bakabar.com, BANJARMASIN – Bagi sebagian orang kopi bisa membuat orang melek berpanjang malam. Itulah sebabnya, kopi menjadi teman akrab para santri yang mutholaah malam atau memang majelis yang dihadiri memang kelasnya tengah malam. Mungkin maksudnya, agar lebih teliti.
Di antara yang menggelar majelis tengah malam adalah Tuan Guru Seman Mulya, paman sekaligus guru dari Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Sekumpul, Kalimantan Selatan. Tentu saja untuk majelis yang satu ini memang terkhusus bagi santri-santri yang sudah dites dan ketelitian terlebih dahulu.
Satu ketika ada yang datang ke tempat beliau dan mengutarakan diri untuk belajar. Namun oleh Guru Seman, orang tersebut diminta mengamalkan wiridan, hingga bermimpi dengan Rasulullah SAW. Setelah bermimpi, mimpinya itu kembali dicek oleh Guru Seman. Mana mimpi yang betulan dan mimpi yang hanya khayalan. Beliau punya kriteria tersendiri.
Jika si calon santri sudah dapat mimpi bertemu Rasulullah SAW yang betulan, maka orang itu pun dipersilakan mengikuti majelisnya. Namun, rintangan tidak hanya sampai di situ. Sebab, majelis Guru Seman yang digelar tengah malam menuntut hadir tepat waktu. Lebih dulu datang akan disuruh pulang.
"Kasungsungan, unda handak guring (Terlalu cepat, aku mau tidur)," ucap Guru Seman pada santrinya yang "kepagian" datang.
Jika terlambat sedikit saja, pintu akan ditutup seketika.
Ketatnya peraturan masalah waktu ini membuat para murid yang tidak disiplin berjatuhan seiring berjalannya waktu. Namun, bagi yang kuat dalam kedisiplinan itu terlihat hasilnya, mereka menjadi ulama jempolan di kemudian hari. Satu di antaranya adalah sumber cerita ini, KH Syaifuddin Zuhri -Pengasuh Majelis Taklim Bani Ismail Banjarmasin- yang majelisnya selalu dihadiri puluhan ribu jamaah.
Tak hanya dalam memilih murid, Guru Seman juga pernah mengajarkan betapa pentingnya ketelitian dalam melihat sesuatu. Majelis tengah malam dengan santri yang tak banyak itu disuguhi secangkir kopi hitam terlebih dulu.
"Ini banyu apa (ini air apa)?" tanya Guru Seman pada murid beliau sembari mengangkat cangkir berisi cairan hitam.
"Kupi (kopi)," jawab si murid.
"Ikam pang (Kalau kamu)?" Guru Seman kembali bertanya pada muridnya yang lain.
"Ulun balum merasai. Kalu pina kicap (Saya belum mencicipi, khawatir itu kecap)," jawab si murid.
"Nah, bujur ikam (Nah, benar kamu)."
Kemudian Guru Seman menjelaskan betapa pentingnya ketelitian dalam meyakini sesuatu.
Ketelitian menjadi penting, apalagi di saat kebaikan dan keburukan berada di wilayah yang remang, seperti sekarang. Jangan lupa ngopi (eh, teliti).
Editor: Muhammad Bulkini