bakabar.com, BANJARMASIN - Anggota Komisi 3 DPR RI, Dr. Novri Ompusunggu, ikut menyoroti permasalahan yang sedang terjadi dalam tubuh kepolisian.
Novri meminta aparat kepolisian bekerja secara profesional. Selain itu, kata dia, polisi harus memegang teguh kode etik, sehingga tidak terjerumus ke dalam perilaku yang dibenci masyarakat.
“Masyarakat menginginkan agar Polri lebih berperan sebagai sosok penegak hukum yang melindungi, mengayomi dan melayani, serta bertindak berdasarkan hukum yang berlaku dan tidak menunjukan hedonisme. Jika Kepolisian tidak mampu memperhatikan kinerja yang demikian, maka sangatlah wajar jika kemudian masyarakat menganggap bahwa polisi bekerja tidak profesional,” ujarnya melalui rilis yang diterima bakabar.com, Selasa (18/10).
Anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Selatan ini menambahkan Implementasi Program Kepolisian Republik Indonesia yakni Presisi (Prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan) hendaknya dilakukan secara progresif agar mampu merubah kembali citra kepolisian.
“Polisi seyogyanya tidak hanya menjalankan kontrol sosial saja, melainkan juga memberi pelayanan dan interpretasi hukum secara konkret yaitu melalui tindakan-tindakannya. Implementasi Program Presisi hendaknya dilakukan secara progresif agar mampu merubah kembali citra Kepolisian dan mewujudkan janji-janji hukum dalam rangka merespon kehendak masyarakat secara luas,”tambahnya.
Kasus Ferdy Sambo, tragedi Kanjuruhan, hingga dugaan keterlibatan Irjen Teddy Minahasa dalam kasus narkoba menambah catatan buruk Polri di mata masyarakat. Itu belum ditambah dengan sejumlah kasus lain dalam skala lokal.
Beberapa hari lalu, Presiden Joko Widodo memanggil Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan jajaran institusi Polri di Istana Negara untuk memberikan arahan dan menyoroti turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap polisi.
Presiden menyebut angka kepuasan publik terhadap Polri yang sempat tinggi kini menjadi paling rendah di antara institusi penegak hukum lainnya.
Menurut Jokowi, pada November 2021, angka kepuasan publik terhadap Korps Bhayangkara berada di angka 80,2 persen. Namun angka tersebut anjlok menjadi 54 persen pada Agustus 2022 setelah mencuatnya kasus pembunuhan Brigadir J.