bakabar.com, BANJARMASIN – Banjir telah melanda dua kabupaten di Kalimantan Selatan. Di antaranya, Tanah Bumbu dan Kotabaru. Belum diketahui secara pasti penyebab bencana tersebut, namun berbagai spekulasi pun terus dilayangkan.
Bahkan, dari kalangan aktivis menyebutkan banjir disebabkan oleh degradasi lingkungan dan lubang pasca tambang yang tak dilakukan reklamasi.
Baca Juga: Tiga Wilayah Kalsel Masih Terancam Banjir, Ada Dua Faktor Penyebab Menurut BPBD Erat Kaitannya
Lantas, pemerintah provinsi melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalsel terus membantah tudingan tersebut, sebaliknya menjustifikasi banjir merupakan bencana tahunan yang disebabkan oleh faktor alam.
“Hampir setiap tahun Kalsel diterpa banjir. Biasanya di akhir musim hujan atau menjelang musim kemarau,” ucap Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Selatan, Muhammad Ikhlas kepada bakabar.com, Minggu (16/6) siang.
Dalam bahasa Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kata dia, dikenal dengan fenomena anomali cuaca. Atau bisa disebut dengan hujan yang datang secara tiba-tiba. Di mana seharusnya musim panas tapi sering terjadi hujan atau bahkan saat musim hujan justru curahnya di atas normal.
Kalau disebabkan oleh faktor lingkungan, sambung dia, jelas tak mungkin. Lantaran, berdasarkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kalsel dinilai meningkat, dari posisi 26 ke posisi 19 secara nasional. Dengan melihat beberapa unsur lingkungan, seperti air, udara dan tutupan lahan yang relatif meningkat.
“Ya, daya dukung dan daya tampung lingkungan itu kan sebenarnya ada batasnya. Artinya kalau dari batas normal, tak masalah. Namun, apabila di luar batas normal, ya seperti anomali cuaca tadi. Misalnya di Kotabaru hampir tiga hari diguyur hujan,” tegasnya.
Menurutnya, degradasi lingkungan dan lubang pasca tambang bukan faktor utama penyebab terjadinya banjir di beberapa wilayah di Kalsel. Akan tetapi, disebabkan oleh faktor alam itu sendiri.
“Kalaupun faktor itu (lubang bekas tambang, red) dipresentasikan, itu bukan yang signifikan menyebabkan banjir dan sebagainya. Ini lebih curah hujan yang tinggi,” cetusnya.
“Misalnya kemampuan menyerap air suatu wilayah itu satu drum, kemudian air yang datang sekitar sepuluh drum, kan jelas tak bisa. Artinya ini yang dimaksud daya dukung dan daya tampungnya lingkungan,” tutupnya.
Baca Juga: Pemprov Kalsel Diminta Tingkatkan Dana Penanggulangan Bencana
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin