bakabar.com, BARABAI - Perlahan namun pasti, jajaran Polres Hulu Sungai Tengah (HST) mulai mengungkap tuntas kasus dugaan pencabulan oleh pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Limpasu terhadap santriwati.
Kalau sebelumnya tersiar hanya 5 korban, jumlah santriwati yang dilecehkan ternyata 7 orang.
Kapolres HST, AKBP Sabana Atmojo mengakui fakta baru tersebut. Dikemukakannya, pengungkapan tragedi yang menimpa santri perempuan di ponpes oleh sang pengasuh berinisial AJM terbilang alot.
Namun upaya keras untuk mengungkap secara terang perbuatan asusila itu membuahkan hasil maksimal. "Kami sudah tetapkan AJM (61) sebagai tersangka atas pencabulan terhadap 7 santriwati," kata Kapolres HST, AKBP Sabana Atmojo.
Tersangka, tekan Sabana, mengelak tuduhan tersebut. Namun dengan sejumlah bukti sah pihaknya punya kekuatan untuk menetapkan AJM sebagai tersangka.
Dari keterangan yang digali kepolisian, terhadap 2 korban TR dan SA diajak ke kediaman tersangka. Saat korban mau mandi, pengasuh ponpes bejat ini malah mengikutinya dan memandikan calon mangsa.
Kemudian korban dibawa masuk ke kamar dan dibaringkan. Saat itu lah perbuatan tak senonoh leluasa dilancarkan AJM.
“Pelaku ini sudah berkali-kali melakukan perbuatan itu di tempat berbeda," kata Sabana.
Sementara 5 korban lainnya, terang Sabana, bermula ketika para korban sedang beristirahat selepas makan di kantin ponpes. Saat itu juga tersangka memasuki ke asrama dan melakukan aksinya.
Pernah Membuat Surat Pernyataan
Lebih lanjut Sabana mengatakan, rentang kejadian kasus itu bermula pada 2017 silam terhadap santriwati SR (19) di Ponpes itu. Kemudian di 2018 hingga 2019 terjadi lagi hal yang sama terhadap 6 korban yang juga santriwati di ponpes itu.
“Pernah tahun 2017itu melakukan perjanjian dengan membuat surat pernyataan tidak lagi melakukan," kata Sabana sambil menunjukkan surat pernyataan itu.
Itu setelah SR pada 2017 lalu mendapatkan perlakuan tak senonoh dari tersangka yang meraba bagian intimnya.
Oleh orang tua korban pun langsung mengklarifikasi kejadian itu ke tersangka. Makanya AJM membuat perjanjian dan permohonan maaf di atas kertas dengan materai 6000.
Sabana menyayangkan. Sebab kenyataannya hal terus dilakukan AJM kepada santi perempuan lainnya.
Pengungkapan kasus bermula, 9 Mei 2019 salah satu orangtua korban melaporkan tindakan pelecehan dan pencabulan itu ke pihak yang berwajib.
Sebelumnya korban KA (12) dan TA (8) kabur dari Ponpes menuju ke keluarga di Kandangan. KA dan TA kemudian dijemput orangtuanya untuk dibawa pulang ke Barabai. Di sana keduanya mendapat perawatan.
TA berasal dari Melak, Kabupaten Kutai Barat, Kaltim, yang sudah setahun lebih menjadi santri dan mondok di ponpes itu. TA mengaku kedua orang tuanya tengah mendekam di balik jeruji besi.
TA mengaku awalnya hanya diraba-raba kemudian memegang bagian intimnya sebelum disetubuhi. Itu dilakukan tersangka berkali-kali dengan mengiming-imingi uang dan pakaian kepada korban.
Sementara KA, warga Barabai mengungkap, kalau ia diraba pada bagian intim dan sempat ingin dimandikan tersangka. Tak tahan dengan perlakuan itu ia pun memilih kabur bersama korban KA.
Adapun barang bukti yang telah diamankan di Polres HST yakni, 1 lembar pakaian tersan bermotif bunga dan 1 lembar surat perjanjian.
Junaidi dijerat Pasal 81 Ayat 2 sub Pasal 82 Ayat 1 UU no 17 tahun 2016 jo Pasal 76E UU no 35 tahun 2014 perubahan UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
“Pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda 5 miliar," kata Sabana.
Kepada wartawan, AJM tak banyak bicara. Ia hanya menggelengkan kepala ketika ditanya terkait aksi kejinya terhadap anak di bawah umur yang menjadi santri di ponpes miliknya.
Baca Juga:Pemprov Turun Tangan Dampingi Para Korban Pencabulan di Ponpes Limpasu
Baca Juga:Pencabulan di Ponpes Limpasu HST, Pengamat Tuntut Hukuman Kebiri
Reporter: AHC11
Editor: Syarif