Kalsel

Tawuran Beruntun Antar-geng di Banjarmasin, Identifikasi Dini Stakeholders Dipertanyakan

apahabar.com, BANJARMASIN – Untuk ketiga kalinya, perkelahian massal pecah di Banjarmasin. Puluhan pelaku terlibat, satu di…

Featured-Image
Sekelompok remaja yang terlibat dalam perkelahian massal di Siring, Banjarmasin diamankan aparat Polsek Banjarmasin Tengah. Foto: Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Untuk ketiga kalinya, perkelahian massal pecah di Banjarmasin. Puluhan pelaku terlibat, satu di antaranya bahkan masih berusia bawah umur.

Pada bentrok terakhir, Minggu (26/09) pagi polisi mengamankan 14 remaja. Sampai kini mereka menjalani proses hukum di Polsek Banjarmasin Tengah.

Polisi berjanji proses hukum kepada mereka bakal berjalan humanis. Terlebih kepada bocah SD tersebut.

Untuk kasus terakhir, polisi memastikan motifnya lantaran seorang remaja asal Kelayan dipalak oleh remaja Veteran.

Pendalaman diperlukan polisi untuk mencari tahu latar, dan dalang di balik serentetan aksi tawuran di Banjarmasin. Termasuk asal muasal senjata tajam.

Viral Baku Hantam di Siring Banjarmasin, Polisi Turun Tangan

Direktur Borneo Law Firm, Muhammad Paziri memandang aneh fenomena ini. Bagaimana tidak, kurang dari sebulan sudah tiga kali tawuran terjadi.

Aksi pertama terjadi di simpang empat tak jauh dari Siring Menara Pandang Banjarmasin pada Minggu (12/09) lalu. Aksi kedua terjadi di Siring Menara Pandang Banjarmasin pada Selasa (21/09).

“Aneh, kasus tawuran antar-pemuda dan remaja marak di Banjarmasin dalam beberapa bulan terakhir, apa yang salah? Sudah seperti di Jakarta,” ujarnya kepada bakabar.com, Senin (27/09).

Dirinya lantas mempertanyakan langkah identifikasi dini yang sudah dilakukan pemerintah termasuk kepolisian.

“Peran dari tingkat babinsa dan para intelijen keamanan dalam deteksi dini. Termasuk pemerintah,” ujar magister hukum Universitas Lambung Mangkurat ini.

Antisipasi terdekat, saran Pazri, mengidentifikasi kelompok geng di lingkungan rukun tetangga. Kemudian, mereka yang rentan terpapar perilaku anarkis diedukasi secara mendalam.

“Jangan dianggap sepele, menurut saya perlu antisipasi cepat sebagai bentuk pencegahan agar tidak terulang lagi, pada intinya masyarakat semua pihak dapat berperan dalam upaya intervensi untuk mencegah tindak kejahatan tawuran yang melibatkan anak di lingkungannya, caranya dapat diawali dengan mengidentifikasi potensinya,” ujarnya.

Lebih jauh, Pazri melihat fenomena tawuran di Banjarmasin ini bak penyakit menular. Tak jauh dengan di daerah lain, seperti Jakarta.

Aksi tawuran remaja berkostum putih dan hitam di Banjarmasin bahkan sudah menyerupai “Tokyo Revenggers”, film asal Jepang yang menceritakan dua kelompok saling bertikai.

“Apakah tontoan film itu yang bisa menjadi modusnya? yang menginspirasi aksi tawuran itu? hal ini yang perlu ditelusuri pihak berwajib,” ujarnya.

Melihat banyaknya pelaku yang masih berusia remaja, Pazri memandang kehadiran pemerintah menjadi penting untuk menguatkan eksistensi mereka.

“Mereka ini kelompok yang masih dalam pencarian jati diri,” ujarnya.

Serupa di daerah lain, bila pencegahan semata melalui imbauan, pembinaan, dan penyuluhan, maka tak heran tawuran kerap berulang.

“Menurut saya tawuran merupakan bentuk kekerasan khas karena para pelakunya tidak bertindak atas dasar politik atau ekonomi, tetapi untuk identitas kebanggaan,” paparnya.

Dari dua video yang viral sebelumnya, Pazri melihat tawuran tersebut sengaja dibuat untuk mencuri perhatian publik.

“Mereka seperti mencari perhatian dengan memviralkan adegan kekerasan. Jelas hal tersebut tidak bagus untuk tumbuh kembang dan contoh buruk bagi remaja lain,” tuturnya.

Lebih jauh, diperlukan solusi praktis preventif jangka pendek dengan mengamankan para remaja yang terlibat tawuran.

“Supaya jadi efek jera dan edukasi pembinaan. Solusi praktis ini juga harus diikuti solusi jangka panjang yang didukung oleh semua pihak, mulai dari para pemuda sekolah atau yang pututus sekolah, siswa sendiri, orangtua, sekolah, peran pemerintah hingga aparat keamanan,” ujarnya.

Dalam penegakan hukum, dirinya mendorong proses yang berlaku saat ini utamanya memanggil keluarga dan orang tua, sehingga menjadi salah satu identifikasi potensi dini.

“Memang pelaku tawuran antar-remaja sulit ditindak dengan pasal-pasal pidana, pelaku tawuran hanya bisa dijerat hukum pidana jika tawuran itu menimbulkan korban luka ataupun sampai meninggal dunia,” jelasnya.

“Sehingga yang bisa ditindak jika ada tindak pidana, misalnya dari aksi membawa kayu, sajam sampai pengeroyokan dan penganiaan berakibat korban luka atau meninggal, apabila tidak ada korban ya cuma bisa dilakukan peringatan dan pembinaan,” sambungnya.

Selama ini pelaku tawuran yang tertangkap hanya diberi peringatan dan nasihat, lalu kemudian diserahkan ke orangtuanya.

Kalau alasan di bawah umur, apabila ada unsur pidananya biasanya mereka dikenakan pidana dan ditempatkan di tahanan anak atau melalui penyelesaian diversi.

“Saya berharap semua pihak perlu melihat sisi lain, menggali fakta-fakta secara menyeluruh dari sebuah tindakan tawuran para remaja, dari unsur objektif/physical yaitu actus reus (perbuatan yang melanggar undang-undang) dan unsur subjektif/mental yaitumens rea(sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana) sehingga perlu preventif pencegahan secara komprehensif sejak saat ini untuk generasi banua yang lebih baik kedepan,” ujarnya.

Komentar
Banner
Banner