Nasional

Tragedi Limpasu HST, Korban Pencabulan di Ponpes Bertambah!

apahabar.com, BARABAI – Lama tak mencuat, kasus pelecehan dan pencabulan yang melibatkan AJM (61), oknum tokoh…

Featured-Image
Ilustrasi anak di bawah umur. Foto-Istimewa

bakabar.com, BARABAI – Lama tak mencuat, kasus pelecehan dan pencabulan yang melibatkan AJM (61), oknum tokoh agama sekaligus pengasuh Pondok Pesantren di Kecamatan Limpasu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), memasuki babak baru. Teranyar, santriwati yang diduga dicabuli AJM bertambah!

“Memang benar kita (kemarin) menerima 1 saksi dan 1 korban dan sudah dimintai keterangannya. Kami masih melakukan penyidikan,” kata Kapolres HST, AKBP Sabana Atmojo melalui Kasat Reskrim Iptu Sandi, kepada bakabar.com via seluler.

Berinisial LS (14), korban kelima tersebut diketahui berasal dari Kalimantan Tengah. Ditemani sang tante, LS dijemput oleh H Uwah dari kediamannya untuk melapor.

Praktis, korban yang tercatat saat ini berjumlah 5 lima orang. Sebelumnya, ada nama KA (12) asal Barabai Kalsel, TA (8) Melak Kaltim, SL (16) Awayan Balangan dan SR (19) asal Tamban Barito Kuala.

“Hanya itu sementara yang berani melaporkan ke kita," kata H Uwah, pelapor sekaligus orang tua dari salah satu korban, kepada bakabar.com belum lama ini.

Sosok H Uwah diketahui memang getol memperjuangkan kasus ini hingga terungkap ke permukaan.

Kemarin siang, Uwah dan saksi sekaligus korban terbaru tersebut baru saja merampungkan laporan polisi ke Polres HST.

Diceritakan Uwah dan MW tante korban, kejadian itu bermula saat LS berumur 10 tahun tepatnya pada 2014 lalu.

AJM, kata MW, kerap mengisi pengajian yang digelar di musala tak jauh dari rumahnya di Kapuas Provinsi Kalteng. AJM sering mampir untuk makan siang di rumah MW.

“Di situlah si pelaku mengenal LS," kata MW, saat ditemui bakabar.com, di sebuah warung yang tak jauh dari Polres HST, Kamis (13/6) sore.

Ironisnya, sehari-hari korban LS diketahui kini tak memiliki orang tua lagi. Sang ayah meninggal dunia. Sedangkan, ibu kandungnya kawin lagi. Makanya, ia tinggal serumah dengan MW.

Lantas, dari situ tragedi pencabulan santriwati ini bermula. Melihat kesempatan itu, pelaku AJM ditengarai membujuk LS untuk ikut ke Pondok Pesantren yang dikelolanya.

"Sebagai keluarga, kami sama sekali tidak curiga. Tapi, berbeda ketika 6 bulan berlalu. Saat itu, LS diantar pulang ke Kapuas oleh AJM. Alasannya tidak kuat mondok," jelas MW.

Sepulangnya dari Ponpes ke Kapuas, tingkah laku LS dirasakan MW mulai berubah. Lebih banyak diam dan selalu murung.

Hingga suatu ketika, seorang pemuda yang ingin meminang LS datang. LS langsung menolak mentah-mentah pinangan itu. Bahkan, orang itu datang berkali-kali.

"Saat saya mempertanyakan kenapa LS menolak, dia mengatakan kepada saya khawatir kalau dia sudah tidak perawan lagi," kata MW.

Dari situlah MW menggali penyebabnya. Akhirnya MW mendapatkan pengakuan LS bahwa ia tak betah tinggal di Ponpes lantaran tabiat AJM. Selama 6 bulan tinggal di situ, LS menerima perlakuan tidak senonoh; kekerasan seksual.

LS, kata MW, oleh AJM diminta tinggal di rumahnya yang tidak jauh dari Ponpes, yakni Desa Hawang. Alasannya kamar di ponpes masih belum selesai dibangun atau penuh.

"Selama enam bulan itu ia merasa tak nyaman, LS menceritkan kepada saya, sudah dua kali mencoba kabur. Pertama, kabur ke jalan. Tapi ditemukan dan kembali ke pondok. Kedua, bersembunyi di atas plafon," kata MW.

Ditanyai MW mengapa demikian, LS pun menjawab, yang diingatnya tentang perlakuan tidak senonoh atau pencabulan yang dialaminya sebanyak enam kali di tempat yang berbeda-beda.

Lebih lanjut dari penuturan MW yang diperoleh dari LS, AJM diduga melakukan tindak bejat itu di rumah dan sebuah gubuk di belakang rumah pelaku di Desa Hawang. Selebihnya, dilakukan di sebuah penginapan di Marabahan Kabupaten Barito Kuala.

“Di penginapan itu, ketika AJM mengantar LS kembali ke Kapuas. LS mengaku tidak bisa melakukan apa-apa ketika AJM menggaulinya. Seperti misalnya, berteriak atau memberontak,” cerita MW.

Mengapa baru sekarang melaporkan?

MW mengatakan LS mengaku tidak memiliki keberanian, walau pun hanya sekadar bercerita kepada keluarganya.

Beruntung MW menerima informasi bahwa H Uwah yang sebelumnya membantu para korban juga mendapat perlakuan tidak senonoh itu agar berani buka suara.

"Saya yakin awalnya tidak ada yang bakal percaya dengan cerita saya, beruntung ada Uwah yang mau membantu," akui MW.

Terkait kasus tindak asusila ini, Polres HST, telah melakukan penahanan terhadap AJM pada 23 Mei lalu.

Melalui alat bukti yang cukup, polisi telah menjerat AJM dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara. Kemungkinan bertambah, mengingat pelakunya adalah orang terdekat korban.

“Hukuman penjara yakni lebih dari lima tahun,” kata Sandi.

Baca Juga: Pencabulan di Ponpes Limpasu HST, Pengamat Tuntut Hukuman Kebiri

Baca Juga: Pencabulan di Ponpes Limpasu HST, Keterangan Pelaku Selalu Berubah-ubah

Baca Juga: Kasus Pencabulan di Ponpes Limpasu HST Sempat Ditutup-tutupi

Baca Juga: Polres HST Tahan dan Tetapkan Oknum Tokoh Agama Tersangka Pencabulan Santri di Limpasu

Reporter: AHC11
Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner