap mencuat dan nama Palangka Raya selalu dimunculkan.

Ada yang berbeda dengan sebuah jalan di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Jalan itu bernama Jl. Cilik Riwut, tapi sering juga disebut jalan Rusia, karena dulu dibangun oleh bangsa Rusia. Jalan yang mulai dibangun 1962 ini merupakan bagian dari sejarah berdirinya Palangka Raya.

Salah satu pendiri Provinsi Kalimantan Tengah, Sabran Achmad sekaligus saksi hidup dari pembangunan jalan Rusia ini mengatakan, jalan mulai digarap dari sekitar bundaran sampai ke Kecamatan Bukit Batu. Mengacu istilah dahulu jalan ini bernama Projakal (Proyek Jalan Kalimantan).

Masih menurut ingatan Sabran, pada 1965 jalan ini sudah bisa dilewati. Kebetulan terjadi musibah G30S/PKI, orang-orang Rusia kemudian banyak yang melarikan diri.

Proyek ini sebenarnya sampai ke Kalimantan Barat, ribuan kilometer rencananya. Tapi karena musibah, berhentilah semuanya.

Sedikit banyak Rusia memiliki andil penting dalam sejarah pembangunan Kota Palangka Raya ini. Kota ini benar-benar dibangun mulai dari nol pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Sebelumnya daerah ini adalah hutan belantara, ketika dibentuk Provinsi Kalimantan Tengah atas tuntutan masyarakat setempat.

Pada 1957, dibangunlah Kota Palangka Raya sebagai Ibu Kota Provinsi. Secara harfiah Palangka Raya memiliki arti, “Palangka” berarti tempat suci dan “Raya” adalah besar yang memiliki makna sebuah tempat suci yang besar. Kalau di Jakarta ada Monas, di sini ada Bundaran Besar yang menjadi titik nol kota Palangka Raya.

Setiap ganti pemerintahan, dari presiden ke presiden, wacana pindah ibu kota negara kerap mencuat dan nama Palangka Raya selalu dimunculkan.

Kondisi Jakarta dianggap sudah tidak ideal, karena terlalu padat, macet, banjir dan berbagai macam permasalahan lain.

Timotheus Tenggel Suan, wartawan senior di Kalimantan Tengah termasuk saksi sejarah berdirinya kota Palangka Raya.

Menurut Suan, Presiden Soekarno dua kali datang ke Palangka Raya dan sekaligus meresmikan berdirinya kota ini.

Atas desakan tuntutan rakyat Kalimantan Tengah menjadi provinsi, maka pemerintah pusat menerima dan pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah dengan Undang-Undang Darurat Nomor 10 tanggal 23 Mei 1957.

“Sekitar tahun 1960-an, Jakarta kerap banjir, maling, macam-macam kebakaran, maka penduduk pada pemerintah mengatakan jakarta ini kelihatan sudah tidak layak lagi, dipindahkan saja, (berita) di koran-koran. Artinya kemungkinan Jakarta itu sudah sibuk, suruh pindah, maka dalam koran-koran diberitakan pada saat itu ibu kota bisa saja Bandung, Jogja, Makassar, Bukit Tinggi, Medan, bisa juga yang baru dibangun dari hutan rimba itu Palangka Raya. Jadi tidak spesifik Bung Karno mengatakan itu.”

“Bung Karno mengatakan Palangka Raya memang kota baru di tengah hutan rimba, sebaiknya rakyat Indonesia berjuang mengisi kemerdekaan, menyelesaikan revolusi, itu di dalam orator Kepala Negara. Siapa tahu nanti Palangka Raya ketika sudah dibangun dan jadi, bisa saja ibu kota pindah ke sana,” kenang Suan.

Posisi Palangka Raya sangat strategis, karena berada di titik tengah kepulauan Indonesia, luas kota Palangka Raya kurang lebih tiga setengah kali luas Kota jakarta.

Penduduk Palangka Raya hanya sekitar 220 ribu jiwa, dibandingkan dengan Jakarta yang dipenuhi 10 juta manusia.

“Jadikanlah Kota Palangka raya sebagai modal dan model. Jangan membangun bangunan di sepanjang tepi sungai Kahayan, dan lahan di sepanjang tepi sungai tersebut. Hendaknya diperuntukkan bagi taman sehingga pada malam yang terlihat hanyalah kerlap-kerlip lampu indah pada saat orang melewati sungai tersebut…,” tegas Bung Karno dalam orasinya.

Soekarno berpesan dalam pidatonya, agar Palangka Raya bisa tumbuh menjadi kota yang cantik dan menjadi percontohan. Tapi apa kabarnya sekarang?

img

Zulfikar. Foto-Dok. Pribadi

Baca Juga: Mantap..!! Bahasa Banjar, Dayak dan Bakumpai Diusulkan Jadi Bahasa Nasional

Baca Juga: Pemprov Kalsel Serius Lindungi Hak Konsumen

Editor: Fariz Fadhillah

======================================================================

Tulisan ini adalah kiriman dari publisher, isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.



Komentar
Banner
Banner