Hot Borneo

Terkuak! Kronologis Jatuhnya Pesawat Militer AS di Kotabaru: Tabrak Pohon Kelapa

Kronologis jatuhnya pesawat B-25 Mitchell di Desa Bungkukan, Kelumpang Barat, Kotabaru, akhirnya terungkap.

Featured-Image
Kronologis jatuhnya pesawat B-25 Mitchell di Desa Bungkukan, Kelumpang Barat, Kotabaru, akhirnya terungkap. Foto-Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN - Kronologis jatuhnya pesawat B-25 Mitchell di Desa Bungkukan, Kelumpang Barat, Kotabaru, akhirnya terungkap.

Insiden itu terjadi pada 15 September 1945.

Kala itu, pesawat B-25 Mitchell mengawal pesawat lain yakni Catalina ke wilayah sekitar Sampanahan.

“Pesawat Catalina mendarat dan mengirim rombongan ke darat untuk berbicara dengan penduduk setempat,” ucap Sejarawan Kalimantan Selatan, Mansyur kepada bakabar.com, Jumat (16/12) siang.

Saat itu, kata Mansyur, pilot pesawat B-25 Mitchell tidak ikut mendaratkan pesawatnya.

Sang pilot malah menerbangakn pesawatnya mengitari area sekitar.

Sayangnya, pesawat terbang terlalu rendah dan pilot tidak menyadarinya hingga tidak ada upaya “penyelaman dangkal” untuk menghindari tabrakan dengan pepohonan di Desa Bungkukan.

Akibatnya, pesawat menabrak pohon kelapa yang membuatnya jatuh ke permukaan tanah.

“Beberapa waktu kemudian, barulah kru pesawat Catalina yang dikawal, diberi tahu penduduk setempat bahwa Mitchell telah mengalami kecelakaan dan jatuh,” kata Dosen Prodi Sejarah FKIP ULM tersebut.

Selanjutnya, kru pesawat Catalina memeriksa dan berupaya memberikan pertolongan ke area jatuhnya pesawat Mitchell.

Dari delapan kru pesawat hanya ada dua orang yang selamat. Mereka adalah FSGT Booth dan FSGT Stolweather.

Sayangnya, salah satu dari mereka yakni Stolweather akhirnya meninggal karena luka parah.

“Adapun kru yang tergabung di Skuadron 2 ini adalah pilot Lawrence A. Kirk, L. Bishop, P.A. Taylor, O C.R.M. Ricketts, F.J. Stolweather,  R.O. Byrne, LAC M. S. White, serta Sersan E. Booth,” tutupnya.

Sebelumnya, Mansyur mengungkapkan, pesawat tersebut milik Amerika Serikat yang tergabung dalam blok sekutu yang era itu terlibat perang dengan armada Jepang menjelang akhir perang dunia II tahun 1945.

“Pada akhir pemerintah pendudukan Jepang di Kalsel sekitar Februari-Agustus 1945, wilayah ini berada dalam garis perang aktif. Pemboman oleh sekutu hampir setiap hari terjadi. Kesengsaraan meningkat, kehidupan rakyat mengalami kegoncangan hebat. Rakyat bertambah gelisah, tidak ada ketentraman,” ucap Mansyur kepada bakabar.com, Jumat (16/12).

Setelah Balikpapan jatuh pada awal Februari 1945, sambung dia, mulailah serangan sekutu secara besar-besaran atas wilayah Kalsel.

“Sasaran serangan sekutu adalah Lapangan Terbang Ulin, kapal-kapal sungai, galangan kapal Koonan Kaiyoon, antena radio, pabrik karet Hok Tong dan lain-lain.”

“Menjelang Agustus 1945, serangan sekutu semakin kuat yang dilancarkan oleh pesawat terbang B 17, B 25, B 26, P 38 dan P 51,” jelas Dosen Prodi Pendidikan Sejarah FKIP ULM itu.

Alhasil, angkatan udara Jepang yang kecil itu pun musnah.

Pada serangan terakhir sekutu, lebih dari 80 buah pesawat terbang yang menyerang Banjarmasin.

“Semua tentara Jepang pada saat itu menyingkir ke Pegunungan Meratus,” pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner