bakabar.com, BANJARMASIN - Mantan pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) Marabahan, Muhammad Ilmi, dituntut enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan setelah diduga melakukan korupsi kredit fiktif.
Tuntutan itu dibacakan pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Senin (28/11).
Dalam tuntutan yang dibacakan Kasi Pidsus Kejari Barito Kuala, Rizka Nurdiansyah selaku jaksa penuntut umum, Muhammad Ilmi juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp5,9 miliar lebih.
"Apabila tidak dibayar setelah satu bulan keputusan berkekuatan hukum tetap, maka jaksa penuntut umum dapat menyita harta bendanya untuk dilelang dan membayar uang pengganti," ujar Rizka.
Baca Juga: Dewan Kotabaru: Pemekaran Kabupaten Tanah Kambatang Lima Jadi Prioritas!
Jika pun terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga tahun.
Jaksa Penuntut Umum meyakini terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan pada dakwaan subsider.
Lebih spesifik yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Tak banyak ekspresi yang ditunjukkan terdakwa Ilmi yang hadir secara virtual dari Rutan Marabahan ketika mendengar tuntutan tersebut.
Pasca-mendengarkan tuntutan terhadap terdakwa, Majelis Hakim yang diketuai Aris Bawono Langgeng memberikan kesempatan kepada terdakwa dan Penasihat Hukumnya untuk menyusun pembelaan.
"Kami beri waktu dua minggu untuk nanti dibacakan pembelaan," ujar Aris.
Baca Juga: Jelang Hadapi Timnas Uruguay di Piala Dunia 2022, Bernardo Silva: Portugal Membawa Kenangan Buruk
Sidang pun kembali ditunda dan bakal digelar kembali pada Senin (12/12) dengan agenda mendengarkan pembelaan terdakwa.
Untuk diketahui, Ilmi menjadi terdakwa karena diduga memprakarsai sejumlah kredit investasi yang debitur dan agunannya fiktif hingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 5,9 miliar pada Tahun 2021 lalu.