Webinar Literasi Digital

Webinar di SMP Bengkulu, Menangkal Hoaks hingga Melek Jejak Digital

Webinar literasi digital kembali digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Bertajuk 'Belajar Hak dan Tanggung Jawab

Featured-Image
MAKIN CAKAP DIGITAL: Puluhan pelajar dibekali literasi digital oleh Kemenkominfo di SMPN Bengkulu.

bakabar.com, JAKARTA - Webinar literasi digital kembali digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Bertajuk 'Belajar Hak dan Tanggung Jawab di Ruang Digital', seminar web kali ini menyasar puluhan pelajar SMPN 2 Bengkulu Selatan, Jumat (14/4).    

Seperti sebelumnya, webinar literasi digital bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Sehingga, nantinya dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya guna mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet.

Sekadar diketahui, pengguna internet di Indonesia pada awal 2022 mencapai 204,7 juta orang atau meningkat 2,1 juta dari tahun sebelumnya. Namun, penggunaan internet tersebut membawa berbagai risiko, karena itu peningkatan penggunaan teknologi internet perlu diimbangi dengan kemampuan literasi digital yang baik agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital dengan bijak dan tepat.

Survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 menunjukkan skor atau tingkat literasi digital masyarakat Indonesia berada pada angka 3,49 dari 5,00.

Kemenkominfo menarget 50 juta orang Indonesia melek etika berinternet.
Kemenkominfo menarget 50 juta orang Indonesia melek etika berinternet.

Kemudian pada 2022, hasil survei Indeks Literasi Digital Nasional mengalami kenaikan dari 3,49 poin menjadi 3,54 poin dari skala 5,00. Hasil ini dianggap menunjukkan bahwa literasi digital masyarakat Indonesia masih berada di kategori sedang dibanding dengan tahun lalu.

Baca Juga: Jelang Ramadan, Kemenkominfo Bikin 3 Mekanisme Cegah Penyebaran Hoaks

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menilai indeks literasi digital Indonesia belum mencapai kategori baik.

“Angka ini perlu terus kita tingkatkan dan menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan literasi digital,” katanya melalui virtual.

Dalam konteks inilah webinar literasi digital menjadi agenda yang amat strategis dan krusial bagi Kemenkominfo dalam membekali seluruh masyarakat Indonesia beraktivitas di ranah digital.

Webinar yang menyasar target segmen pelajar SMP, sukses dihadiri oleh sekitar 40 peserta daring, dan juga dihadiri beberapa narasumber yang berkompeten dalam bidangnya.

Kegiatan diawali sambutan dari Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, dihadiri narasumber Dr. Meithiana Indrasari, ST., MM (Sekertaris Yayasan Pendidikan Cendekia Utama), kemudian narasumber Indra Yuwana, S.Pd (Wakil Kepala Sekolah SMPN 02 Bengkulu Selatan).

Baca Juga: Literasi Digital di SMP Ogan Ilir, Yuk Lawan Hoaks dengan Sumber Terpercaya

Ditemani Key Opinion Leader Deola Adene (Putra Batik Nusantara), serta Siti Kusherkatun, S.Pd.I (Asih) sebagai juru bahasa isyarat dan dipandu oleh moderator Diny Brilianti. Para narasumber tersebut memperbincangkan tentang empat pilar literasi digital, yakni Digital Culture, Digital Ethic, Digital Safety dan Digital Skill.

Pada sesi pertama, narasumber Dr. Meithiana Indrasari, menyampaikan mengenai materi cakap bermedia digital, dampak hoaks dalam dunia pendidikan, dan cara menghindari penyebaran hoaks.

Dalam kecakapan digital, perlu mengetahui kekurangan dan kelebihan media sosial, kelebihan Facebook yaitu jumlah pengguna menduduki peringkat pertama. 

Sedang kekurangan Facebook yaitu pengguna terlalu heterogen sehingga informasi yang muncul terlalu beragam.

Baca Juga: Siswa SMA Kabupaten Aceh Besar Dibekali 'Sukses Belajar Online Dengan Literasi Digital'

Sementara kelebihan Instagram memiliki fitur menarik untuk meningkatkan kualitas gambar maupun video. Kekurangan instagram yaitu jenis unggahan terbatas gambar dan video. 

Bicara Twitter. Kelebihannya yaitu mendistribusikan informasi dengan cepat dan ringkas. Sedang kekurangannya yaitu karakter huruf dibatasi. 

Untuk Youtube, kelebihannya jelas, yakni menyajikan informasi berupa video dengan durasi yang tidak terbatas. Kekurangannya adalah konten video yang terlalu beragam serta pop-up iklan.

"Hoaks sendiri adalah informasi yang sengaja dibuat untuk menyesatkan orang lain, dampak hoaks terhadap proses pembelajaran yaitu dapat menyesatkan siswa dan guru," jelasnya. 

