bakabar.com, SAMARINDA- Dikenal sebagai daerah pertambangan, Kaltim hanya memiliki 38 orang inspektur tambang. Masing-masing bertugas mengawasi 160 perusahaan tambang yang ada.
“Jadi masing-masing inspektur tambang memiliki kewenangan mengawasi empat hingga lima IUP,” ujar Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi Heranata dikutip dalam laman resmi Pemprov Kaltim.
Wagub Kaltim Hadi Mulyadi pun langsung bertindak memimpin langsung pertemuan dengan jajaran Dinas ESDM dan Inspektur Tambang, awal pekan ini. Setiap inspektur tambang diminta mempresentasikan atau menyampaikan izin usaha pertambangan (IUP) yang menjadi kewenangannya.
Presentasi, menurut Hadi, dalam upaya memastikan tindak lanjut dan penanganan masalah kegiatan pertambangan batu bara di daerah, khususnya kinerja pemegang IUP.
“Ini nanti secara berkala saya minta inspektur tambang melakukan presentasi secara bertahap terkait IUP yang berada dalam bidang tugasnya,” katanya dalam keterangan resmi.
Dirinya sengaja memanggil Dinas ESDM dan inspektur tambang terkait tindak lanjut sekaligus penanganan masalah pertambangan batu bara.
Hasilnya, beberapa isu seperti korban di lubang tambang PT BBE juga longsor rumah warga sekitar areal tambang PT ABN di Sangasanga menjadi fokus penanganan pemerintah daerah.
Wagub meminta Dinas ESDM bersama inspektur tambang melakukan pengawasan sekaligus mengambil tindakan terhadap perusahaan yang jelas tidak menaati aturan dan tata kelola pertambangan.
“Sejak awal saya sampaikan dan masyarakat jangan menjadi korban. Sumber daya alam kita diambil, lingkungan dan jalan rusak. Bahkan 32 jiwa sudah melayang. Masalah tambang di Kaltim ini menjadi persoalan krusial yang perlu segera kita ambil tindakan dan kebijakan,” tegasnya.
Baca Juga :Rekonstruksi Pembunuhan Levie: Jalan Ahmad Yani Macet, Keluarga Emosi
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang menilai, kekurangan jumlah personel merupakan alasan klasik yang selalu didengungkan.
“Itu hanya dalih, agar bisa lepas dari tanggung jawab yang lebih besar!” ujar Rupang dihubungi pagi tadi.
Kekurangan jumlah personel menurut Rupang sebenarnya bisa saja disiasati oleh Pemprov Kaltim.
“Sederhana aja. Kewenangan kan ada di mereka, segalanya bisa diadakan.
Kalau kurang pengawas ajukan penambahan.
Kalau minim anggaran operasional, realokasi anggaran hingga mencukupi sesuai kebutuhan. Kalau aturannya nggak ada, ya segera dibuat (Perda, Pergub, SK Gubernur),” ujarnya.
Puluhan Anak Tewas di Lubang Tambang
Sudah 32 anak-anak Tewas di Lubang Bekas Tambang, Rupang meminta Gubernur Kaltim segera bereaksi atas ini. Pemprov Kaltim, kata Rupang, seolah tak memiliki taji untuk mendorong penyelesaian kasus ini.
Di Samarinda, 21 November 2018, lubang bekas tambang batubara Samarinda kembali merenggut nyawa Nurul Huda Aulia, 10 tahun. Berencana joging pukul 7 pagi, bocah malang tersebut berubah haluan setelah mendapat informasi adanya danau warna hijau yang jaraknya kurang lebih 1 kilometer dari kediaman mereka.
Mereka berenam pun berjalan kaki menyusuri jalan melalui lorong gang, kebun, sawah, memanjat tebing, jalan menanjak dan sedikit memasuki hutan namun akhirnya keenamnya sampai tujuan.
Sesampainya di lokasi mereka berfoto ria, bermain air, dan berenang. Namun aktivitas berenang di danau hanya dilakukan oleh anak laki-laki saja.
Saat mau pulang, korban mengajak Dini dan Gina untuk ikut berenang, namun ajakan berenang itu ditolak oleh kedua temannya itu. Saat korban cuci kaki di pinggir danau, korban terpeleset dan tenggelam di danau tersebut.
