bakabar.com, MAGELANG - Menyusuri Kabupaten Magelang, tidak lepas dari beragam tradisi dan kesenian rakyat yang berkembang di masyarakat.
Selain Topeng Ireng, salah satu kesenian rakyat yang juga populer di Kabupaten Magelang adalah Tari Kubro Siswo.
Dosen Tari Universitas Negeri Semarang (UNNES) Indriyanto mengatakan Kubro berasal dari Bahasa Jawa Obrak yang berarti memporak-porandakan, sedangkan Siswo berarti murid.
"Tari Kubro Siswo merupakan penggambaran dari semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memporak-porandakan penjajah," kata Indriyanto kepada bakabar.com, Jumat (5/5).
Baca Juga: Selisik MOSVIA, Sekolah Pendidikan Pangeh Praja di Magelang
Lebih lanjut, Indriyanto mengatakan tari Kubro Siswo Siswo hanya menggunakan gerakan sangat sederhana yaitu sikap baris-berbaris dari pasukan atau prajurit dengan sepengetahuan masyarakat kala itu.
"Ciri khas koreografi kesenian rakyat memang diciptakan tidak rumit, sehingga masih terlihat asal-asalan dalam bergerak, namun yang menjadi kunci adalah gerakan rampak dan kekompakan para penarinya.
Menurut dia, semakin kompak gerakan yang dilakukan semakin pula disegani oleh desa lain di sekitarnya.
Kesederhanaan tari Kubro juga ditunjukkan dengan pakaian yang digunakan masih seadanya seperti kaos putih polos yang dicorat-coret menggunakan pilox atau cat
tembok, celana kain pendek.
"Kalau riasnya ada yang memang dipercantik, ada juga yang dibuat coreng moreng untuk membentuk karakter rakyat," tuturnya.
Baca Juga: Tugu ANIEM, Saksi Bisu Masuknya Listrik Pertama Kali di Magelang
Kepada bakabar.com, Indriyanto menuturkan ragam gerak yang terdapat dalam Tari Kubro Siswo disusun berurutan sesuai dengan tiga babak pokok yang wajib yakni Pembuka, Inti atau Theleng , serta Penutup.
Sedangkan untuk rangkaian gerak tari ada empat ragam yaitu Sembahan, Silat, Lampah Tiga, Orog-orog, dan Gedrug Lemah," tuturnya.
Kubro dan Syiar Islam
Uniknya, meski gerakan-gerakan dalam tari Kubro Siswo merupakan gambaran atau simbol jiwa keprajuritan pasukan Pangeran Diponegoro yang gagah berani, saling, saling setia kawan, cinta tanah air serta semangat tidak kenal menyerah untuk mengusir para penjajah.
"Namun pemaknaan dan geraknya kontras dengan iringan musik yang berbau Islami," sambungnya.
Adapun lirik lagu iringan Kubro Siswo yakni:
Kito poro menungso
Kito poro menungso ayo podho ngaji
Islam ingkang sempurno pepadhanging bumi
Ayo konco-ayo konco ojo podho lali
Lali mundhak ciloko mlebu jeroning geni
Yoiku aran neroko bebendhuning gusti[2]
yang artinya
Kita para manusia
Kita para manusia ayo mengaji
Islam yang sempurna menerangi bumi
Ayo teman-ayo teman jangan lupa
Lupa membuatmu celaka yang membuatmu masuk ke dalam api
Yaitu neraka tempat pembalasan Tuhan
Baca Juga: Menyusuri Jejak Hoogere Kweekschool, Cikal Bakal Pendidikan Guru di Magelang
"Lagu tersebut dimainkan dengan iringan alat musik tradisional yang ada di masyarakat Jawa khususnya Magelang, seperti kendang, bendhe, bendhug dan terbang yang dipadukan dengan alat musik modern yaitu keyboard dan drum," paparnya.
Tak hanya itu, lanjut Indriyanto, tempo permainan musiknya pun terkesan monoton yakni dengan dinamika yang tetap tanpa adanya variasi tempo, berupa percepatan maupun perlambatan.
Selain rampak gerak, Kubro Siswa juga menyuguhkan atraksi-atraksi seperti mengupas kelapa dengan gigi, berjalan diatas pecahan kaca atau duri, dan bermain bola api.
"Tari bernafaskan spiritual sekaligus kerakyatan juga diyakini masyarakat mengundang 'roh' yang masuk ke tubuh penari, sehingga menyebabkan penari kesurupan," pungkasnya.