bakabar.com, BANJARMASIN – Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi demonstrasi pada Senin (11/4).
Demo 11 April dilakukan mahasiswa lintas kampus untuk menolak wacana penundaan pemilu.
Tak hanya itu saja, mereka juga menentang perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo tiga periode dan harga bahan pokok yang meningkat.
Mahasiswa dari berbagai kampus kemarin turun ke jalan untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Seperti kebanyakan demonstrasi, mereka turut membawa poster bertuliskan aspirasi yang ingin dilontarkan.
Beberapa poster yang tertangkap kamera dan tersebar di media sosial menjadi perhatian publik dan viral.
Bertujuan baik, sayangnya beberapa aspirasi yang mereka buat menjadi kontroversi karena dianggap seksis.
Para mahasiswa terlihat membawa poster bertuliskan, ‘Daripada BBM naik, mending ayang yang naik’, ‘Lebih baik bercinta 3 ronde, daripada harus 3 periode’, hingga ‘Stop peras duit rakyat, sesekali peras adek dong pak’.
Bisa dipahami bahwa mereka sengaja menulisnya untuk menyindir pemerintah sekaligus menarik perhatian lewat humor.
Tapi sayangnya, banyak orang justru menganggap tulisan-tulisan itu seksis dan mengandung makna negatif.
Poster-poster Demo 11 April itu pun sontak jadi perbincangan netizen di media sosial yang kebanyakan menganggapnya memalukan.
Tulisan bernada seksual tersebut juga dinilai kurang pantas karena menormalisasi seksisme bahkan merendahkan ketika dibawakan oleh para mahasiswi.
Klarifikasi
Di tengah ramainya perbincangan dan kecaman terhadap poster bernuansa seksis, salah seorang netizen menggunggah klarifikasi di Twitter dari mahasiswi yang membuat poster tersebut.
Klarifikasi mahasiswi tersebut diunggah oleh akun @adiossszzz, pada Senin (11/4).
“Mengenai tulisan poster yang saya buat (tidak menyangka akan serame ini) tidak peduli bahwa orang lain berpikir “ya namanya juga anak sastra, aneh-aneh tulisannya” di luar itu, saya sudah sebutkan alasannya kenapa saya menggunakan kata “ronde” agar terdapat asonansi kata untuk kata “periode”,” ungkap mahasisiwi tersebut.
“Mungkin dari teman-teman banyak yang menunjukkan atau respon/sikap tidak suka. Tidak apa-apa karena hal tersebut di luar kendali saya. Adapun teman-teman yang tetap mensupport (menyukai aksi berani saya tersebut), terima kasih banyak,” tambahnya.
Mahasiswi tersebut juga mengungkapkan bahwa bagi beberapa orang tulisannya mungkin sedikit tabu.
“Melihat respon dari pihak yang kontra dari poster tulisan yang saya buat, mungkin bagi beberapa orang tulisan ini agak sedikit tabu. Ditambah teman-teman yang selain atau bukan anak Bahasa/Sastra mungkin akan sulit mengerti mengapa saya menggunakan kata tersebut (yaitu balik lagi karena ingin menyuguhkan asonansi di dalamnya,” jelasnya lebih lanjut.
Berdasarkan klarifikasi tersebut, diketahui mahasiswi yang melakukan klarifikasi atas poster yang disebut bernada seksis itu kuliah jurusan Sastra.
Alasan penggunaan kata ronde, menurut klarifikasi mahasiswi bersangkutan, adalah agar berima dengan kata periode.
Namun, netizen menilai bahwa sesungguhnya masih ada kata-kata lain yang bisa digunakan yang tidak menjurus pada seksisme dan lebih berbobot.
Simak Foto-foto poster Demo 11 April yang bernada seksis di halaman selanjutnya:
Respons Warganet
“Dari banyaknya diksi kenapa pilih kata “ronde” mungkin bisa lah kalo seandainya pakai “enakan nikmatin wedang ronde, daripada harus melihat bapak 3 periode” contohnya gini! Aku gak kuliah, apalagi anak sastra. Tapi aku aja paham loh,” cuit @ison***.
“Gue juga anak sastra. Emang sih ya dalam “karya sastra” bebas mau make kata apa aja, tapi kan kalo yg ini kenapa nggak milih kata yg lebih berbobot sedikit, agak kurang mencerminkan seorang mahasiswa gitu,” kata @ppys***.
“Kalau memang yang dikedepankan adalah asonansi katanya, ada banyak sekali diksi dengan akhiran -de dalam bahasa Indonesia. Tidak harus pakai kata yang terkesan ambigu sehingga menimbulkan perdebatan, rasanya anak sastra lebih tau mengenai pemilihan diksi sesuai situasi dan kondisi, serta tujuan penggunaan kalimat tersebut. Terlepas dari hal ini, karena ada kebebasan beraspirasi dan mengemukakan pendapat, jadi ya terserah. Namun, bisa jadi kalimatmu mencerminkan dirimu, bukan hanya sekedar sindiran dalam rangkaian kata yang kamu sebut “sastra”,” ujar @naam***.