Temuan Jatam Kaltim, lokasi tenggelamnya korban berada di Jalan Harun Nafsi, Loa Janan Ilir. Masyarakat menemukan tubuh Nurul tak jauh dari tempat jatuhnya.
Pantauan Jatam Kaltim Lubang bekas tambang diperkirakan seluas 700 meter persegi. Di sana Jatam tak menemukan tanda-tanda plang dan rambu yang memberitahukan dan melarang warga memasuki kawasan tersebut. Menurut informasi warga sekitar sudah dibiarkan sejak 2 tahun yang lalu.
“Lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga dan diisi air bak danau akan terus menelan korban jiwa,” jelasnya.
Adapun beberapa temuan dan informasi yang dihimpun oleh Tim Jatam Kaltim di lapangan:
1. Pemeriksaan kualitas air di lokasi.
Hasil pengukuran Jatam Kaltim terhadap pH meter di dapat 2,76 yg artinya kandungan air sangat asam.
“Ini menandakan sebelumnya ada aktifitas pembongkaran dan galian tanah yang mengandung konsentrasi batubara,” ujar Rupang.
Jatam Kaltim juga mengukur kadar jumlah total dissolved solid /Benda Padat yang terlarut mencapai 1960.
Dari angka itu artinya air di kolam ini banyak mengandung logam berat. Logam berat terlarut bersama air saat tanah mengalami pembongkaran. Logam berat itu antara lain: Besi, mangan, merkuri, zeng, almunium, timbal, arsen.
TDS adalah singkatan dari Total Dissolved Solid fungsinya untuk mengukur partikel padatan terlarut di air minum yang tidak tampak oleh mata. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.492/MENKES /PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yang menetapkan standar TDS maksimun adalah 500 mg/l
2. Keterangan masyarakat
Masyarakat sekitar membenarkan jika dulunya ada aktifitas penggalian batubara dan itu terjadi di 2016.
Dipastikan lubang tempat ditemukan korban bukan merupakan kolam alami, terlihat dari wilayah sekitarnya serta kontur permukaan yang juga sebenarnya adalah bukit yang kemudian di kupas menjadi lubang.
“TKP kejadian tampak dulunya bukit nampak ada irisan bukit tidak jauh dari lokasi.”
Tak jauh dari lokasi Jatam Kaltim juga menemukan lokasi bekas tumpukan batubara. Temuan itu menjadi petunjuk yang mengarahkan kepada dugaan lubang tersebut adalah lubang tambang yang telah ditinggalkan.
Jatam juga mempertanyakan kinerja kepolisian dalam kasus ini. Kerja penyidik, ujar Rupang, terkesan asal asalan.
“Tanpa mendalami dan menyelidiki lebih jauh namun langsung menyimpulkan. Karena lokasi tempat tenggelamnya korban tidak masuk salah satu konsesi tambang, dengan cepatnya penyelidikan lantas tidak dilanjutkan,” ujarnya.
Selain mengkritik lemahnya peran pengawasan Dinas ESDM Kaltim, pihak ikut menyoroti kinerja Polda Kaltim terhadap maraknya aktifitas ilegal mining.
“Selain menghilangkan nyawa manusia anak anak kita, aktifitas tambang ilegal ini juga merugikan kekayaan negara kita,” jelasnya.
Jatam Kaltim menagih keseriusan Polda Kaltim memastikan penanganan hukum kasus lubang tambang benar-benar diproses hingga ke pengadilan. Hingga korban ke 32, kata Rupang, baru 1 orang yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dengan jeratan pidana 2 bulan kurungan dan denda 1.000 rupiah.
Berlarut-larutnya kasus ini dan bertambahnya jumlah korban dalam waktu relatif yang sangat dekat, Jatam meminta Gubernur Kaltim Isran Noor mencopot sejumlah pejabat yang berwenang, yakni Kadis ESDM Kaltim.
“Kita juga bertanya-tanya di mana Wali Kota Samarinda saat ini. Seakan-akan membiarkan aktiftitas ilegal mining dengan mudahnya dan leluasa beroperasi tanpa ditindak,” jelasnya.
Editor: Fariz