bakabar.com, BANJARMASIN - Semua kalangan masyarakat yang diuntungkan oleh sektor pertambangan di Kabupaten Banjar diminta memperhatikan kondisi keluarga Sabriansyah (60), warga yang terbunuh karena konflik perebutan lahan dengan perusahaan tambang.
"Kondisi keluarga sangat memprihatinkan dari sisi finansial. Dia (korban) meninggalkan 7 orang anak," kata Ketua DPW Gerakan Jalan Lurus (GJL), Anang Rosyadi, Senin (10/4).
Tak hanya dari sisi ekonomi, Anang turut melihat jika keluarga juga masih mengalami perasaan traumatik hingga saat ini.
"Oleh karena itu, saya berharap, pihak yang terlibat (PT Jaya Guna Abadi), dapat bertanggung-jawab, memperhatikan anggota korban yang ditinggalkan. Agar tidak menimbulkan dendam yang berkepanjangan serta dapat menjadikan hal tersebut pelajaran dan petunjuk ke arah yang lebih baik," ungkap mantan anggota DPRD Kalsel itu.
Lebih jauh, kata Anang, tokoh-tokoh di Kabupaten Banjar yang menjadi bagian yang mendapat manfaat dari sektor pertambangan, kalau bisa juga mau turun tangan untuk memberikan tali asih kepada keluarga korban.
"Ini juga permintaan dari keluarga korban. Mereka berharap sangat, bantuan dari tokoh-tokoh yang selama ini menjadi bagian dari sektor tambang di sekitar," tukas Anang.
Sengkarut Izin PT JGA
Seorang warga bernama Sabriansyah tewas di areal kebun karet tak jauh dari jalan tambang Desa Mangkauk, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Sabriansyah, akrab dikenal Sabri, dibunuh oleh preman-preman suruhan PT Jaya Guna Abadi, perusahaan tambang yang beroperasi di sekitar jalan hauling.
Sabri tewas dengan kondisi yang amat mengenaskan. Di sekujur tubuhnya didapati luka tembak, bacokan, hingga digorok dengan senjata tajam.
Aksi pembunuhan Sabri merupakan buntut dari konflik lahan jalan hauling di saat warga dan PT Jaya Guna Abadi mengklaim sama-sama punya hak atas lahan tersebut. Namun demikian, PT Jaya Guna Abadi rupanya diduga tak memiliki legalitas kuat secara hukum atas perusahaannya.
PT Jaya Guna Abadi diduga tidak mengantongi izin usaha di sektor mineral dan batu bara, baik itu sebagai penambang maupun penyedia jalan khusus atau hauling, sesuai dengan hasil penelusuran bakabar.com di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banjar.
Kabid Pelayanan Perizinan Tertentu, Andris Toni, sempat melacak secara online nama PT Jaya Guna Abadi dalam aplikasi Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) atau Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di mana pelacakan mencakup badan usaha seluruh Indonesia yang sudah terdaftar nomor induk berusaha (NIB).
Hasilnya, tak ditemukan nama PT Jaya Guna Abadi yang kegiatan usahanya di sektor mineral dan batu bara maupun di subsektornya. Sedianya sempat ditemukan satu nama perusahaan yang sama. Tapi saat dicek kegiatan usahanya bukan di sektor mineral dan batu bara.
Toni mengatakan PT Jaya Guna Abadi yang mereka temukan dalam pencarian OSS-RBA beralamat di Jakarta Selatan dengan tiga bidang usaha, yaitu perdagangan besar berbagai barang, aktivitas konsultasi manajemen, dan real estate.
"Cuma itu yang kami temukan. OSS-nya pun masih versi lama, belum dimigrasikan ke versi terbaru sesuai PP nomor 5 tahun 2021," ujarnya kepada bakabar.com.
"PT Jaya Guna Abadi yang kami temukan di OSS-RBA ini tidak ada di sektor tambang (mineral dan batubara), karena yang kami temukan hanya satu ini saja," sambungnya.
Lebih jauh Toni menjelaskan, sesuai PP nomor 5 tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja, semua kegiatan berusaha termasuk pertambangan wajib mendaftar pada OSS-RBA.
