bakabar.com, BANJARBARU – Di tengah ketidakjelasan status masyarakat adat Dayak Meratus, DPRD Kalsel malah alpa dalam dialog publik.
Sontak, hal itu mengundang kekecewaan dari peserta dialog, terutama Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Selatan (Walhi Kalsel).
“Yang jelas kami sangat kecewa, lalu ini salah satu tugas mereka seharusnya kan ada regulasi. Ini ada masyarakat adat sebelum negara merdeka sampai sekarang belum diambil wilayahnya, tapi DPRD dalam kesempatan ini tidak hadir,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono kepada bakabar.com.
Sebelumnya, sampai kini belum satupun wilayah kelola rakyat (WKR) diakui di Kalsel. Termasuk, hutan adat.
Gerah, para penggiat lingkungan hidup pun coba meresponsnya dengan dialog publik, Kamis (26/12). Temanya: Perlindungan dan Pengakuan WKR di Kalsel.
Dalam dialog kemarin, mereka ramai-ramai mempertanyakan komitmen eksekutif terhadap masyarakat adat. Termasuk legislatif.
Menurut Kisworo, bukan hanya Walhi yang kecewa melainkan seluruh peserta dialog yang berasal dari berbagai golongan masyarakat umum dan adat.
“Peserta juga kecewa karena tugas legislasi salah satunya di DPRD, apalagi ini lumayan beberapa [peserta dari] kabupaten hadir,” jelasnya.
Sejumlah perwakilan masyarakat menyempatkan hadir. Antara lain, etnis Dayak, masyarakat rawa gambut, masyarakat Paminggir Hulu Sungai Utara, Margasari Tapin, hingga mahasiswa dan aktivis lingkungan di tingkat nasional.
“Tapi DPRD Kalsel tidak ada, mereka hanya menjawab melalui medsos di IG (instagram) Walhi,” cetus Kisworo.
Walhi, kata dia, sudah berkali-kali menghubungi Rumah Banjar, sebutan Kantor DPRD Kalsel. Hasilnya pun nihil. Pembuat peraturan daerah itu juga tak kunjung merespons.
“Saya hubungi Pak Supian HK [Ketua DPRD Kalsel] tidak aktif Hp-nya, kalau beberapa orang di DPRD Provinsi katanya ada yang keluar daerah, ada yang belum dapat info dari Sekwan,” bebernya.
Senada dengan Kisworo, Kasi Tata Ruang Dinas PUPR Kalsel, Rahmatullah pun demikian.
“Sangat disayangkan sekali DPRD Kalsel tidak hadir, padahal mereka perlu mengetahui dari awal,” ujarnya.
Jika hadir, menurutnya wakil rakyat bisa paham apa yang diinginkan masyarakat.
“Kalau mereka ikut mereka akan memahami masalahnya di mana, masyarakat maunya apa, kan mereka perwakilan rakyat,” tegasnya.
Namun nyatanya para wakil rakyat itu tak bisa meluangkan waktu untuk hadir.
“Yang diinginkan itu pengakuan dan ada prosedurnya namanya pelepasan kawasan hutan, pinjam pakai, tukar menukar dan penetapan batas wilayah hutan. Sehingga Sangat disayangkan sekali ketidak hadiran mereka,” pungkas Rahmat.
Baca Juga:Kalsel Belum Akui Wilayah Adat Dayak, Pemerintah ke Mana?
Reporter: Nurul Mufidah
Editor: Fariz Fadhillah