bakabar.com, BANJARMASIN – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin kembali menggelar sidang kasus korupsi di Hulu Sungai Utara (HSU), Rabu (16/2).
Agenda sidang mendengarkan sejumlah saksi atas kasus terdakwa Maliki, mantan Plt Kadis Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) HSU.
Maliki didakwa telah menerima suap dari terpidana kontraktor bernama Marhaini dan Fachriadi terkait fee proyek pengerjaan dua proyek irigasi di HSU, DIR Kayakah dan Banjang.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Jamser Simanjuntak tadi siang, Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima saksi.
Mereka yakni; Rahkmani Nor selaku Kabid Bina Marga Dinas PUPRP HSU, Marwoto selaku Kasi Jembatan di Dinas Bina Marga.
Kemudian tiga kontraktor langganan di Dinas PUPRP HSU, Didi Buhari alias Udung, Sulaiman serta Taufikrahman.
Dari pemeriksaan saksi-saksi tersebut kembali terungkap kengerian praktik korup yang sudah berlangsung lama di Dinas PUPRP HSU tersebut.
Seperti yang dikatakan Didi Buhari alias Udung di persidangan. Sepengetahuannya praktik pemberian komitmen fee proyek sudah terjadi sejak 2019 silam.
“Bekerja sebagai kontraktor di SDA (sumber daya air) sejak 2019, 2020, dan 2021. 2019, diminta fee 15 persen kata Maliki atas permintaan bupati,” ujar Udung di persidangan.
Ia mengaku sempat meminta agar persentase fee proyek untuk diturunkan. Permintaan itu disampaikan ke Abdul Wahid yang saat itu menjabat sebagai Bupati. Namun ditolak.
“Kata bupati ikuti aturan main aja. 2019 saya menyerahkan Rp100 juta. 2020 juga Rp100 juta, 2021 sempat Rp50 juta. Sisanya Rp900 juta untuk total proyek belum sempat,” imbuhnya.
Senada dengan Udung, saksi lainnya Sulaiman juga mengaku bahwa para kontraktor harus mengikuti aturan main soal komitmen fee yang telah dibuat tersebut.
Pasalnya, jika tidak, jangan harap bisa mendapatkan pekerjaan. “Kata bupati kalau mau kerja ikuti aturan di PU,” bebernya.
Kemudian, para saksi juga mengakui bahwa soal suap menyuap untuk menang tender proyek di Dinas PUPRP Kabupaten HSU sudah menjadi rahasia umum.
Diberitakan sebelumnya, dalam dakwaannya Maliki diduga telah menerima suap berupa komitmen fee 15 persen untuk dua pengerjaan proyek di Bidang Sumber Daya Air SDA, Dinas PUPRP HSU.
Komitmen fee yang nilainya mencapai setengah Miliar tersebut diterima Maliki dari dua kontraktor, Marhaini selaku direktur CV Hanamas, dan Fachriadi direktur CV Kalpataru untuk pengerjaan proyek DIR Kayakah dan DIR Banjang.
“Terdakwa telah menerima hadiah Rp540 juta. Rincian uang Rp300 juta dari Marhaini, dan Rp240 juta dari Fachriadi,” ujar Jaksa KPK, Budi Nugraha dalam dakwaannya.
Selain itu, Maliki juga didakwa telah bersama-sama bersekongkol dengan Bupati HSU nonaktifkan Abdul Wahid dalam pengaturan pemenang lelang.
Atas tindakannya tersebut, Maliki didakwa dengan pasal Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dan alternatifnya, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.