Tak Berkategori

Viral Kisah Muazin Tunanetra Bersuara Merdu di Banyuwangi

apahabar.com, BANYUWANGI – Seorang muazin tunanetra di Banyuwangi mendadak viral, lantaran bersuara merdu. Awalnya sosok itu…

Featured-Image

bakabar.com, BANYUWANGI – Seorang muazin tunanetra di Banyuwangi mendadak viral, lantaran bersuara merdu.

Awalnya sosok itu diketahui dari video unggahan akun @ayung_n di Twitter, Rabu (24/3). Dalam video yang berdurasi 45 detik, terlihat seorang kakek sedang mengumandangkan azan.

“Namanya Pak Mad. Muadzin di Masjid Baitul Muttaqin, Desa Kalipait, Tegaldlimo, Banyuwangi. Suaranya, masyaallah, merdu,” tulis akun @ayung_n.

Berdasarkan keterangan sang pemilik akun, Pak Mad atau Ahmad Bisri kehilangan penglihatan dalam 5 tahun terakhir.

“Saya memang muazin di masjid ini. Beberapa orang bilang suara saya bagus. Padahal menurut saya biasa saja. Katanya ada yang video gitu, saya tidak tau,” ungkap Ahmad seperti dilansir Detik.

Pria berusia 61 tahun itu merupakan muazin tetap di Masjid Baitul Muttaqin. Sementara jarak masjid dengan rumah Pak Mad sekitar 300 meter.

Dalam setiap menunaikan tugas, Pak Mad diantar sang istri, Siti Halimah, dari rumah ke depan pintu masjid, “Saya pasrah. Sekarang mengandalkan istri yang setia merawat,” lirih Pak Mad.

Untuk salat subuh, Halimah mengantarkan Pak Mad sejak pukul 04.00 dan dijemput sekitar 07.00. Pak Mad kembali ke masjid pukul 10.00 WIB untuk persiapan azan zuhur.

“Saya berada di masjid seharian penuh. Pulang ke rumah sekitar pukul 20.00 usai salat isya,” jelas Pak Mad.

Pak Mad diketahui belajar mengumandangkan azan sejak kecil, ketika menimba ilmu di Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari.

Selama berada di pesantren terbesar di Bumi Blambangan itu, Pak Mad langsung ditangani KH Muhtar Syafaat Abdul Gofur yang sekaligus pengasuh ponpes.

“Saya belajar di Ponpes Blokagung selama enam tahun. Sekarang hanya ini yang saya mampu. Alhamdulillah kemampuan ini bermanfaat untuk orang lain,” papar Pak Mad.

Pak Mad sendiri mengalami kebutaan sejak 2010, atau setelah diserang penyakit glaukoma. Pun pengobatan medis hingga tradisional sudah dilakukan.

“Saya sempat berobat ke Surabaya. Namun akibat keterbatasan biaya, saya berhenti berobat. Biayanya sekali berobat sekitar Rp2 juta,” jelas Pak Mad

Pak Mad sebelumnya bekerja sehari-hari sebagai petani di Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo, “Akibat penyakit itu, saya tidak bisa bekerja lagi dan mengkhususkan menjadi tukang azan,” pungkasnya.



Komentar
Banner
Banner