apahabar, JAKARTA – Agus Harimurti Yudhoyono menegaskan Partai Demokrat (PD) akan fokus dalam upaya pemenangan Pileg, April 2019 ini. Pernyataan Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) dipandang sebagai bentuk kegamangan PD dalam Pilpres 2019.
“Wajar lah untuk gamang,” kata Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun dikutip dari Detikcom, Sabtu (2/3).
Partai besutan ayah AHY, yakni Susilo Bambang Yudhoyono itu, kata dia merasa tak diuntungkan dalam Pilpres sehingga akan fokus pada pemenangan Pileg.
Pengamat menilai PD gamang karena tak mendapatkan efek atas dukungannya kepada pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Adapun, AHY sempat menggelar pidato politik soal rekomendasi PD pada Jumat (1/3) malam. Namun dalam pidato tersebut, AHY lebih bicara soal kritik pada situasi saat ini dan juga soal sepak terjang PD ketika sang Ketua Umum, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jadi presiden.
Diketahui dalam Pilpres 2019 ini, PD ada dalam koalisi yang mengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Rico juga melihat pidato AHY menunjukkan PD yang memilih fokus untuk menghadapi pileg karena tak mendapatkan keuntungan elektoral ketika mendukung Prabowo-Sandiaga.
“Saya membayangkan sebenarnya jika memang AHY ‘100%’ effort, dia sudah tidak lagi dalam posisi menunggu siapa yang menang 2019 nanti. Harusnya bahasa yang dipilih adalah ‘kita berharap Presiden mendatang Prabowo’. Itu kan bahasa yang seharusnya disampaikan. Tapi dengan dia tak menyatakan seperti itu, kita bisa paham bahwa yang dipikirkan Demokrat saat ini itu adalah partainya, bukan pilpresnya,” ujar Rico.
Rico juga memandang pidato AHY berisi pesan yang ingin agar pilpres tak digelar bersamaan dengan pileg. Pidato tersebut juga untuk kepentingan PD sendiri.
Baca Juga:Banua Milineal Fest Picu Semangat Pemuda Menjelang Pemilu 2019
“Poin utamanya bukan di Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Saya pikir AHY dan Demokrat sadar diskusi (wacana) soal pilpres sudah banyak dan bahkan tak seimbang, asimetri dengan diskusi (wacana) soal pileg. Sehingga dia ingin tampil di acara yang ada pilpresnya tapi ada ruang branding dia dan demokrat dan keberhasilan ayahnya 10 tahun memimpin negeri ini. Jadi memang pidato itu bukan untuk menyatakan dukungan ke Prabowo,” katanya.
Dia melihat kegamangan bukan hanya dimiliki PD. Partai lain yang kadernya tak menjadi capres-cawapres dalam Pemilu 2019 juga mengalami hal serupa.
“Saya pikir kegamangan ini tidak hanya dimiliki Demokrat saja tapi juga partai lain. Mungkin kalau di kubu 01 karena resource itu lebih besar jadi tidak terlalu terasa dan kelihatan. Tapi kalau di kubu 02, kegamangan itu terasa walaupun tidak ada yang mengaku secara terbuka. Menurut saya, jauh di dalam lubuk hati parpol yang ada sekarang ini, pileg itu menurut mereka lebih hidup-mati dibanding pilpres. Apakah itu Demokrat, apakah itu PKS, apakah itu Berkarya di kubu Prabowo,” kata dia.
Baca Juga:Pernah Dukung Prabowo, Ini Alasan Putra Mbah Moen Pindah ke Jokowi
Menurutnya kegamangan parpol ini tak terlepas dari aturan ambang batas parpol untuk lolos ke DPR (parliamentary threshold). Sistem baru ini membuat parpol juga kepikiran untuk mengamankan kursi di Senayan.
Maka, dalam pemilu kali ini muncul fenomena kader di daerah yang punya sikap beda dengan pusat terkait dukungan terhadap capres-cawapres. Hal itu terjadi karena kepentingan untuk dapat suara.
“Karena secara pragmatis dalam konteks pilpres ini partai belum dapat keuntungan penuh. Sehingga partai mengambil kepentingan jangka pendek dan jangka panjang. Misal jangka pendek, seorang caleg yang di daerahnya mayoritas mendukung Jokowi, rasanya caleg di daerah itu tidak mau terbuka menyatakan mendukung Prabowo. Begitu juga sebaliknya,” ucapnya.
Baca Juga:Jika KPU-Bawaslu Curang, Amin Rais: Kita Akan Buat Perhitungan
“Artinya kekhawatiran parpol ini terasa. Yang ada di pikiran parpol, selain PDIP dan Gerindra, yaitu nasib setelah 2019 dan di 2024. Itu yang jadi pikiran mereka sekarang,” imbuhnya.
Editor: Fariz F