Tak Berkategori

Ketika Orang Pinggiran Menatap Pemilihan Presiden 2019

SEPASANG suami istri duduk termenung menatap air yang keruh. Sampah berserakan di mana-mana. Aroma busuk itu…

Featured-Image
Pemilu dan pemilihan presiden dan wakil presiden tak berpengaruh banyak buat masyarakat kecil. Begitu juga dengan mereka yang tinggal di bawah Jembatan Antasari, siapa pun pemimpinnya kehidupan mereka tak berubah. Foto-apahabar.com/Muhammad Robby

SEPASANG suami istri duduk termenung menatap air yang keruh. Sampah berserakan di mana-mana. Aroma busuk itu kian menyengat, lantaran Sungai Martapura meluap senja itu, Sabtu (19/1).

Muhammad Robby, BANJARMASIN

Tepat di bawah Jembatan Antasari, pemandangan yang semrawut tampak terlihat. Ketimpangan kota yang nyata. Terjepit di antara pusat ekonomi dan pariwisata. Yakni, Mitra Flaza dan Swiss-Belhotel Internasional Banjamasin.

Baca Juga:Peduli Sesama, Mayor Gatot Akan 'Bedah' Rumah Seorang Pemulung

Kumandang Adzan Magrib masih terngiang di telinga. Matahari yang memerah di ufuk barat seakan menutup aktivitas orang pinggiran kala itu. Obrolan tentang kehidupan terus tercetus dari mulut wanita renta asal kota Seribu Sungai, Mama Bani.

Dari masa orde baru sampai dengan pasca reformasi, ia masih tinggal di kolong Jembatan Antasari. Meski silih berganti Presiden dan Wakil Presiden nasibnya tak juga kunjung membaik.

“Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin,” ucapnya kepada bakabar.com, Sabtu (19/1).

Ketika di belakang layar kasak kusuk elite politik ingin masuk, mereka lebih memilih pasif. Bukan berarti tutup mata. Melainkan, akuntabilitasnya terhadap penguasa mulai memudar. Hak yang diterimanya sebagai warga negara yang di atur dalam konstitusi berbanding terbalik dengan kenyataan.

Baca Juga:Warga Banua Harus Tahu, Ditlantas Polda Kalsel Segera Berlakukan Tilang Elektronik

Alih-alih mendapatkan tempat tinggal, malah sering kucing-kucingan dengan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) kota Banjarmasin pun kerap dirasakan. Beberapa kali, ia sekeluarga diminta untuk meninggalkan lokasi tersebut. Ia pun bingung harus tinggal dimana.

“Tapi ada rencana dari Pemerintah kota untuk membangunkan rumah. Semoga saja terkabul,” harapnya.

Di tengah obrolan itu, wanita paruh baya itu berdiri ingin membersihkan badan. Ia pun memegang sebilah bambu. Tak terlalu panjang, hanya sekitar 3 meter. Disingkirkannya aneka macam sampah yang menumpuk di pinggir sungai Martapura. Tempat dimana ia mandi, cuci dan kakus.

Sesekali masyarakat melintas seraya menengok ke kolong jembatan. Tersenyum, meludah, dan tak sedikit yang mengabadikan momen lusuh itu melalui telepon seluler.

Kilauan cahaya kamera tak membuat sepasang suami istri yang memiliki nama panggilan Kakek Uban dan Mama Bani itu marah.

Hiruk pikuk dan bising lalu lintas, tak menyurutkan niat Mama Bani untuk beristirahat menjelang tengah malam. Di sebuah gubuk reyot beratapkan terpal warna cokelat dengan tinggi kurang lebih 1 meter, ia membujurkan sekujur tubuhnya.

Kepala ke arah barat dan kaki ke timur. Dimiringkan badan ke sebelah kiri. Tubuhnya seakan kaku tak bisa bergerak secara leluasa. Maklum, puluhan botol plastik memenuhi gubuk miliknya.

Kepada bakabar.com, wanita paruh baya itu menyerahkan sebuah selimut berwarna jingga dengan gambar Spongebob Squarepants dan bantal hitam bermotif kembang warna kuning.

“Kalau mau tidur di situ saja, ini bantal sama selimut. Di sini aman aja,” ucapnya.

Bekas poster, baliho, dan banner menjadi pengganti lantai. Puluhan ember plastik terlihat compang-camping. Sebagian di depan, dan ada pula berada di atas atap. Tali temali itu bersilang mengencang terpal sebagai wadah untuk bernaung.

Suasana malam diselimuti oleh asap yang kian mengepul. Warnanya putih dan tebal. Rak telur yang dibakar agar nyamuk tak berdatangan.

Baca Juga:KPU Sediakan Satu TPS di Lapas Klas III Tanjung

Editor: Syarif



Komentar
Banner
Banner