Baca Juga: Gaung Literasi Digital di Beberapa SMP Kabupaten Deli Serdang

Siswa mungkin akan mengambil tindakan salah jika percaya pada hoaks. Sedangkan guru mungkin akan kesulitan memberikan pemahaman yang tepat ke siswa.

Maka, hoaks juga dapat mempengaruhi kredibilitas institusi pendidikan, jika institusi terus terkena hoaks, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada institusi tersebut.

Cara menghindari penyebaran hoaks yakni melakukan verifikasi sebelum menyebarkan informasi, penting untung tidak mudah terpancing emosi ketika membaca informasi yang belum tentu benar.

“Untuk menghindari kesalahpahaman, penting untuk mengungkapkan pendapat dengan jelas dan tepat sasaran, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, agar menghindari kalimat-kalimat bersayap yang berpotensi memunculkan opini-opini lagi tertentu," jelasnya. 

Apapun yang hendak disampaikan, menurutnya mestilah didukung oleh fakta dan bukti yang jelas. Bukan hanya mengandalkan perasaan atau pikiran pribadi. 

"Kemudian, perlu kita memiliki kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi, jadi antara guru, teman-teman, kita bisa duduk bersama untuk membahas isu-isu yang terjadi dengan terbuka dan jujur gitu ya," paparnya.

"Ini dunia pendidikan, tentu semuanya harus dilakukan dengan cara yang baik dan positif, karena kalau dunia pendidikannya sendiri saja kacau, maka bagaimana yang dicetak dari dunia pendidikan ini tadi,” ujar Meithiana.

Selanjutnya narasumber kedua, Indra Yuwana, memberikan pemaparan tentang belajar hak dan tanggungjawab di ruang digital. Belajar hak dan tanggung jawab di ruang digital tidak hanya sekadar memahami teknologi, tetapi juga memahami etika dan nilai-nilai yang terkait dengan penggunaan teknologi.

Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 3 Muaro Jambi, Yuk Kenali Tantangan Hoaks Dunia Pendidikan

"Literasi digital menjadi keterampilan yang sangat penting untuk dimiliki di era digital ini, literasi digital meliputi kemampuan untuk memanfaatkan teknologi dengan bijak, memproses informasi secara kritis, serta memahami hak dan tanggung jawab dalam penggunaan teknologi," jelasnya. 

Masyarakat yang memiliki literasi digital yang baik akan lebih mampu memanfaatkan teknologi dengan efektif dan efisien serta menghindari risiko yang mungkin timbul akibat penggunaan teknologi yang tidak bertanggung jawab.

Banyak orang yang lupa ruang digital itu hanya cerminan dirinya. Melakukan hal yang buruk di ruang digital, otomatis meninggalkan jejak yang tercatat selama-lamanya.

Itulah yang disebut dengan jejak digital. Hal yang sangat penting untuk disadari untuk masa depan. Misal, jika akan melamar pekerjaan. Zaman sekarang bukan hanya CV atau sesuatu di dunia offline. "Tetapi yang ada pada kehidupan digital seperti akun media sosial juga jadi penilaian," ujarnya. 

Selanjutnya, giliran Deola Adene selaku Key Opinion Leader menyampaikan bahwa semua yang ada di dunia digital perlu dipertanggungjawabkan. Sebab ada UU ITE yang mengaturnya.

"Kita diberikan akses yang cukup luas dalam berinternet, untuk itu, manfaatkanlah dengan melihat konten-konten yang memberikan wawasan dan menghindari konten negatif," paparnya.

Di dunia digital, menurutnya, hendaknya menjaga sikap sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara yang sudah diatur. Dengan itu mencerminkan bahwa Anda adalah orang yang berbudaya.

"Jadi, tidak hanya melek digital, tapi kita juga punya budaya yang mengatur kita di dunia digital, sehingga kita nggak lagi jadi netizen paling tidak sopan di asia Tenggara," jelasnya. 

Baca Juga: Siswa SMA Kabupaten Aceh Besar Dibekali 'Sukses Belajar Online Dengan Literasi Digital'

"Menurut saya, yang perlu diperhatikan, kita punya hak, tetapi kita harus mempertanggungjawabkan hak kita itu, jadi yang harus diperhatikan adalah bagaimana cara kita bersikap di media sosial, jadilah orang Indonesia yang baik dan benar,” kata Deola.

Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar. Itu terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber.

Kemudian moderator memilih tiga penanya untuk bertanya secara langsung dan berhak mendapatkan e-money.

Pertanyaan pertama dari Anisyah yang mengajukan pertanyaan bagaimana cara kita untuk bisa mencegah westernisasi, yang mana pada zaman ini banyak sekali pemuda pemudi dan anak anak yang sudah terpengaruh oleh oleh hal tersebut sehingga adat istiadat yang dibawa oleh nenek moyang semakin luntur.

