bakabar.com, JAKARTA – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai sebesar Rp800 juta dan Closed Circuit Television (CCTV) usai menggeledah dua lokasiâ terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) milik Kementeriaan PUPR.
Penggeledahan tersebut dilakukan di Kantor Satker SPAM Strategis Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya KemenPUPR di Jalan Pam 1, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, dan Kantor PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE) di Pulogadung, Jakarta Timur, kemarin.
“Sejauh ini diamankan dokumen-dokumen relevan trkait proyek penyediaan air minum baik yang dikerjakan WKE atau TSP, barang bukti elektronik berupa CCTV dan uang sekitar Rp800 juta,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkatnya, Selasa (1/1/2019).
Baca Juga:Sungai Tabuk Daerah Rawan Peredaran Narkoba
KPK menduga kasus dugaan suap proyek SPAM milik KemenPUPR terjadi secara sistematis. Hal itu diungkapkan Febri setelah melihat sebaran dugaan suap paket proyek milik KemenPUPR yang digarap PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE) dan PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP).
“Tim terus melakukan penelusuran di dua lokasi tersebut mengingat dugaan luasnya sebaran korupsi di proyek SPAM ini,” terangnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka terkait kasus dugaan suap âterhadap pejabat Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) terkait proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018.â
Baca Juga:Polda Kalsel Gagalkan Peredaran 350 Gram Sabu dan 116 Butir Ekstasi untuk Pesta Tahun Baru
Delapan tersangka tersebut yakni, âDirektur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE), Budi Suharto (BSU); Direktur PT WKE, Lily Sundarsih Wahyudi (LSU), Direktur Utama PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP) Irene Irma (IIR); dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo. Keempatnya diduga sebagai pihak pemberi suap.
Sedangkan sebagai penerima suap, KPK menetapkan empat pejabat KemenPUPR. Keempatnya yakni, Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE); PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah (MWR); Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar (TMN); serta PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin (DSA).
Diduga, empat pejabat KemenPUPR telah menerima suap untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan sistem SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Empat pejabat KemenPUPR mendapatkan jatah suap yang berbeda-beda dalam menâgatur lelang terkait proyek SPAM. Diduga, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare mâenerima Rp350 juta dan 5.000 Dollar Amerika Serikat untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp500 juta untuk pembangunan SPAM di Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
Kemudian, Meina Woro Kustinah diduga menerima sebesar Rp1,42 miliar dan 22.100 Dollar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa. Sedangkan, Teuku Moch Nazar disinyalir menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah; serta Donny Sofyan Arifinâ menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Lelang proyek tersebut diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE sendiri diatur untuk mengerjakan proyek bernilai diatas Rp50 miliar. Sedangkan PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek dibawah Rp50 miliar.
Baca Juga:KPK Upayakan Tuntutan Maksimal Kasus Suap di Daerah Bencana
Ada 12 paket proyek KemenPUPR tahun anggaran 2017-2018 yang dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP dengan nilai total Rp429 miliar. Proyek terbesar yang didapat oleh dua perusahaan tersebut yakni, pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai total proyek Rp210 miliar.
Sebagai pihak yang diduga penerima, empat pejabat KemenPUPR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi, Lily, Irene Irma, dan Yuliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sumber: Okenews
Editor: Syarif