"Kalau dulu ada SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dan TDP (Tanda Daftar Perusahaan), kini diganti jadi izin berusaha. Jadi di OSS-RBA itu namanya nomor induk berusaha (NIB)," terangnya.
Pertambangan masuk kategori usaha berisiko tinggi, maka mewajibkan pelaku usahanya memiliki NIB sebagai salah satu syarat administrasi memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai Pasal 15 ayat 2 PP nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Tak sampai di sana, IUP PT Jaya Guna Abadi juga tidak ditemukan dalam data Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalsel.
"Kami tidak menemukan PT Jaya Guna Abadi dalam daftar perusahaan yang memiliki IUP di Kalimantan Selatan," ujar Kasi Pengusahaan Minerba Dinas ESDM Kalsel, Endarto.
Mengapa PT Jaya Guna Abadi dapat beroperasi di Pengaron? Endarto pun tidak punya jawaban pasti. "Mungkin kontraktor perusahaan yang memegang IUP-nya," ucapnya.
Penelusuran kemudian dilanjutkan jurnalis bakabar.com ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Banjar. Lagi-lagi nama PT Jaya Guna Abadi tidak ditemukan.
"Di data WLKP (Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan) di Kabupaten Banjar bahwa PT Jaya Guna Abadi belum pernah melaporkan dalam sistem kami," ujar Kadisnakertrans Banjar, I Gusti Nyoman Yudiana, belum lama tadi.
Ia menjelaskan setiap perusahaan saat ingin membuat NIB maka berkewajiban melakukan pelaporan pada WLKP.
Lantas apakah ada sanksi bagi perusahaan yang tidak melaporkan WLKP? Nyoman bergeming. Sebab, pihaknya hanya dapat melakukan pembinaan.
"Untuk pengawasan dan sanksi ada di Balai Pengawasan Ketenagakerjaan Daerah II, di provinsi, jadi silakan tanya ke sana," tandas Nyoman.
PT Jaya Guna Abadi juga diketahuijuga tidak terdaftar di LPJK, sebuah lembaga konstruksi di bawah Kementerian PUPR.
"Kalau tidak terdaftar di LPJK, perusahaan itu tidak ada sertifikat badan usaha (SBU) konstruksi," kata sumber terpercaya media ini di Kementerian PUPR, usai melakukan pengecekan.
SBU merupakan suatu dokumen sertifikat untuk menunjukkan sebuah perusahaan konstruksi legal dan layak dalam menjalankan usahanya.
SBU diterbitkan oleh Badan Sertifikasi Terakreditasi atau LPJK kepada perusahaan yang sudah lulus atau memenuhi sertifikasi.
SBU juga sebagai tanda bahwa perusahaan bisa melakukan pekerjaannya sesuai dengan klasifikasi bidang, sub-bidang, dan kualifikasi yang tercantum dalam SBU.
"Kalau perusahaan tidak ada SBU bisa dikatakan tidak kredibel atau ilegal," jelasnya.
Ketua DPW Gerakan Jalan Lurus Kalsel, Anang Rosyadi, melihat ketidaktahuan pemerintah soal sengkarut PT JGA menunjukkan lemahnya kinerja pengawasan.
Ia menjelaskan jika PT JGA kemungkinan hanya sebagai pengelola jalan hauling, maka muncul dugaan bahwa perusahaan ini hanya untuk menguntungkan penambang secara pribadi.
"Ada 4 perusahaan di sana dan menempatkan PT JGA sebagai pengelola jalan, artinya perusahaan ini melakukan kegiatan komersial atas perusahaan orang lain," ucap mantan anggota DPRD Kalsel ini.
Anang melanjutkan jika PT JGA melakukan komersialisasi dengan jalan maka harus memiliki perizinan khusus dari pimpinan daerah setempat, dan mengikuti ketentuan Kemen-PUPR.
"Maka yang jadi pertanyaan berapa besar kontribusi yang diberikan perusahaan sebagai penyelenggara karena jalan khusus diatur dalam Perda. Itu pun kalau mereka menyetor royaltinya," tegas Anang.
Oleh karenanya, ucap Anang, kejadian ini harusnya jadi bahan instropekai semua pihak, khususnya bupati Banjar dan gubernur Kalsel.