Bisnis Rakyat

Warung Madura Penyelamat Ekonomi Rakyat, Ogah Pinjam di Bank

Fenomena Warung Madura mewarnai persaiangan bisnis. Digempur ritel modern, faktanya usaha rakyat ini tetap tumbuh. Khususnya di Jakarta.

Featured-Image
Fenomena Warung Madura telah mewarnai persaiangan bisnis beberapa tahun kebelakang. Terkhusus di Jakarta. Foto: apahabar.com/Ayyubi

bakabar.com, JAKARTA - Fenomena Warung Madura mewarnai persaingan bisnis. Digempur ritel modern, faktanya usaha rakyat ini tetap tumbuh. Khususnya di Jakarta.

Boleh dibilang Warung Madura ini adalah salah satu penyelamat ekonomi rakyat. Mereka tetap bisa bertahan, sekalipun diapit bisnis-bisnis modern.

Dari pengamatan bakabar.com di lapangan. Warung Madaru terbilang menghasilkan. Hal itu setidaknya dibeberkan oleh dua pemilik usaha yang dijadikan sampel.

Pertama adalah Warung Madura milik Muhammad Baharudin. Ia mengaku mendapat omzet melimpah selama buka 24 jam. Penghasilannya per bulan bisa mencapai Rp9 juta

"Per harinya saya dapet Rp300 ribu, itu bersih ya," katanya kepada bakabar.com di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/9) tadi.

Begitu juga yang dirasakan Aliyah. Pemilik Warung Madura di kawasan Cakung, Jakarta Timur itu bahkan punya penghasilan Rp12 juta sebulan.

"Tergantung, tapi yang pasti perbulannya saya bisa dapet Rp 12 jutaan," bebernya, Rabu (10/8) pagi.

Kok Bisa Untung?

Jawabannya ada dua. Menjual barang komplet dan buka 24 jam. Kedua pemilik Warung Madura itu sudah membuktikannya.

"Kami hampir jual semuanya. Makanan minuman ada, bumbu-bumbu masak ada, sabun sampo ada, bensin juga ada," ungkap Aliyah.

Buka 24 jam, menjadi bagian vital. Sehingga kapan pun orang mau belanja, bisa. "Biar kalo sewaktu-waktu orang butuh apa-apa gak usah pusing nyari warung yang buka," jelas Baharudin, pemilik warung sebelumnya.

Biar tahu saja. Modal awal untuk memulai usaha Warung Madura, kedua pemilik bisnis rakyat itu sepakat. Butuh budget hingga Rp50 juta.

Lalu, dari mana modal itu didapat? Rupanya orang-orang Madura saling gotong-royong meminjamkan uangnya. Mereka juga punya semacam perkumpulan.

"Kami biasanya dari grup-grup keluarga atau dari yang punya warung juga. Jarang dari bank," jelas Baharudin.

Editor


Komentar
Banner
Banner