"Termasuk juga bagaimana cara mempertahankan ideologi Pancasila dalam setiap perkembangan zaman bagi para generasi milenial saat ini?" tanyanya. 

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Digital Asia Tenggara, Sri Mulyani: Sangat Pesat

Kemudian narasumber Meithiana Indrasari, menanggapi bahwa itu tak lain dari maraknya budaya generasi muda yang sejak kecil sudah memegang gadget.

"Bagaimana cara mengatasi generasi muda tidak kebarat-baratan yaitu dengan cara ajak-ajak generasi muda untuk melihat literasi Kemenkominfo ini dan selalu jaga dan pamerkan budaya Indonesia ke ruang digital agar budaya kita bisa terkenal dan bisa besar."

Pertanyaan kedua datang dari Alvi yang mengajukan pertanyaan bagaimana cara mengedukasi para generasi alpha agar dapat mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila saat bermedia sosial. 

"Lalu bagaimana cara menyikapi anak anak yang suka mengucapkan ujaran kebencian dan suka berkomentar buruk di media sosial karena saat ini tidak sedikit anak usia sekolah yang kurang sopan dalam menyampaikan pendapat di media sosial?" cecarnya.

Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 3 Unggulan Kayu Agung, Etika Jadi Kunci

Narasumber Indra Yuwana, menanggapi bahwa Generasi Alpha ini banyak sekali bersentuhan dengan media digital. Maka dari itu mereka harus mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dengan cara membentuk mereka menjadi generasi muda Pancasilais dengan mencerminkan nilai-nilai Pancasila kepada mereka.

"Banyak sekali di media sosial kali ini anak sekolah yang kurang sopan dalam bermedia sosial, maka dari itu kita sebagai guru dan orang tua harus memberitahu mereka bagaimana cara untuk selalu positif dalam bermedia digital, dan kita harus memastikan mereka untuk menghindarkan dan berhati-hati dalam hal negatif dalam bermedia sosial." 

Pertanyaan ketiga dari Nirmala Sarah. Dara satu ini mengajukan pertanyaan bagaimana cara menggunakan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain terutama orang yang ada di sekitar.

"Terutama saat kita sedang berekspresi di dunia digital luar yang sama masih banyak yang menjadikan dunia digital sebagai tempat untuk menyalurkan emosi entah dalam bentuk negatif maupun positif, hal yang perlu diperhatikan ialah hal negatif seperti membuat akun Instagram berisikan luapan emosional, bagaimana kita harus bersikap serta bertindak dan hal aman dan nyaman yang mana yang harus dilakukan akan hal itu, pak," tanyanya.

Narasumber Meithiana Indrasari, menanggapi bahwa jawabannya sudah terangkum dalam 4 pilar digital.

"Seperti Pak Jokowi bilang kita harus tetap positif dan produktif dalam bermedia sosial, selain itu kita harus tahu tentang keamanan digital sehingga bisa mengamankan diri dalam media sosial dari tindakan kejahatan di media sosial," jawabnya.

Selain itu para pelajar juga diminta harus setia memasukan budaya ramah di dunia asli ke dunia digital. Narasumber Indra Yuwana, ikut menanggapi bahwa 4 pilar yaitu digital skill mesti diperhatikan agar para pelajar yang sudah dapat dan handal dalam bermedia digital, selanjutnya digital culture mampu membangun wawasan kebangsaan dalam media sosial.

"Digital ethics dapat menyesuaikan diri dan berpikir rasional sehingga memiliki etika yang baik dalam media sosial, dan terakhir digital safety meningkatkan kesadaran dalam mengamankan data pribadi diri kita," jelasnya. 

Baca Juga: Siswa SMA Kabupaten Aceh Besar Dibekali 'Sukses Belajar Online Dengan Literasi Digital'

Sesi tanya jawab selesai. Setelah itu, moderator mengumumkan tujuh pemenang lainnya yang bertanya di kolom chat dan berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp100 ribu.

"Salam, terima kasih dan salam Literasi Indonesia Cakap Digital," ujar moderator mengakhiri. 

Kegiatan Literasi Digital Sektor Pendidikan di Provinsi Bengkulu merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kemenkominfo guna memberikan literasi digital kepada 50 juta orang masyarakat Indonesia hingga tahun 2024.

Informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan info literasi digital dapat diakses melalui website: literasidigital.id (https://literasidigital.id/) dan akun media sosial Instagram: @literasidigitalkominfo (https://www.instagram.com/literasidigitalkominfo/), Facebook Page: Literasi Digital Kominfo/@literasidigitalkominfo (https://www.facebook.com/literasidigitalkominfo),
Youtube: @literasidigitalkominfo (https://www.youtube.com/@literasidigitalkominfo).

Editor


Komentar
Banner
Banner