bakabar.com, JAKARTA – Mantan Pilot Boeing dituduh menipu regulator keselamatan pesawat jet 737 Max, yang juga terlibat dalam dua kecelakaan mematikan. Dia terancam hukuman 100 tahun penjara.
Salah satu kecelakaan tersebut adalah tragedi AirAsia di Indonesia bernomor seri QZ8501 pada tahun 2018.
Jaksa Pemerintah AS, melalui dokumen dakwaan, menuduh Mark A. Forkner memberikan informasi palsu dan tidak lengkap kepada Administrasi Penerbangan Federal (FAA) mengenai sistem kontrol penerbangan otomatis yang terlibat dalam kecelakaan dan menewaskan 346 orang.
Forkner didakwa dengan dua tuduhan penipuan meliputi suku cadang pesawat dalam perdagangan antarnegara bagian dan empat tuduhan penipuan bentuk telekomunikasi.
Forkner dituduh menyembunyikan informasi mengenai sistem kontrol penerbangan yang diaktifkan secara keliru dan membuat jet Max jatuh pada 2018 di Indonesia, kemudian di Ethiopia pada 2019.
Pilot disebut berusaha untuk mengendalikan, namun pesawat itu menukik beberapa menit usai lepas landas.
Jaksa pemerintah AS berharap Forkner menghadiri sidang di pengadilan Fort Worth, Texas, pada Jumat (15/10) hari ini.
Jika terbukti bersalah, ia akan menghadapi hukuman hingga 100 tahun penjara.
Jaksa mengatakan, karena dugaan penipuan Forkner, sistem tersebut tidak disebutkan dalam manual pilot atau materi pelatihan. Forkner merupakan kepala pilot teknis Boeing di program Max.
Menurut jaksa, ia mengetahui soal perubahan penting pada sistem kontrol penerbangan Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver (MCAS) pada tahun 2016, tetapi menyembunyikan informasi tersebut dari FAA.
Hal itu membuat agensi menghapus rujukan ke MCAS dari laporan teknis dan pada gilirannya tidak muncul di pilot manual.
Kebanyakan pilot tidak mengetahui soal MCAS setelah terjadi kecelakaan pertama.
Jaksa mengatakan Forkner mengenyampingkan kekuatan sistem guna menghindari persyaratan bahwa pilot menjalani pelatihan ulang yang ekstensif dan mahal, yang akan meningkatkan biaya pelatihan untuk maskapai penerbangan.
Sementara, Penyelidik Kongres memperkirakan pelatihan tambahan akan mengeluarkan biaya lagi hingga US$1 juta atau Rp14,8 miliar untuk harga setiap pesawat.
“Dalam upaya menghemat anggaran Boeing, Forkner diduga menyembunyikan informasi penting dari regulator,” kata pengacara sementara AS untuk distrik utara Texas, Chad Meacham, dilansir CNN Indonesia yang mengutip Associated Press, Jumat (15/11).
“Pilihannya yang tidak berperasaan untuk menyesatkan FAA menghambat kemampuan agensi melindungi masyarakat yang terbang dan membuat pilot dalam kesulitan, kekurangan informasi mengenai kontrol penerbangan 737 MAX tertentu.”
Forkner mengatakan kepada karyawan Boeing lain pada tahun 2016 bahwa MCAS mengerikan dan tak terkendali saat dirinya menguji di bagian simulator penerbangan, tetapi dia tidak mengatakannya kepada FAA.
“Jadi saya pada dasarnya berbohong kepada regulator (tanpa sadar),” tulis Forkner dalam pesan yang dipublikasikan pada 2019.
Forkner bergabung dengan Southwest Airlines usai mengundurkan diri dari Boeing. Lalu meninggalkan maskapai itu sekitar setahun yang lalu.
Untuk mengakhiri penyelidikan Kementerian Kehakiman atas tindakan perusahaan, Boeing menyetujui penyelesaian yang sudah ditentukan.
Penyelesaian itu termasuk denda $243,6 juta, hampir $1,8 miliar untuk maskapai yang membeli pesawat dan $500 juta untuk dana kompensasi keluarga penumpang yang tewas.
Pemerintah setuju membatalkan tuntutan pidana persekongkolan terhadap Boeing setelah tiga tahun jika perusahaan melaksanakan ketentuan penyelesaian Januari 2020.
Puluhan keluarga penumpang menggugat Boeing di pengadilan federal di Chicago.
Investigasi kecelakaan juga menyoroti peran MCAS. Namun penyelidikan itu menunjukkan ada kesalahan yang dilakukan oleh maskapai dan pilot.
Imbas insiden itu, pesawat Max dilarang terbang di seluruh dunia selama lebih dari satu setengah tahun. FAA menyetujui pesawat terbang lagi pada 2020 lalu usai Boeing membuat perubahan pada MCAS.