Nasional

Tegas! Bule Asal Perancis Singgung Banjir Kalsel Buntut Deforestasi

apahabar.com, BANJARMASIN – Aktivis lingkungan asal Muara Teweh, Kalimantan Tengah, berkebangsaan Perancis, Chanee Kalaweit mendadak viral…

Featured-Image
Banjir menerjang Kalsel sejak akhir pekan kemarin. Sampai hari ini, 27.111 rumah di delapan kabupaten atau kota di Kalsel terendam air. Puluhan ribu jiwa yang mengungsi membutuhkan uluran tangan. Foto: Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN - Aktivis lingkungan asal Muara Teweh, Kalimantan Tengah, berkebangsaan Perancis, Chanee Kalaweit mendadak viral di media sosial setelah menyoroti musabab banjir di Kalimantan Selatan.

Dalam video berdurasi 8 menit 5 detik itu, Chanee Kalaweit membeberkan, deforestasi lingkungan merupakan penyebab utama banjir Kalsel.

"Sulit sebagai aktivis lingkungan untuk tidak mengaitkan situasi sekarang dengan beberapa banyak dekade. Bagaimana deforestasi lingkungan terjadi secara besar-besaran. Jika kita buka google docs, maka begitu hancur hutan di Kalsel, khususnya daerah hulu sungai, sehingga mengakibatkan banjir," ucap Bule asal Muara Teweh, Chanee Kalaweit melalui akun YouTube pribadinya yang diunggah, Sabtu (16/1) lalu.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), deforestasi diartikan sebagai penebangan hutan. Deforestasi terjadi ketika areal hutan ditebang habis dan diganti.

img

Bule asal Muara Teweh, Chanee Kalaweit. Foto-Instagram

Deforestasi lingkungan, kata dia, menjadi penyebab utama banjir di Kalsel. Meskipun ada beberapa faktor lain.

"Bukan hanya deforestasi lingkungan, namun ada faktor lain. Tetapi yang terparah itu deforestasi," katanya.

Jika hutan sehat, sambung dia, maka berfungsi menyerap air ke dalam tanah. Kemudian, air perlahan mengalir dari hulu ke hilir sungai.

"Situasi sekarang adalah saat hutan hancur, sementara air datang dari hujan deras. Kemudian air itu langsung ke sungai sehingga meluap, akhirnya terjadi banjir," bebernya.

Chanee membantah banjir Kalsel disebabkan permasalahan sampah. Dia justru menilai sampah hanya berlaku di kota besar seperti Jakarta lantaran menutup selokan dan saluran drainase.

"Sampah adalah suatu masalah besar. Tapi kalau di Kalsel tidak," tegasnya.

Hal ini harus benar-benar disadari sedini mungkin. Kalau tidak, menurutnya, maka banjir terus terulang. Bahkan kian parah.

"Terlebih, dengan fenomena perubahan iklim dan pemanasan global," ujarnya.

Dia mengungkapkan, akan terjadi fenomena alam yang intensitasnya jauh lebih panjang dibandingkan sebelumnya. Fenomena itu adalah El Nino dan La Nina.

"Artinya, saat ini tidak punya hutan. Padahal sekarang menghadapi hujan yang sangat parah dibandingkan sebelumnya. Di mana musim akan lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Baik El Nino maupun La Nina. Mungkin dahulu banjir akan terjadi per 30 tahun sekali, namun sekarang bisa menjadi 5 tahun sekali," jelasnya.

Dia menyarankan, agar semua pihak melakukan restorasi ekosistem yang telah rusak. Khususnya penanaman kembali di daerah yang mengalami deforestasi sejak puluhan tahun lalu.

"Semua harus direstorasi, sehingga La Nina bisa diantisipasi. Jangan berpikir banjir besar hanya terjadi 30 tahun sekali. Di masa seperti ini, banjir bisa sering terjadi. Bahkan air akan lebih tinggi. Pemerintah harus memperhatikan siklus El Nino dan La Nina."

"Semoga airnya cepat surut untuk kawan-kawan Kalsel," tutupnya.

Analisis LAPAN

Sebelumnya, Lembaga Penerbangan, dan Antariksa Nasional atau LAPAN, menemukan luasan genangan banjir tertinggi mencapai 60 ribu hektare di Barito Kuala, Kabupaen Banjar 40 ribu hektare, Tanah Laut 29 ribu hektare, Kabupaten Hulu Sungai Tengah 12 ribu hektare, Hulu Sungai Selatan 11 ribu hektare, Tapin 11 ribu hektare, dan Tabalong sekitar 10 ribu hektare.

Sementara luas genangan air di Kabupaten Balangan, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Hulu Sungai Utara, Kota Banjarmasin, hingga Kabupaten Murung Raya antara 8 sampai 10 ribu hektare.

Ratusan Ribu Jiwa Terdampak

Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah melaporkan, hingga Minggu 17 Januari, terdapat 210.320 warga di 10 kabupaten/kota terdampak banjir di Kalsel.

Mereka berasal dari 63.454 kepala keluarga. Rinciannya, jumlah korban banjir tertinggi berada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan 64.400 jiwa, Kabupaten Banjar 53.865 jiwa, Barito Kuala 28.400 jiwa, Tanah Laut 27.815 jiwa, Balangan 17.501 jiwa, Banjarbaru 8.671 jiwa, Hulu Sungai Selatan 6.690 jiwa, Tapin 1.492 jiwa, Tabalong 770 jiwa, dan Banjarmasin 716 jiwa.

BPBD Kalsel juga mencatat 22.543 rumah terendam, dan sebagian rusak akibat terjangan banjir. Air bah juga meluluhlantakkan 68 jalan, 14 jembatan, 8 rumah ibadah, dan 11 sekolah.

Setidaknya, 37.756 jiwa terpaksa mengungsi dari kediamannya. Ironisnya, bencana ekologis ini juga telah menelan 15 korban jiwa. Mereka berasal dari Tanah Laut 7 orang, masing-masing 3 orang dari Banjar, dan HST, serta 1 orang masing-masing dari Banjarbaru, dan Tapin.

Komentar
Banner
Banner