bakabar.com, JAKARTA – Awal vaksinasi Covid - 19 di daerah tak berjalan mulus. Isu hoax dan anggaran minim jadi kendala utama.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sulsel, Jumriani mengungkapkan sejumlah persoalan pada masa awal vaksinasi Covid-19.
Persoalan pertama yang dihadapi adalah anggaran untuk distribusi vaksin ke sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan (Sulsel). Tidak semua kabupaten memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan distribusi dari pusat menuju lokasi masiang-masing.
“Kami disampaikan bahwa ada pihak penyedia yang melakukan distribusi, tapi mereka hanya melakukan pengiriman pada satu kabupaten terdekat dan sisanya harus dilakukan penjemputan oleh kabupaten yang ada di sekitarnya,” ujarnya dalam Diskusi Publik Studi Inklusivitas Program Vaksinasi COVID-19 pada Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan, Kamis (27/7).
Kemudian adanya kekurangan tenaga kesehatan dari daerah untuk menjadi tim vaksinator. Pihaknya bahkan sampai meminta bantuan dari TNI, Polri, dan PMI untuk menjadi tim vaksinator pada setiap kabupaten.
“Banyak tenaga yang ada di Puskemas sudah mendapat tugas ganda, sehngga mereka kewalahan untuk melaksanakan tugas sebagai vaksinator,” kata Jumriani.
Pesoalan paling utama yang terjadi pada saat itu adalah hoaks. Sejumlah hoaks menyebar dengan sangat cepat di masyarakat hingga membuat sejumlah tenaga kesehatan ikut percaya.
Pada saat itu, hoaks yang paling ramai diperbincangkan adalah vaksin Covid-19 merk Moderna. Akibatnya banyak masyarakat yang enggan untuk divaksin dan tenaga kesehatan enggan menggunakan Moderna.
“Kami hingga meminta TNI untuk mencari masyarakat di pedalaman hingga memberi layanan transportasi tapi masyarakat tetap enggan untuk vaksinasi,” jelasnya.
Kurangnya sosialisasi oleh pemerintah pusat mengenai efek samping dari vaksin tersebut membuat masyarakat mudah percaya dengan sejumlah pemberitaan informasi hoaks yang beredar.
Saat ini penyebaran Covid-19 mulai mereda, tapi akibat dari fokus pada vaksinasi Covid-19 beberapa program kesehatan lainnya termasuk imunisasi menjadi telantar.
Hal itu yang kemudian memicu penyebaran penyakit-penyakit seperti Pertusi menjadi tidak terkontrol. Pertusi sendiri merupakan penyakit yang menjangkit sejumlah bayi dan menyebabkan terjadi permasalahan pada alat pernapasan.
“Banyak kematian terjadi di beberapa kabupaten pada penyakit itu, karena kita terlalu mengejar vaaksinasi covid-19 dan lupa dengan imunisasi penyakit lain, akhirnya vaksinasi kita menurun,” pungkasnya.