bakabar.com, BANJARMASIN - Hangatnya pembicaraan soal pemblokiran kelapa sawit oleh Uni Eropa, tak membuat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Selatan (Kalsel) berminat membicarakan masalah itu. Mereka lebih tertarik menyoroti bagaimana pemerintah dan korporasi mengantisipasi kerusakan lingkungan, baik secara ekologis maupun sosial.
“Karena yang selama kita ketahui bahwa sawit merupakan perkebunan monokultur skala besar yang menggusur hak rakyat,” ucap Direktur Ekskutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyo kepadabakabar.com, Rabu (24/4/2019).
Mestinya, kata dia, yang perlu dipikirkan oleh pemerintah dan pengusaha kelapa sawit yakni mencari strategi agar tak mencemari lingkungan dan tak melakukan monopoli harga, sehingga berimbas kepada petani kecil.
Sebagai aktivis lingkungan, lelaki yang disapa Kis ini tak mempermasalahkan sedikit pun politik dagang yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan Uni Eropa. Namun, mereka memandang lebih ke arah aksi nyata pemerintah dan perusahaan dalam memperbaiki kerusakan lingkungan yang ada.
Baca Juga: Diblokir Uni Eropa, Ekspor Kelapa Sawit ke Wilayah Itu Malah Meningkat
Baca Juga: Uni Eropa Blokir Kelapa Sawit, GAPKI Kalsel: Kasihan Petani Kecil
“Itu yang harus dipikirkan. Masih banyak sungai yang tercemar akibat perkebunan kelapa sawit,” tegas dia.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalimantan Selatan (Kalsel) menegaskan pemblokan dan kampanye hitam kelapa sawit oleh Uni Eropa tak berdampak signifikan terhadap volume ekspor minyak sawit di Kalsel.
“Rencana pemblokan dan kampanye hitam Uni Eropa terhadap sawit, sebenarnya tidak terpengaruh langsung terhadap volume ekspor minyak sawit,” ucap Ketua GAPKI Kalsel, Totok Dewanto kepadabakabar.com.
Mengingat ekspor minyak sawit Kalsel, kata dia, sebagian besar ditujukan bukan ke Uni Eropa, melainkan dominan ke negara asia seperti halnya Cina, India, Malaysia dan Jepang.
Namun, sambung dia, akibat pemberitaan yang ada akan menyebabkan harga minyak sawit menjadi tertekan.
“Tampaknya memang itu yang mereka inginkan,” cetusnya.
Tujuannya yakni, negara Uni Eropa bisa membeli minyak sawit dengan harga yang murah. Indikasinya, setiap tahun volume ekspor ke Uni Eropa terus meningkat. Sehingga dampak bagi perusahaan adalah akan berusaha lebih efisien dan menekan biaya produksi.
“Yang kasihan sebenarnya adalah petani sawit kecil. Akibat harga yang terus tertekan, maka pendapatan petani juga turun karena biaya sarana produksi terus naik,” tegasnya.
Apa yang dilakukan oleh Uni Eropa, tegasdia, merupakan bentuk politik dagang agar tetap menguntungkan negara Uni Eropa.
Baca Juga: Jelang Ramadan, TPID Kalsel Rakor Pengendalian Inflasi
Baca Juga: Geger !! Temuan Mayat Mengapung di Bantaran Sungai Martapura
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Muhammad Bulkini