Tak Berkategori

Deteksi Dini TBC, Dinkes Kotabaru Sasar Pondok Pesantren

apahabar.com, KOTABARU – Dinas Kesehatan Kotabaru, Kalimantan Selatan berupaya mendeteksi dini penyakit mematikan Tuberkulosi atau TBC….

Featured-Image
Ilustrasi kegiatan santri di pondok pesantren. Foto-net.

bakabar.com, KOTABARU – Dinas Kesehatan Kotabaru, Kalimantan Selatan berupaya mendeteksi dini penyakit mematikan Tuberkulosi atau TBC. Kali ini sasaran mereka yakni pondok pesantren di Bumi Bersujud.

Kepala Dinas Kesehatan Kotabaru H Akhmad Rivai, seperti dikutip dari Antara, mengungkapkan penyakit TBC merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen infeksius di tingkat global.

Baca Juga:Suket Sah untuk Nyoblos, DPTHP Kalsel Jadi 2.869.266

Infeksius adalah pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif).

Oleh karena itu, mengapa TBC perlu dieliminasi, hal ini dikarenakan bahwa TBC menular sehingga menjadi ancaman serius bagi setiap negara serta pengobatan TBC tidak mudah dan murah.

TBC yang tidak ditangani hingga tuntas menyebabkan resistensi obat dan TBC menular dengan mudah yakni melalui udara yang berpotensi menyebar di lingkungan keluarga, tempat kerja, sekolah, pondok pesantren, dan tempat umum lainnya.

“Diseminasi informasi berupa intensifikasi deteksi dini program TBC, khususnya yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Nurul Abshor Stagen, Kotabaru diharapkan memberikan dampak terhadap penemuan penderita sedini mungkin, sehingga tidak ada penderita yang putus obat atau gagal pengobatan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kotabaru H Akhmad Rivai, Minggu (31/03/2019).

Berdasarkan data di Kabupaten Kotabaru penemuan kasus TBC untuk semua kategori hingga saat ini sebesar 37,1 persen dari 998 kasus.

Di mana masih rendahnya atau berkisar 24,4 persen penderita TBC yang melaksanakan konversi atau pemeriksaan dahak setelah 2 bulan pengobatan, juga angka kesembuhan atau penderita dengan pengobatan lengkap masih rendah berkisar 52,4 persen.

Rendahnya penemuan kasus TBC disebabkan masih banyaknya petugas yang tidak terlatih, penemuan penderita yang bersifat pasif, dan program ketuk pintu tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Di samping itu, pengobatan yang tidak tuntas atau putus obat berpengaruh kepada angka kesembuhan pada penderita itu sendiri sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap resistensi obat TBC.

Baca Juga:Aditya Mufti Ariffin Apresiasi Kinerja Jokowi

Editor: Ahmad Zainal Muttaqin



Komentar
Banner
Banner